Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pembelajaran Drama Monolog dengan Menggunakan Model Bermain Peran

 

Abdul Koni

Pembelajaran Drama Monolog dengan Menggunakan Model Bermain Peran dan Resepsi Siswa SMKN 1 Lelea

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah pembelajaran drama monolog dengan menggunaka model bermain peran bagi siswa kelas XI SMKN 1 Lelea. Dalam perkembangan pendidikan, drama bukan lagi sekedar alat yang memainkan permain, tetapi alat untuk menyampaikan ilmu yang ada di dalam pendidikan formal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif analitik dengan mendeskripsikan atau gambaran terhadap objek penelitian yang diteliti melalui sampel atau data yang dikumpulkan. Sejalan dengan penelitian ini maka siswa dalam kategori sangat mampu yaitu pada rentang nilai 90-100% sebanyak 3 orang, dengan jumlah nilai masing-masing. S01, S05 dan S08 mendapatkan nilai 90 siswa dikategorikan sangat mampu adalah siswa yang benar-benar memahami penjelasan tentang materi yang diberikan mengenai drama monolog menggunakan model bermain peran dan resepsi siswa. Secara umum hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan dalam berdrama monolog. Hal ini dirunjukan dengan melihat tingkat keberhasilan siswa secara keseluruhan mencapai nilai rata-rata 81.00%. Resepsi siswa terhadap pertunjukan drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati pada siswa kelas XI SMKN 1 Lelea menunjukkan langsung diberikan kuesioner untuk dijawab pertanyaan-pertanyaan tentang drama monolog tersebut

Pendahuluan 
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang dilaksanakan dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik mampu menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Maka pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan pada tercapainya keterampilan berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis. Pembelajaran Bahasa Indonesia tentu tidak lepas dari pembelajaran tentang sastra, karena karya sastra merupakan hasil ungkapan suasana kejiwaan seorang pengarang, baik pikir maupun rasa (emosi) untuk menciptakan sebuah karya sastra, seorang pengarang mengandalkan pengamatan terhadap manusia di sekitarnya. Karya sastra adalah cerminan hati manusia, karya sastra dilahirkan untuk menjelaskan eksistensi manusia dan memberi perhatian besar terhadap dunia realitas sepanjang zaman Ahyar (2019:7). 
Sebuah karya sastra ditulis pengarang untuk menawarkan suatu bentuk penghidupan yang diidealkan, melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokoh. Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan yang ingin disampaikan pengarang. Oleh sebab itu jika karya sastra menunjukkan sifat-sifat menyenangkan dan berguna, maka karya sastra itu dapat dianggap sebagai karya sastra yang bernilai dan menarik, dan salah satu karya sastra yang menarik adalah drama. Drama merupakan satu jenis karya sastra yang bentuk fiksi maupun realita yang diangkat menjadi cerita dan ceritanya didominasi oleh dialog, maupun monolog. Drama merupakan gambaran kehidupan yang dipentaskan di atas panggung yang menyajikan permasalahan-permasalahan yang terjadi dan mungkin akan terjadi meskipun hanya bersifat imajinatif. Memerankan tokoh dalam drama, seorang aktor harus berangkat dari konsep bahwa drama merupakan gambaran cerita kehidupan sehari-hari. Petingnya drama sebagai bahan pendidikan di Indonesia dapat memberi pelajaran bagi siswa untuk memahami arti kebaikan dalam hidup. Menurut Liando (2019) peran guru menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Pendidikan merupakan suatu yang sama sekali tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia, tanpa kita sadari pendidikan melingkupi berbagai aspek baik sesuatu yang masuk ke dalam maupun keluar. Pendidikan sebagai suatu wahana di mana semua orang dapat belajar dari tidak tahu menjadi tahu begitu juga dengan pendidikan sebagai proses belajar mengajar yang terjadi di SMKN 1 Lelea. 
Ada banyak siswa yang mampu menangkap setiap informasi yang mereka terima lewat suatu pembelajaran di sekolah maupun dalam lingkungan di mana mereka tinggal, dalam setiap pembelajaran tentunya mempunyai kendala dan tingkat kesulitannya masing-masing. Salah satu pembelajaran yang memiliki tingkat kesulitan yang dihadapi siswa maupun guru adalah Pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya materi drama yang mencakup kemampuan berbahasa dan kemauan bersastra yang meliputi aspek-aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, yang diuraikan menurut standar kompetensi kelulusan dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa. Serta dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya materi drama ini begitu banyak kendala yang dihadapi oleh guru terlebih dalam penyesuaian pembelajaran di era pandemi ini yang dikenal dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Banyak kendala yang dihadapi guru, mulai dari berkurangnya jam pembelajaran, jaringan internet yang tidak sampai pada tempat tinggal siswa, dan proses pembelajaran di tempat tinggal siswa yang tidak bisa dilakukan karena tidak terjangkau dengan berbagai kendala yang terjadi sehingga membuat guru mengalami kendala dalam proses mengajar dan membuat keefektifan dalam proses belajar mengalami penurunan, seperti berkurangnya partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran bermain, kebanyakan siswa menganggap bahwa pembelajaran Drama ini kurang penting, serta kurangnya kemampuan guru dalam pengembangan dan penerapan model pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai dengan materi Drama, serta rendahnya kemampuan siswa dalam bermain drama meliputi aspek intonasi, ucapan, pengaturan jeda, kelancaran berbicara, memosisikan tubuh, ekspresi, dialog untuk menggambarkan karakter tokoh, pandangan mata, ekspresi wajah untuk mendukung ekspresi dialog dan gerakan anggota tubuh untuk mendukung ekspresi dialog. Proses Pembelajaran drama yang di lakukan secara daring maupun luring diera pandemik ini memiliki dampak yang begitu besar dalam penurunan kualitas belajar siswa terlebih pada mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya materi mengenai Drama. 
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengajaran drama. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode bermain peran di dalam pengajaran drama guna pencapaian hasil belajar yang lebih efektif. Agar pembelajaran berbahasa lisan memperoleh hasil yang baik, para guru harus menciptakan proses belajar mengajar yang lebih menyenangkan dan praktis. Bermain peran merupakan salah satu alternatif yang ditempuh”. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa keberhasilan dan kemunduran mutu pendidikan selalu dikembalikan kepada guru walaupun demikian, terlalu berlebihan sebab keberhasilan proses belajar mengajar ditentukan oleh banyak faktor seperti: siswa, metode, alat, dan sarana pengajaran, serta situasi belajar. Berdasarkan kegiatan pembelajaran seperti yang telah dipaparkan, peneliti berinisiatif menetapkan alternatif tindakan untuk memperbaiki rendahnya keterampilan bermain drama dalam penelitian ini, peneliti menggunakan salah satu metode yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan bermain drama monolog yaitu model bermain peran. Model bermain peran adalah pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa dengan cara siswa memerankan suatu tokoh, baik tokoh hidup maupun mati. Model ini mengembangkan penghayatan, tanggung jawab, dan terampil dalam memakai materi yang dipelajari Ningsih (2014:52). 
Model bermain peran merupakan metode pembelajaran yang mana sebagai bagian dari bentuk simulasi yang didorong untuk mengkreasi peristiwa masa lalu atau sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, maupun kejadian-kejadian yang akan muncul di masa depan atau masa mendatang, Sanjaya (2010: 161). Kurikulum 2013, materi pembelajaran bahasa Indonesia di tingkat SMK Kelas XI memuat Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) yang menggambarkan Kompetensi utama yang dikelompokkan dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Kemudian SKL itu dioperasionalkan dalam Kompetensi Inti (KI), pada silabus tertera empat Kompetensi Inti (KI). KI-1 berkaitan dengan sikap terhadap Tuhan yang Maha Esa, KI-2 berkaitan dengan karakter diri dan sikap sosial, KI-3 berkaitan dengan pengetahuan dan materi ajar, dan KI-4 berkaitan dengan penyajian pengetahuan berupa keterampilan. Untuk KI-1 dan KI-2, tidak diajarkan secara langsung, tetapi secara tersirat untuk ditanamkan pada setiap kegiatan pembelajaran. Kemudian KI tersebut diorganisasikan ke dalam Kompetensi dasar (KD). Kompetensi Dasar dalam silabus tertera yaitu 4.19 Mendemonstrasikan sebuah naskah drama dengan memperhatikan isi dan kebahasaan, dengan salah satu kegiatan pembelajarannya yaitu memunculkan penampilan (performance) melalui naskah drama. Dalam perkembangan pendidikan drama bukan lagi sekedar alat yang memainkan peran, tetapi alat untuk menyampaikan ilmu-ilmu yang ada di dalam pendidikan formal. Karena pendidikan dapat memberikan sebuah pengalaman, rasa pada peserta didik, dan rasa itulah yang merangsang kemampuan berpikir siswa. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pembelajaran Drama Monolog Dengan Menggunakan Model Bermain Peran dan Resepsi Penonton" pada Siswa Kelas XI di SMKN 1 Lelea.

