Konsep Garap Monolog Terbunuhnya Sang Koruptor
Konsep Garap Monolog “Terbunuhnya Sang Koruptor” Karya: Abdul Koni, S.Pd.
Konsep monolog ini merupakan cerminan kehidupan di peradilan kita. Saya sebagai
penulis lakon ini menyuguhkan dengan gaya yang humoris, tegang dan penuh intrik.
Konklusi monolog ini berada di akhir cerita dan berwujud sebuah perenungan. Saya
menulis lakon ini sengaja memberikan kesimpulan yang sangat jelas bahwa generasi harapan bangsa
harus diselamatkan dari bahaya korupsi.
Dengan tidak korupsi saja kita sudah membantu “Bagaimana cara mencintai bangsa ini?” Namun
demikian, upaya itu harus dibarengi dengan penegakan hukum yang adil.
Konsep Garap Monolog Terbunuhnya Sang Koruptor
Sebelum membuat tekstur di panggung, saya sebagai sutradara tentu perlu menyelesaikan
terlebih dahulu urusan struktur naskahnya. Diatas, sekilas telah saya paparkan
tema permasalahan yang ingin dibicarakan dalam naskah Terbunuhnya Sang Koruptor.
Analisis naskah adalah hal pertama yang dilakukan. Dalam proses ini saya (Abdul
Koni, S.Pd.) sebagai sutradara sekaligus penulis naskah bersama Sarip Anwar
(siswa/aktor), penata artistik dan penata musik (Ikhsan Sadiyah, S.Pd.)
menganalisis tokoh, alur, latar tempat dan waktu. Hasil analisis itu
menghasilkan beberapa gambaran:
1. Tokoh
Tokoh utama atau tokoh penggerak cerita dalam naskah ini adalah tokoh Aku. Di
dalam naskah tokoh ini secara spesifik
bertindak sebagai pembawa alur cerita atau lakon. Kemudian dilanjutkan dengan munculnya
tokoh_tokoh lain diantaranya Terdakwa, Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan Hakim. Karakter yang jelas dari tokoh terdakwa adalah
seseorang yang punya keberanian bertindak dan menceritakannya dipersidangan. Karakter tokoh JPU merupakan karakter
yang mengada-ada, gagap, dan egois.
Sedangkan karakter tokoh hakim adalah hakim yang perasa, tidak mau diganggu
saat sidang digelar dan pesimis. Di akhir cerita, tokoh Aku (pembawa alur
cerita) memberikan gambaran yang jelas
secara ekonomi dan sosial bahwa hasil korupsi baik berupa mobil mewah, harta
melimpah ataupun istri yang cantik tidak akan membuat kehidupan menjadi tenang,
dan kita tidak perlu iri. Ini sejalan dengan tema lomba “INSPIRASI SUMBER
PRESTASI” yang bertujuan agar generasi muda mampu menginstropeksi atau mawas
diri.
2. Alur
Pengaluran dalam naskah ini berbentuk alur mundur atau flashback. Perisitiwa
saat ini terjadi di awal dan akhir cerita, diantara kedua itu peristiwa terjadi
setelah bangun tidur dan membaca buku “The Honesty is expencive”
3. Latar Tempat, Suasana dan Waktu
Latar tempat pada awal kemunculan tokoh aku sebagai pembawa cerita dimunculkan
dengan suasana alam mimpi dilanjutkan terbangun dari tidurnya dengan merepresentasikan
sebuah ruang sidang di pengadilan.
Diantara adegan awal dan akhir cerita, latar waktu berubah ke masa lalu diikuti
perubahan fungsi latar tempat menjadi sebuah ruang persidangan. Setelah
mendapatkan gambaran dari hasil analisis di atas, saya membuat konsep artisik,
musik, dan pengadegan, berikut uraiannya:
4. Konsep Artistik
Konsep artistik ditekankan untuk bisa memperkuat peristiwa dramatis, imajinatif
dan sugestif pada penonton. Selain memperkuat aspek estetis, artistik juga
harus bersifat fungsional. Media yang digunakan adalah “Topeng_topeng” yang bisa berfungsi mempertegas karakter dari
masing masing tokoh. Setting panggung
yang statis berupa karpet coklat di tengah panggung. Fungsi pembeda karpet
coklat lantai merupakan arena persidangan. Karpet merepresentasikan realitas
dan kain putih yang dikaitkan dengan meja persidangan memperkuat bayangan,
imajinasi dan pengalaman masa lalu. Selain itu juga mengandung unsur-unsur
simbolis. Unsur simbolis ini untuk memberikan ruang imajinatif dan penafsiran
yang lebih luas bagi penonton, misalnya: Kursi terdakwa dibuat kotak agar
terlihat artistik, meja hakim dan Jaksa dilapisi kain putih melambangakan
kejujuran. Selain berfungsi untuk keseimbangan panggung juga untuk beberapa
adegan dapat memperkuat ruang peristiwa, misalnya ketika kursi kotak ditempatkan
di ruang persidangan maka kursi kotak berubah menjadi sebuah kursi pesakitan.
