PUISI PUISI KEREN
kumpulan puisi |
Menjelma Semesta
“Oleh: Fera, @listianindah”Seperti berjalan di tepian pantai
Merasakan basahnya ombak di ujung kaki
Yang datang membawa kabar gembira
Dan pergi meninggalkan lara
Membiarkan laut tak mendengar apa-apa
Seperti berjalan di tengah keramaian hutan
Mendapati cahaya berjejal di sela-sela rimbunan
Membinarkan kagum di kedua mata
Melukis senyum di wajah merona
Meski masih tanpa kata-kata
Seperti berjalan di tepian sungai
Melompat di atas bebatuan
Mengalirkan rasa terpendam
Hingga arus membawanya bermuara
Mencipta gelombang di lautan
Seperti aku padamu, Tuan
Bandung, 2 Maret 2024
BUTIRAN DEBU
Karya: Fitri Nurhayati
Auranya sempurna
Nampak elok menawan jiwa
Tutur bicaranya terpelajar, berpendidikan
Lesung pipinya membanjiri kebahagian
Tuhan anugerahi kelebihan
Diberikannya suami idaman
Membuat cemburu kaum Perempuan
Sungguh kau Wanita pilihan
Allah Tuhanmu
Al Quran pedomanmu
Muhammad panutanmu
Syurga tujuanmu
Senyuman tak pernah pergi dari hidupmu
Sapaan tak pernah lepas dari jarakmu
Pujian tak pernah habis dari telingamu
Rezeki selalu mengalir menghampirimu
Berada dinaunganmu
Aku laksana butiran debu
Yang singgah tersapu angin lalu
Dan berlalu tanpa meninggalkan abu
WANITA TANGGUHKU
Karya: Fitri Nurhayati
Ibu kau aktor multitalenta
Kau pandai menjadi ayah
Kau mampu menjadi kakak
Bahkan Kau hebat sebagai sehabat
Wanita Tangguhku
Pejuang bangsa
Tanpa mengharap balas jasa
Tanpa meminta dikasihi upah
Ibunda tercinta
Bertambah usiamu
Bertambah pula kecintaanmu
Bertambah pula kasih sayangmu
Sungguh kehangatanmu tidak pernah surut
Meski surutnya masa mudamu
Surutnya tenagamu
Kau tetap masih menjadi wanita tangguhku
Wahai pionirku
Meski raga ini tumbuh dewasa
Dimatamu aku tetap sama
Belahan jiwa yang masih dimanja
Terimakasih ibu terhebatku.
TEGURAN SANG ILAHI
Karya: Fitri Nurhayati
Kecil namun mematikan
Tak terlihat namun ditakuti
Kau melumpuhkan segalanya
Kau menghancurkan semuanya
Kehadiranmu adalah teguran Sang Ilahi
Bagi kami yang lalai akan hidup ini
Bagi kami yang buta akan pencipta bumi
Bagi kami yang menjungjung tinggi duniawi
Bumi ini telah sunyi
Keramaian telah mati
Udara telah ternodai
Seakan bernafaspun sudah tak nikmat lagi
Manusia wajib sadari
Runtuhmya rasa bersyukur di hati
Lemahnya pendekatan jiwa pada Ilahi
Kikirnya menunaikan kewajiban di bumi
Setelah wabah ini nyata
Hilanglah gelak tawa
Yang tersisa hanya air mata
Sadarilah wahai penghuni dunia, bahwa zaman ini sudah tua
JERUJI KACA
Karya: Fitri Nurhayati
Terbelenggu dalam kegelapan
Terjerat dalam keheningan
Terpaku dalam kebisuan
Terpenjara dalam jeruji kaca rumahan
Inilah masanya, takdir-Nya
Bernafas namun seakan mati
Bergerak namun berada di bui
Berkarya namun tidak diakui
Tak terbayangkan sebelumnya
Negeriku akan sesakit ini
Negeriku akan sepahit ini
Negeriku akan setakut ini
Tuhan telah tunjukan kuasanya
Tiada yang mampu menolaknya
Engkaulah zat yang Maha Kuasa
Pemilik dunia dan akhirtanya
TERBUJUR KAKU
Karya: Fitri Nurhayati
Sumedang, 301023
Ruh beralih dari jasadnya
Meninggalkan luka yang teramat dalamnya
Lihatlah raganya yang dulu gagah
Saat ini, terbujur kaku dan terarah
Kematian telah merenggutnya
Dari tahtanya, hartanya, kepopuleranya
Ketampanan dan kecantikannya
Bahkan keangkuhannya
Kini, hanya nampak jasad itu
Terlentang terbujur kaku
Tinggallah kita menghitung waktu
Nama indahnya akan berlalu
Dihantarkannya jasad itu ke liang lahat
Diiringi tangisan keluarga terdekat
Disaksikan puluhan pasang mata yang melihat
Diselimuti tanah yang nampak pekat
Setelah kaki kami berlalu
Maka, kehidupanmu telah baru
Akhirat yang dulu tabu
Kini telah menjadi temanmu
Nyatanya, setelah kematian
Ada kehidupan yang abadi
Dimana pemiliknya Allah yang hakiki
Detik ini, jasad itu telah bertuan
Lelaki Tua dalam Genggaman
Pagi itu Bandung tak sedingin biasannya
Ada hangat yang samar menyapu kulit muka
Seperti biasa, selepas subuh, lewat tengadah panjang aku mendoakanmu,
Lelaki tua yang ringkih di atas kasur pasien berseprei putih.
Kesembuhanmu adalah puncak pengharapanku, tuan.
Subuh itu kau tak sekalipun membuka mata
biasanya sesekali kau tatap aku yang duduk di sampingmu
lalu minta minum air hangat.
Subuh itu, Lelaki tua ringkih terbaring layu.
Ku usap lembut tanganmu, kau bergeming.
Kupanggil namamu, tetap senyap.
Ada apa denganmu, tuan?
Mengapa kau diamkan aku?
Semalam kau masih menjawab tanyaku, mengapa pagi ini tidak?
Sejenak kita saling membisu,
Kau dengan mimpi panjangmu
Sementara aku dengan perasaan kalut, takut, kusut tidak karuan
Bandung begitu syahdu saat pagi menjelang
Angin pelan-pelan menyibak tirai
Pedar Mentari masuk lewat celah-celah jendela lalu memantul lewat lantai keramik yang mulai usang.
Tapi sekali lagi kesyahduan Bandung malah membuat isak semakin tak terbendung
Wahai lelaki tua, tak pernah ku bayangkan ada pada momentum ini bersamamu.
Dalam cemas, nanar, dan bimbang.
Di hidupku, inilah kala paling pedih
Anak perempuanmu ini harus mebisikkan kalimat sakral
Asyhadu an laa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah
Kali ini adalah puncak patah hati bagiku
Harus melihat napasmu yang semakin lemah dan tanganmu yang mulai dingin dalam genggaman
Tidur panjangmu begitu lelap, Tuan.
Perpisahan ini sesyahdu kota Bandung, khidmat dan sunyi
Tak ada firasat apalagi isyarat
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un
Aku bersaksi kau pulang kepangkuan-Nya dalam keadaan yang baik.
Selamat jalan kekasih.
Bandung, 24 Februari 2024
RSHS, Gedung Fresia, Lantai 3, Kamar 2
Post a Comment for "PUISI PUISI KEREN"