1. Unsur Drama 
a. Unsur Intrinsik Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun suatu karya sastra dari dalam Nurgyantoro (2010:23). Unsur intrinsik ini ialah komponen yang terdapat dalam suatu drama serta bagian-bagian dalam unsur ini yang membangun suatu drama. Dan unsur-unsur atau komponen-komponen yang membangun suatu drama itu adalah judul, tema, plot, tokoh cerita dan perwatakan, konflik, latar atau setting, amanat dan bahasa. 
Menurut Fatmawati (2010:12) unsur-unsur atau komponen-komponen yang membangun drama yang dikatakan sebagai unsur intrinsik ialah: 
1. Judul 
Judul merupakan nama suatu drama atau hal apapun, dalam karya seni. Judul memiliki peranan penting yang menunjukkan isi cerita secara singkat. Selain itu, dengan melihat judul kita akan mengetahui beberapa hal atau jalan cerita dari suatu drama. Judul dapat menunjukkan siapa tokoh utama dalam drama tersebut, alur cerita, dan sebagainya. Judul juga dapat dikatakan sebagai kepala karangan dari tulisan, judul juga harus mencakup seluruh isi, singkat, menarik perhatian, masuk akal serta sesuai dengan perkembangan zaman. “Mesin Tik Yang Tak Mati” ini merupakan contoh judul dari sebuah drama, karena judul merupakan cakupan yang lebih sempit. 
2. Tema 
Tema merupakan pokok pikiran atau dasar cerita inti utama atau pokok dari seluruh tulisan yang hendak disampaikan dan bisa diuraikan. Tema juga adalah keseluruhan isi cerita yang dibuat. Tema adalah ide pokok yang menjadi dasar atau pokok utama dari drama. Dapat dikatakan tema sebagai “akar” pada suatu drama. Dengan bertolakkan dari tema, unsur-unsur intrinsik drama dikembangkan dan dikarang sedemikian rupa mengikuti tema yang telah di tentukan, seperti alur pertokohan, latar, gaya bahasa, judul, dan lainnya. Tema tidak perlu baru, asalkan bisa bermanfaat. Tema memiliki cakupan yang lebih luas. “Tak Mati” ini merupakan contoh tema dari sebuah drama. 
3. Plot 
Plot atau alur disebut juga sebagai jalan cerita yang disusun sedemikian rupa dari tahapan-tahapan peristiwa sehingga membentuk rangkaian cerita. Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka cerita dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh atau lebih yang saling berlawanan. Plot juga merupakan jalannya peristiwa dalam drama yang terus bergulir hingga drama tersebut selesai. 
4. Tokoh cerita/perwatakan 
Tokoh cerita merupakan individu-individu yang memainkan peran, terlibat dalam cerita atau konflik pada sebuah drama. Wicaksono (2017), tokoh adalah pelaku cerita, sedangkan penokohan adalah sifat yang dilekatkan pada diri tokoh, penggambaran, atau pelukisan mengenai tokoh cerita Macam-macam tokoh dalam sebuah drama:

Berdasarkan peran
Tokoh utama (central) merupakan tokoh yang dikuatkan atau tokoh utama dalam sebuah cerita atau drama. Sedangkan tokoh tambahan (figuran) merupakan tokoh yang membantu atau mendukung cerita. Cerita dapat memiliki beberapa tokoh utama, yang dapat dikenali dengan seiring munculnya dalam cerita. Sedangkan tokoh figuran hanya muncul beberapa scene, kehadirannya hanya untuk menunjang cerita dari tokoh utama. Berdasarkan watak Tokoh antagonis adalah tokoh yang digambarkan sebagai sosok yang penuh kelicikan, jahat dan penyebab munculnya suatu konflik. Sedangkan tokoh protagonis, merupakan tokoh yang mengalami konflik bersama tokoh antagonis, Tritagonis disebut juga karakter ketiga atau penengah. Menggambarkan watak yang bijak. Berfungsi sebagai pendamai atau jembatan atas penyelesaian konflik. Biasanya muncul sebagai tokoh yang menyelesaikan permasalahan dalam sebuah cerita Berdasarkan perkembangan Tokoh statis yaitu tokoh yang relatif tetap tidak mengalami perubahan dari mulai cerita sampai akhir. Sedangkan tokoh yang berkembang ialah tokoh yang mengalami perubahan seiring dengan konflik-konflik yang terjadi pada alur cerita. 

5. Konflik
Merupakan masalah, pertikaian, pertentangan yang terjadi pada suatu drama. Konflik ini dialami oleh tokoh utama dengan dibantu oleh tokoh penunjang. Setiap drama atau cerita memiliki konflik yang berbeda-beda. Konflik sebuah drama akan menambah ketertarikan pada penonton bahkan sebaliknya mampu mengajak penonton seolah-olah larut dalam pertikaian yang terjadi antar tokoh. Konflik antar tokoh menyimpan teka-teki yang membuat penonton semakin penasaran dengan kelanjutan cerita dan bagaimana akhir. 

6. Latar atau setting 
Latar atau setting merupakan tempat terjadinya setiap peristiwa yang berlangsung dalam alur cerita. Tidak hanya itu, latar mencakup peralatan, waktu, pakaian, budaya, serta yang berhubungan dengan kehidupan para tokoh dalam cerita. Agar dapat menunjang cerita dalam drama sangat diperlukan peralatan, waktu dan pakaian. Semua alat penunjang tersebut dibutuhkan agar cerita bisa lebih hidup. Penggunaan media-media yang berhubungan dengan drama sangat diperlukan untuk penyetelan suasana ataupun untuk menunjang jalannya cerita dalam drama tersebut. Drama akan semakin menarik jika tema dalam cerita dapat disetarakan dengan waktu, tempat bahkan pemain atau tokoh yang sesuai dengan standar yang ada. 

7. Amanat 
Sebuah cerita ingin menyampaikan pesan-pesan moral kepada penonton, amanat ini disampaikan secara tersirat artinya tidak tertulis dalam naskah namun dapat diambil hikmah dari alur dan konflik cerita. Ini merupakan bagian amat penting dan tidak boleh dilupakan dalam sebuah drama. Amanat sebuah cerita biasanya mempunyai pesan moral yang disampaikan pengarang kepada penonton/pembaca. Amanat yang disampaikan dari konflik yang sudah terjadi sehingga membuat terobosan pemecahan masalah untuk diambil pesan-pesan yang akan disampaikan. 

8. Bahasa 
Bahasa yang digunakan dalam sebuah drama memiliki kekhasan yang mengacu pada budaya, serta pendidikan. Bahasa digunakan untuk menghidupkan cerita agar senantiasa komunikatif. Bahasa sebagai salah satu media untuk berbicara sangat diperlukan untuk dapat menyampaikan pesan kepada pembaca / penonton / pendengar. Bahasa yang digunakan dalam cerita harus menyesuaikan dengan tema atau latar dari sebuah cerita, karena bahasa sangat memengaruhi kualitas dari cerita tersebut. Cerita drama yang berlatar belakang dari sebuah desa harus menyesuaikan dengan bahasa setempat, bahkan jika ada peralihan lokasi maka bahasa pada tokoh yang berada di tempat tersebut juga harus menyesuaikan dengan lokasi yang ada. 
Drama monolog adalah suatu percakapan yang dilakukan oleh satu orang atau tokoh tunggal dengan dirinya sendiri. Menurut Suroso (2015:105) Monolog adalah berbicara sendiri, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang dialami tokoh. Monolog diperkenalkan pertama kali di Hollywood sekitar tahun 1964 lalu berkembang menjadi sarana seni dan teater dan sudah menjadi salah satu teori pembelajaran dari karya seni teater monolog. Monolog merupakan suatu bentuk latihan bagi seorang aktor dalam sebuah naskah drama biasa terdapat pembicaraan panjang seorang tokoh dihadapan tokoh lainnya dan hanya ia sendiri yang berbicara, percakapan tokoh inilah yang disebut monolog, dan arena panjangnya percakapan maka emosi perasaan dan karakter tokoh berubah-ubah sesuai dengan isi pokok pembicaraan. Perubahan emosi dan karakter inilah yang coba dilatih oleh aktor. Model Role Playing (bermain peran) adalah suatu cara penugasan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan dapat dilakukan siswa dengan cara memerankan sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal ini bergantung kepada apa yang diperankan, Hamdani (2011:87)

Sanjaya (2006:161) mendefinisikan bahwa metode Role Playing adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari similasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkrasi peristiwa-peristiwa aktual, dan kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Model ini pertama dibuat berdasarkan asumsi bahwa sanggatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata. Kedua, bahwa bermain peran dapat mendorong siswa mengekspresikan perasaannya dan bahkan melepaskan. Ketiga, bahwa proses psikologi melibatkan sikap, nilai dan keyakinan (believe) serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis. Model ini dipelopori oleh George Shaftel (Uno 2012:25). Role Playing dirancang untuk mempengaruhi nilai-nilai pribadi dan sosial. Perilaku dan nilai-nilai diharapkan anak menjadi sumber bagi penemuan berikutnya, Rusman (2010: 138) Role Playing sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Proses bermain peran dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai saran bagi siswa untuk mengenai perasaannya, memperoleh dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai dan presepsinya, mengembangkan keterampilan serta sikap dalam memecahkan masalah, dan mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara. Hal ini akan bermanfaat bagi siswa pada saat terjun ke masyarakat kelak, karena ia dapat menempatkan diri dalam situasi di mana begitu banyak peran terjadi, seperti dalam lingkungan keluarga, bertetangga, lingkungan kerja, dan lain-lain. Keberhasilan permainan Role Playing tergantung pada kualitas bermain peran (enactment) yang diikuti dengan analisis terhadapnya. Di samping itu, tergantung pua pada presepsi siswa tentang peran yang dimainkan terhadap situasi nyata (real life situation). Menurut Menurut Aunurrahman (2014:155) model Role Playing digunakan untuk membantu para siswa mengumpulkan dan mengorganisasikan isu-isu moral, sosial, mengembangkan empati terhadap orang lain, dan berupaya memperbaiki keterampilan sosial. Jika ditelaah dari esensinya, model bermain peran lebih menitik bertakan keterlibatan partisipan dan pengamat dalam situasi atau masalah nyata serta berusaha mengatasinya. Melalui proses ini disajikan contoh perilaku kehidupan manusia yang merupakan contoh bagi siswa untuk mengkaji perasaan, menambah pengetahuan sikap, nilai-nilai dan presepsinya, mengembangkan keterampilan dan sikapnya di dalam pemecahan masalah, serta berupaya mengkaji pelajaran dengan berbagai cara. Model bermain peran merupakan suatu model mengajar siswa untuk mendramatisasikan tingkah laku atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia, Hamdani (2010:268). 

Prinsip dasar dalam model Role Playing adalah sebagai berikut: 
1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya. 
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota adalah tim. 
3. Kelompok mempunyai tujuan yang sama.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya. 
5. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 
7. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok bermain, Santoso (2011) 

Menurut Djamarah san Zain (Iru dan Arihi, 2012:88-89) kelebihan dan kekurangan dari model Role Playing (bermain peran) adalah sebagai berikut: 
1. Kelebihan Model Role Playing (Bermain Peran) 
    a. Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankan. Dengan demikian, daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama. 
    b. Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif, pada waktu bermain peran, para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia 
    c. Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibir seni drama dari sekolah. 
    d. Kerja sama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina 
    e. Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya. 
    f. Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah dipahami orang lain. 

2. Kekurangan Model Role Playing (Bermain peran) 
a. Sebagian anak tidak ikut bermain peran menjadi kurang aktif. 
b. Memerlukan banyak waktu. 
c. Memerlukan tempat yang cukup luas. 
d. Sering kelas lain merasa terganggu oleh suara para pemain dan tepuk tangan penonton/pengamat.

Metode

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik. Penelitian deskriptif analitik merupakan salah satu penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap suatu objek penelitian yang diteliti melalui sampel atau data yang telah terkumpul dan membuat kesimpulan yang berlaku umum, Sugiyono (2009). Dalam penelitian Penerapan Model Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran Berdrama Monolog yaitu menggunakan teknik pengumpulan data (a) observasi, (b) wawancara, dan, (c) tes. Penelitian ini telah dilaksanakan pada siswa kelas XI SMKN 1 Lelea dengan jumlah 10 orang siswa. Penelitian telah dilakukan pada bulan Desember 2021. Kemampuan Berdrama Monolog dengan menggunakan Model Bermain Peran aspek penelitian menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Ali Muhamad yaitu Presentase sebagaimana dikemukakan oleh Ali (1987:184), yaitu: Presentase nilai individu dengan menggunakan rumus:

∑ A + B + C + D + E 100 x 100% 
Keterangan: 
X = Nilai Individual 
∑ = Jumlah 
A = Penghayatan 
B = Vokal dan Intonasi 
C = Kelenturan komunikasi 
D = Interpretasi naskah dengan kesatuan 
E = Tata busana, Tata Rias, Tata suara dan Tata pentas 
Sedangkan tingkat keterampilan yang dicapai oleh siswa ditetapkan berdasarkan kriteria, sebagai berikut: 
90% - 100% = Sanggat Mampu 
80% - 89% = Mampu 
70% - 79% = Cukup Mampu 
0%-65% = Kurang Mampu

Hasil

Pembelajaran Drama Monolog Menggunakan Model Bermain Peran Siswa Kelas XI Bahasa SMKN 1 Lelea

Beo Pembelajaran drama monolog adalah salah satu materi bermain drama dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran ini perlu diberikan kepada siswa karena pada masa ini siswa diajarkan harus mampu mengembangkan kehidupan ke depan serta mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dalam pembelajaran drama monolog ini akan lebih efektif dan menyenangkan apabila dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran. Model pembelajaran bermain peran dapat membuat siswa bersemangat, terarah dalam memahami dan mengembangkan ketrampilan berdrama monolog. Model bermain peran juga dapat melatih siswa dalam mengasah dan melatih mental maupun kemampuan berekspresi dalam pembelajaran drama monolog. Model bermain peran sanggatlah menarik sebagai salah satu model pembelajaran yang baik digunakan untuk berdrama monolog, dengan menggunakan model bermain peran dapat memberikan inspirasi kepada siswa mengenai gambaran yang akan diperankan. Hasil pembagian kuesioner penonton drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati karya NN ditemukan penonton memiliki klasifikasi tertinggi. Setiap jawaban yang berhubungan dengan pertanyaan mengenai tanggapan mereka terhadap drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati mendapatkan nilai 100, tetapi pemilihan klasifikasi jawaban dengan spesifikasi “setuju” lebih diprioritaskan bila dibandingkan dengan pilihan jawaban “tidak setuju” dan “tidak tahu”. Pembagian kuesioner instrumental ditujukan untuk menentukan pemilihan penonton dalam penelitian ini. Jumlah siswa kelas XI SMKN 1 Lelea berjumlah 10 orang, seluruh siswa mengambil peran dalam kuesioner tersebut. Pengisian kuesioner dilakukan di dalam kelas secara bersama-sama dengan pengawasan dan meminimalisasi potensi kerjasama antar siswa sehingga diharapkan hasil kuesioner bisa dipertanggungjawabkan keautentikannya. Jawaban pada klasifikasi pertanyaan yang berhubungan dengan pemahaman mereka terhadap drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati hanya akan dihitung nilainya apabila mereka menjawab pertanyaan dengan jawaban yang sesuai dengan isi cerita drama. 
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah: 
1. Drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati mempunyai tema perjuangan seseorang yang mengabdikan hidupnya sebagai penulis? 
2. Apakah tema tersebut mudah ditemukan di dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? 
3. Alur dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? 
4. Apakah alur dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati mudah untuk ditemui responden? 
5. Di bagian manakah munculnya konflik dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? 
6. Peyelesaian masalah dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati saat bagian mana? 
7. Bagaimana watak tokoh dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? 
8. Menurut responden hal apa yang dirasakan oleh tokoh “lelaki tua” dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? 
9. menurut responden amanat apa yang tepat untuk drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? 
10. Apakah terjadi perubahan penghayatan dan intonasi di dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? 
Jawaban siswa-siswa kelas XI SMKN 1 Lelea terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu beraneka ragam. Keakuratan jawaban dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman pembaca karena dalam memberikan jawaban yang benar menunjukkan bahwa pembaca memahami drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati. 
a. Tahap Pembelajaran 
1. Awal Guru memasuki kelas, sebelum pelajaran dimulai guru memberikan salam, setelah itu guru menunjuk salah satu siswa untuk berdoa, kemudian mengambil daftar hadir dan mengecek kehadiran siswa, guru mengulang kembali materi yang telah diajarkan kemarin. Kemudian guru memberikan motivasi, setelah itu guru menyuruh siswa untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam pembelajaran berkaitan dengan drama monolog yang akan dipentaskan. 
2. Inti Pada kegiatan inti ini mengikuti langkah-langkah dari Model Bermain Peran. Langkah-Langkah Pembelajaran Role Playing. 
1. Pemanasan (warming up)
2. Menyiapkan pengamatan (observer) 
3. Menata panggung 
4. Memainkan peran (manggung ulang) 
5. Diskusi dan Evaluasi 
6. Memainkan peran ulang (manggung ulang) 
7. Diskusi dan Evaluasi kedua, 
8. Berbagai pengalaman dan kesimpulan 
Langkah pertama peneliti berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang semua orang perlu mempelajari dan menguasainya. Bagian berikut dari proses pemanasan adalah menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai contoh. Hal ini biasa muncul dari imajinasi siswa atau sengaja disiapkan oleh peneliti. Sebagai contoh peneliti menyediakan satu cerita untuk dibaca di depan kelas, pembacaan cerita berhenti jika dilema dalam cerita menjadi jelas, kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan oleh peneliti yang membuat siswa berpikir tentang hal tersebut dan memprediksi akhir cerita. 
Langkah kedua memilih pemain (partisipan), siswa dan peneliti bersama-sama membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkan. Dalam pemilihan pemain ini, peneliti dapat memilih siswa yang sesuai untuk memainkannya atau siswa sendiri yang mengusulkan akan memainkan siapa dan mendeskripsikan peran-perannya. Langkah pertama dilakukan jika siswa pasif dan dengan untuk berperan apa pun. 
Langkah ketiga, menata panggung. Dalam hal ini peneliti mendiskusikan dengan siswa di mana dan bagaimana peran itu akan dimainkan. Apa saja kebutuhan yang diperlukan. Penata panggung ini dapat sederhana atau kompleks. Yang paling sederhana adalah hanya membahas skenario (tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan urutan permainan peran. Misalnya, siapa dulu yang akan muncul, kemudian diikuti oleh siapa dan bagaimana seterusnya. Sementara penata panggung yang lebih kompleks meliputi aksesoris lain seperti kostum dan lain-lain. Konsep sederhana memungkinkan untuk dilakukan karena intinya bukan kemewahan panggung, tetapi proses bermain peran itu sendiri. 
Langkah keempat, guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat, namun demikian penting untuk dicatat bahwa pengamat di sini harus terlibat aktif dalam bermain peran. Untuk itu walaupun mereka ditugaskan sebagai pengamat, peneliti sebaiknya memberikan tugas peran terhadap mereka agar dapat terlibat aktif dalam permainan peran tersebut. 
Langkah kelima, permainan peran dimulai. Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya akan banyak siswa yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah terlalu jauh keluar jalur, peneliti dapat menghentikannya untuk segera masuk kelangkah berikutnya. 
Langkah keenam, peneliti bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan muncul. Mungkin adad siswa yang meminta untuk berganti peran. Atau bahkan alur ceritanya akan lebih sedikit berubah. Apa pun hasil diskusi dan evaluasi tidak jadi masalah. 
Langkah ketujuh, permainan peran ulang, seharusnya pada permainan peran kedua ini akan berjalan baik. Siswa dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario. 
Langkah kedelapan, pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas. Mengapa demikian? Karena pada saat permainan peran dilakukan, banyak peran yang melampaui batas kenyataan. Langkah kesembilan, siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan menjawab kuesioner yang sudah disediakan oleh peneliti. Selanjutnya peneliti melakukan pengelolaan terhadap resepsi siswa dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati

3. Akhir Guru memberikan apresiasi kepada siswa yang berhasil tampil berdrama monolog dengan baik, dan memberikan motivasi kepada siswa yang kurang mampu dalam berdrama monolog. Kemudian siswa diberikan kesempatan untuk bertanya, setelah itu guru mengakhiri kegiatan pembelajaran bermain drama dan menunjuk salah seorang siswa untuk berdoa. 
b. Deskripsi Pembelajaran 
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pembelajaran drama monolog dengan menggunakan model bermain peran dan resepsi siswa melalaui naskah drama monolog “Mesin Tik Yang Tak Mati Karya NN “siswa kelas XI IBB SMA Negeri 1 Beo. Peserta didik sebagai subjek penelitian dan peneliti yang mengobservasi kegiatan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah kegiatan belajar-mengajar. Jumlah siswa kelas XI IBB SMKN 1 Lelea 10 orang. 10 orang peserta didik itu memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda, ada yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Kegiatan belajar-mengajar diawali dengan menciptakan suasana kelas yang siap belajar, kemudian dilanjutkan dengan pemberian motivasi kepada peserta didik. Pembelajaran drama monolog dengan menggunakan model bermain peran dan resepsi siswa. Peneliti mempertunjukkan video drama monolog kepada peserta didik, kemudian menentukan naskah drama monolog yang akan digunakan. Sebagai responden untuk merangsang semangat belajar dan imajinasi siswa serta menggerakkan kreativitas siswa dalam pembelajaran drama monolog sebagai timbal balik peserta didik dapat mempertunjukkan drama monolog dengan rasa senang dan tertarik Kemampuan Berdrama Monolog dengan Menggunakan Model Bermain Peran Kelas XI SMKN 1 Lelea 
Setelah melaksanakan pembelajaran drama monolog dengan menggunakan model bermain peran siswa kelas XI SMKN 1 Lelea. Jumlah siswa yang mengikuti pembelajaran drama monolog dengan menggunakan model bermain berjumlah 10 orang. Siswa diharapkan mampu mengikuti pembelajaran drama monolog hingga selesai dan mampu untuk menjawab pertanyaan kuesioner yang diberikan oleh peneliti kepada siswa. Siswa diharapkan mampu memberikan tanggapan atau respon dari jawaban yang sesuai dengan drama monolog yang sudah ditonton oleh para siswa. Hasil yang sudah didapatkan oleh siswa dimuat dalam tabel di bawah kemudian di olah dengan menggunakan rumus yang ada. Siswa dievaluasi sehingga dapat terlihat kemampuan berdrama monolog.

Resepsi Siswa (Penonton) Terhadap Pembelajaran Drama Monolog Menggunakan Model Bermain Peran 
Siswa yang berada di dalam kelas berjumlah 10 orang dan membuat jawaban yang berbeda-beda dan sesuai dengan jawaban yang telah disediakan pada lembar kuesioner. Adapun jawaban-jawaban dari para siswa beserta inisial yang sudah peneliti paparkan di bawah ini: 
1. Penonton pertama jenis kelamin laki-laki, berinisial KT, menjawab setuju pada drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati bahwa tema perjuangan seseorang yang mengabdikan hidupnya sebagai penulis. Tema dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati begitu mudah ditemukan. Alur dalam drama monolog adalah alur maju mundur, alur dalam drama tersebut begitu mudah ditemukan. Munculnya bagian konflik pada saat ia menemukan secarik surat dari bayu, penyelesaian masalah dalam drama tersebut pada saat ia mengangkat mesin tik dan memeluknya. Watak tokoh dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati yaitu: kritis, egois, idealis dan keras kepala. Menurut responden apa yang dirasakan oleh tokoh lelaki tua? Kesepian. Menurut responden amanat apa yang tepat untuk drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? sikap egois menghancurkan kehidupan terutama dalam keluarga dan kehidupan bermasyarakat. Pertanyaan yang terakhir, apakah terjadi perubahan penghayatan dan intonasi di dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? penonton pertama menjawab “setuju”. 
2. Penonton kedua, berjenis kelamin laki-laki dan berinisial BM. Menjawab setuju pada pertanyaan pertama yaitu, drama monolog mempunyai tema perjuangan seseorang yang mengabdikan hidupnya sebagai penulis. Tema dalam drama monolog begitu mudah ditemukan “setuju”. Alur maju-mundur, alur dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati tidak terlalu mudah ditemukan. Munculnya bagian konflik dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati pada saat ia menemukan secarik surat dari bayu, kemudian penyelesaian masalah dalam drama monolog tersebut ketika ia berdiri dan menatap ke arah jendela kecil ruangan itu. Watak tokoh “lelaki tua” kritis, egois, idealis dan keras kepala. Menurut responden apa yang dirasakan oleh “lelaki tua” kesepian. Amanat apa yang tepat untuk drama tersebut? Sikap egois dapat menghancurkan kehidupan terutama dalam keluarga dan kehidupan bermasyarakat. Apakah terjadi perubahan penghayatan dan intonasi di dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? jawaban penonton kedua “setuju”. 
3. Penonton ketiga, berjenis kelamin laki-laki dan berinisial RK. Jawaban pada pertanyaan pertama “setuju” bahwa tema perjuangan seseorang yang mengabdikan hidupnya sebagai penulis. Kemudian, tema tersebut mudah ditemukan di dalam drama Mesin Tik Yang Tak Mati. alur maju-mundur dan tidak terlalu mudah ditemukan dalam drama tersebut. Munculnya konflik dalam drama pada saat ia menemukan secarik surat dari bayu, penyelesaian masalah saat ia mengangkat mesin tik dan memeluknya. Watak tokoh dalam drama monolog yaitu kritis, egois, idealis dan keras kepala. Menurut responden hal apa yang dirasakan oleh tokoh lelaki tua? Kesepian. Menurut responden amanat apa yang tepat untuk drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? manusia sebagai makhluk sosial hendaknya tidak menjadikan sikap egois sebagai jurang pemisah dalam kehidupan bermasyarakat. Pertanyaan terakhir, apakah terjadi perubahan penghayatan dan intonasi di dalam drama tersebut? Penonton menjawab “setuju”. 
4. Penonton keempat, berjenis kelamin perempuan dan berinisial IE. Drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati mempunyai tema perjuangan seseorang yang mengabdikan hidupnya sebagai penulis? “setuju”. Tema dalam drama tersebut begitu mudah ditemukan, alur maju-mundur yang terdapat dalam drama monolog dana begitu mudah ditemukan. Munculnya konflik pada saat ia menemukan secarik kertas dari bayu, penyelesaian masalah dalam drama tersebut ketika ia berdiri dan menatap ke arah jendela kecil di ruangan itu. Watak tokoh dalam drama monolog tersebut yaitu: kritis, egois, idealis dan keras kepala. Menurut responden apa yang dirasakan lelaki tua? Kesepian. Amanat apa yang tepat untuk drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? manusia sebagai makhluk sosial hendaknya tidak menjadikan sikap egois sebagai jurang pemisah dalam kehidupan bermasyarakat. Pertanyaan terakhir, apakah terjadi perubahan penghayatan dan intonasi di dalam drama tersebut? Setuju. 
5. Penonton kelima, berjenis kelamin perempuan dan berinisial WA. Pertanyaan, drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati mempunyai tema perjuangan seseorang yang mengabdikan hidupnya sebagai penulis? Dan apakah tema tersebut mudah ditemukan dalam drama? Penonton menjawab kedua pertanyaan dengan “setuju”. Alur maju-mundur dan alur mudah ditemukan dalam drama monolog tersebut. Di bagian manakah munculnya konflik dan penyelesaian masalah? Saat ia berdiri menemukan secarik kertas dari bari bayu dan ketika ia berdiri dan menatap ke arah jendela kecil ruangan itu. Watak tokoh dalam drama monolog tersebut? Kritis, egois, idealis dan keras kepala. Menurut responden apa yang dirasakan oleh lelaki tua? Kesepian. Amanat apa yang tepat untuk drama tersebut? Sikap egois dapat menghancurkan kehidupan terutama dalam keluarga dan kehidupan bermasyarakat. Pertanyaan terakhir, apakah terjadi perubahan penghayatan dan intonasi di dalam drama? Setuju. 
6. Penonton keenam. Berjenis kelamin perempuan dan berinisial OW. Penonton keenam menjawab pertanyaan tema perjuangan seseorang yang mengabdikan hidupnya sebagai penulis dan tema tersbut begitu mudah ditemukan dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? setuju. Alur maju-mundur dan begitu mudah menemukan alur tersebut. Munculnya konflik dan penyelesaian masalah pada saat ia membanting mesin tik tua itu dan menyelesaikan pada saat ia berdiri dan menatap ke arah jendelan kecil ruangan itu. Watak tokoh dalam drama begitu mudah marah dan keras kepala. Menurut responden apa yang dirasakan oleh lelaki tua? Kegagalan. Amanat apa yang tepat untuk drama tersebut? Manusia sebagai makhluk sosial hendaknya tidak menjadikan sikap egois jurang pemisah dalam kehidupan bermasyarakat. Apakah terjadi perubahan penghayatan dan intonasi dalam drama tersebut? Penonton menjawab setuju. 
7. Penonton ketujuh, berjenis kelamin laki-laki dan berinisial BS. Menjawab setuju pada pertanyaan pertama dan kedua bahwa drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati mempunyai tema perjuangan seseorang yang mengabdikan hidupnya sebagai penulis dan tema tersebut begitu mudah ditemukan. Alur maju-mundur dan sangat mudah ditemui pada drama tersebut. Konflik dan penyelesaian masalah dalam drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? saat istri/suami dan kelima anaknya pergi meninggalkan dia dan ketika ia berdiri menatap ke arah jendela kecil ruangan itu. Watak tokoh dalam drama monolog tersebut kritis, egois, idealis dan keras kepala. Menurut responden apa yang dirasakan oleh lelaku tua? Kesepian. Amanat apa yang tepat untuk drama monolog tersebut? Sikap egois dapat menghancurkan kehidupan terutama dalam keluarga dan kehidupan bermasyarakat. Pertanyaan terakhir, apakah terjadi perubahan penghayatan dan intonasi? Penonton menjawab “setuju”. 
8. Penonton kedelapan, berjenis kelamin laki-laki dan berinisial PG. Pertanyaan pertama dan kedua dijawab oleh penonton “setuju” bahwa drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati mempunyai tema perjuangan seseorang yang mengabdikan hidupnya sebagai penulis dan tema begitu mudah ditemukan? Alur begitu mudah ditemukan dan mempunyai alur maju-mundur. Munculnya konflik dan penyelesaian masalah pada saat suami-istri dan kelima anaknya pergi meninggalkan dia kemudian terselesaikan pada saat ia mengangkat mesin tik dan memeluknya. Watak tokoh dalam drama tersebut? Mudah marah dan kkeras kepala. Menurut responden apa yang dirasakan oleh tokoh lelaki tua? Kesepian. Amanat apa yang tepat untuk drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati? Mesin Tik Yang Tak Mati? sikap egois dapat menghancurkan kehidupan terutama dalam keluarga dan kehidupan bermasyarakat. Pertanyaan terakhir, apakah terjadi perubahan penghayatan dan intonasi? Penonton menjawab “setuju”. 
9. Penonton kesembilan, berjenis kelamin laki-laki dan berinisial YS. Jawaban dari pertanyaan pertama dan kedua setuju bahwa tema dalam drama Mesin Tik Yang Tak Mati perjuangan seseorang yang mengabdikan hidupnya sebagai penulis dan tema begitu mudah ditemukan. Alur yang begitu mudah ditemukan karena alur maju-mundur. Munculnya konflik saat ia menemukan secarik surat dari bayu serta penyelesaian masalah pada saat ia berdiri dan menatap ke arah jendelan kecil ruangan itu. Watak tokoh dalam drama tersebut yaitu kritis, egois, idealis dan keras kepala. Menurut responden apa yang dirasakan oleh lelaki tua? Kegagalan. Amanat apa yang tepat untuk drama ini? manusia sebagai makhluk sosial hendaknya tidak menjadikan sikap egois sebagai jurang pemisah dalam kehidupan bermasyarakat. Penonton menjawab pertanyaan terakhir dengan setuju. 
10. Penonton terakhir yakni kesepuluh, berjenis kelamin laki-laki dan berinisial DW. Menjawab pertanyaan pertama dan kedua “setuju” bahwa tema dalam drama ini begitu mudah ditemukan dan perjuangan seseorang yang mengabdikan hidupnya sebagai penulis. Alur yang mudah ditemukan serta alur maju-mundur. Munculnya konflik saat ia menemukan secarik kertas dari bayu, kemudian penyelesaian masalah saat ia mengangkat mesin tik dan memeluknya. Watak tokoh dalam drama monolog tersebut yaitu: kritis, egois, idealis dan keras kepala. Menurut responden, apa yang dirasakan oleh lelaki tua? Kesepian. Amanat apa yang tepat untuk drama monolog tersebut? Kemudian apakah terjadi perubahan penghayatan dan intonasi? Responden menjawab, sikap egois dapat menghancurkan kehidupan terutama dalam keluarga dan kehidupan bermasyarakat, serta setuju bahwa terjadi perubahan penghayatan pada drama tersebut.

Pembahasan

Sejalan dengan penelitian ini dikategorikan mampu dalam berdrama monolog, berdasarkan hasil analisis data maka siswa berada dalam kategori sanggat mampu yaitu pada rentang nilai 90-100% sebanyak 3 orang, dengan jumlah nilai masing-masing S01, S05 dan S08 mendapatkan nilai 90 siswa yang dikategorikan sanggat mampu adalah siswa yang benar-benar memahami penjelasan tentang materi yang diberikan mengenai drama monolog menggunakan model bermain peran dan resepsi siswa. Siswa yang dikategorikan mampu yaitu pada rentang nilai 80-89% sebanyak 4 orang dengan jumlah nilai masing-masing S4,dan S10 mendapat nilai 85 sedangkan S3 dan S7 mendapat nilai 80. Siswa yang dikategorikan cukup mampu pada rentang nilai 70-79% sebanyak 2 orang masing-masing dengan nilai S2 mendapat nilai 75, sedangkan S9 mendapat nilai 70. Siswa yang dikategorikan tidak mampu pada rentang nilai 0-69% sebanyak 1 orang masing-masing dengan nilai S6 mendapat nilai 65. Jadi nilai rata-rata yang dicapai 81,00%. Penghayatan untuk penilaian secara keseluruhan dari 10 siswa. Drama monolog yang berjudul “Mesin Tik Yang Tak Mati” untuk penghayatan tokoh yaitu seorang jurnalis yang menginjak usia tua, dalam hidupnya dia hanya mengabadikan dirinya sebagai seorang jurnalis/penulis berita dan tajuk rencana. Sikap yang keras, kritis dan berani menjadikan dirinya harus mengalami kehidupan sebagai tahanan rumah bahkan dirinya tidak diperbolehkan berinteraksi dengan masyarakat luas karya tulisnya dicekal, istri dan kelima anak-anaknya pun pergi meninggalkannya dan mencari kehidupan baru. Dan yang tertinggal dengannya hanya mesin tik tua yang tidak bisa digunakan lagi hingga pada akhirnya si jurnalis tua pun tersadar oleh rasa penyesalan karena keegoannya hingga membuat semua harus pergi meninggalkannya. Ada siswa yang masih kurang memahami dalam memberikan sebuah gambaran untuk pengenalan karakter tokoh dan penghayatan dalam sebuah drama monolog seperti siswa nomor 6 hanya mampu menjelaskan lewat kata-kata tidak mampu mendalami karakter tokoh seorang jurnalis tua seperti apa? Latar dan konflik yang dialami tidak terlihat. Vokal untuk penilaian secara keseluruhan dari 10 siswa. Penilaian drama monolog tersebut bagaimana siswa tersebut mampu mengolah intonasi dari naskah monolog yang dia tampilkan, apakah dia mampu mengatur jeda dalam tinggi rendahnya suara yang harus dia keluarkan sesuai dengan teks drama monolog. Secara keseluruhan dari 10 orang siswa mampu dalam mengolah dengan tepat suara atau intonasi sesuai dengan kalimat dalam naskah drama monolog.

Kelenturan, untuk penilaian secara keseluruhan dari 10 orang siswa.

Naskah drama monolog yang berjudul “Mesin Tik Yang Tak Mati” kelenturan gerak berdasarkan naskah monolog tersebut, bagaimana siswa tersebut mampu mengolah gerak seperti tokoh jurnalis tua dalam naskah drama monolog tersebut. Ada beberapa siswa yang belum terlalu mendalami dan memahami karakter sesuai dengan naskah monolog yang ada, seperti siswa nomor 3 dan siswa nomor 09 mereka hanya mampu menjelaskan sesuai dengan naskah namun tidak mampu mengembangkan dan menampilkan karakter dari tokoh tersebut.

Interpretasi naskah dengan kesatuan secara keseluruhan dari 10 siswa.

Mampu memahami, mengerti dan melafalkan dengan tepat naskah monolog yang ditampilkan. Ada beberapa siswa yang dikategorikan tidak mampu memahami karakter tokoh sehingga dia tidak bisa menampilkan dengan baik pertunjukan drama monolog tersebut. Dan ada beberapa siswa yang mampu memahami, melafalkan dan dapat menampilkan drama monolog dengan baik berdasarkan naskah dan sanggat mampu dalam menginterpretasi naskah dengan keseluruhannya dan menampikan drama monolog dengan cukup baik.

Tata Busana, Tata Rias, Tata Suara dan Tata Pentas Keseluruhan 10 Siswa

Kurang mampu dalam menampilkan busana dan riasan sesuai dengan karakter, dan latar dalam naskah drama monolog. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh peneliti bahwa pembelajaran drama monolog dengan menggunakan mode bermain peran dan resepsi siswa memberikan dampak positif bagi siswa kelas XI SMA Negeri 1 Beo. Baik dari segi proses maupun segi hasil dari drama monolog. Maka dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dengan model bermain peran serta resepsi siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya drama monolog dapat membantu dalam pencapaian tujuan pembelajaran sehingga guru harus lebih memperhatikan penggunaan media pembelajaran dan respon siswa terhadap materi yang diajarkan.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian Kemampuan Berdrama Monolog dan Resepsi siswa pada kelas XI SMKN 1 Lelea, tergolong mampu karena nilai 80-89%. 1. Tingkat keberhasilan siswa dalam berdrama monolog terlihat dari kemampuan mereka dalam mengembangkan aspek-aspek dalam sebuah drama monolog: Pada aspek penghayatan dengan skor 20, aspek vokal dengan skor 20, aspek kelenturan komunikasi dengan skor 20, aspek interpretasi naskah dengan kesatuan dengan skor 20 dan Tata busana, Tata Rias, Tata suara dan Tata pentas dengan skor 20. 2. Hasil penelitian terlihat, secara umum menunjukkan adanya perubahan dalam berdrama monolog hal ini ditunjukkan dengan melihat tingkat keberhasilan siswa secara keseluruhan mencapai nilai rata-rata 81.00%. 3 orang siswa berada pada rentang 90-100%, 4 orang siswa pada rentang nilai 80-89%, 2 orang siswa pada rentang nilai 70-79% dan satu orang siswa berada pada rentang nilai 0-69%. 3. Resepsi siswa terhadap pertunjukan drama monolog Mesin Tik Yang Tak Mati pada siswa kelas XI SMKN 1 Lelea menunjukkan bahwa siswa sangat tertarik dengan pembelajaran tersebut, karena siswa langsung diberikan kuesioner untuk dijawab pertanyaan-pertanyaan tentang drama monolog tersebut.

Post a Comment for "Pembelajaran Drama Monolog dengan Menggunakan Model Bermain Peran"