5. Konsep Musik
Musik merupakan salah satu elemen penting dalam
teater dan memegang peranan penting untuk terlaksananya sebuah pertunjukan
teater monolog. Hal ini berkaitan dengan sifat seni pertunjukan yang dapat diapresiasi
dengan berbagai indra yang terdapat pada tubuh kita. Sebagai contoh, untuk
menikmatii unsur audio (musik, suara dialog, tata bunyi, dan berbagai suara
lainnya) dapat diapresiasi melalui indra pendengaran, kemudian diteruskan ke
rasa dan akhirnya menimbulkan sikap apresiatif.
Musik dalam teater mewakili semua hal yang
bersifat auditif, untuk itulah diperlukan perhatian yang sungguh-sungguh dalam
menggarap elemen musik dalam teater, sehingga dapat mendukung pementasan dan
menjadi pelengkap sekaligus membuktikan bahwa musik merupakan salah satu elemen
penting yang terdapat dalam teater monolog ini. Salah satu fungsi yang dapat
memperkuat posisi musik dalam teater monolog adalah: musik dapat memberikan
interpretasi yang sama kuatnya terhadap adegan yang sedang berlangsung di
panggung teater dalam dimensi auditif. Fungsi musik lebih ditekankan untuk
membantu suasana, pengatur dinamika, latar tempat, latar waktu, dan memperkuat
adegan-adegan dramatis. Saya menggunakan
iringan musik tradisional bonang, panci, dan kendang tepak secara live. Konsep
musik saya ini dibantu oleh bapak Ikhsan Sadiyah, S.SPd.
6. Pengadegan
Adegan 1
Dalam adegan awal ini saya coba menggambarkan
suasana perenungan di sebuah teras rumah
dengan ditandai kabut pagi (fogging). Setelah beberapa saat mulailah tokoh Aku sebagai
pembawa cerita bergerak perlahan menyapa topeng_topeng secara simbolik.
Adegan 2
Adegan ini adalah adegan menyanyikan bait lagu
yang sesuai tema yaitu Titi Kolo Mongso (Pada Suatu Ketika) karya Sudjiwo
Tedjo. Saya memasukan unsur lagu yang berbahasa Jawa karena daerah Indramayu
masyarakatnya menggunakan bahasa Jawa Re, disamping ada juga dialog tokoh yang
menggunakan bahasa Sunda karena masyarakat sekitar tempat kami tinggal berbahasa
Sunda Lelea.
Adegan 3
Adegan isi dimulai dari sini dengan memakai
topeng terdakwa yang berani menceritakan kejadian sejelas_jelasnya.
Menceritakan tentang ketidakadilan kehidupan bermasyarakat, status sosial dan hukum. Koreografi itu
menggambarkan bahwa tindakan anarkis yang ia lakukan seperti tidak
memperdulikan nilai-nilai kemanusiaan karena sudah tidak penting lagi bagi
baginya agar sang koruptor diberantas sampai ke akar-akarnya.
Adegan 4
Topeng Jaksa dipakai. Memperdebatkan tindakan
terdakwa, di sini konflik mulai terjadi.
Adegan 5
Tokoh Aku muncul sebagai pemandu yang
menjelaskan kembali apa yang diucapkan tokoh Jaksa. Diselingi dengan dialog
menyindir kebiasaan hidup bermasyarakat yang secara umum mempunyai rasa iri
dengki atas keberhasilan orang lain.
Adegan 6
Adegan Jaksa kembali, mempertajam pendapatnya
menyalahkan terdakwa karena sebetulnya korban pembunuhan yang korupsi itu
adalah saudaranya sendiri.
Adegan 7
Adegan ini adalah adegan tokoh Hakim.
Menenangkan suasana yang mulai panas. Meluruskan jalannya sidang namun karena
suasana gaduh akhirnya sidang ditutup.
Adegan 8
Adegan ini adalah adegan akhir cerita. Setting
panggung kembali lagi ke adegan awal untuk menunjukan bahwa peristiwa dari
adegan 3 sampai adegan 7 hanyalah bayangan masa lalu. Tokoh aku sebagaai pengantar
cerita menyampaikan bahwa yang terjadi hanyalah kebetulan semata dan tidak ada
dalam dunia nyata. Adegan selanjutnya menyanyikan bait lagu seperti pada adegan
2 sebagai tanda berakhirnya sebuah lakon.
Post a Comment for "Konsep Garap Monolog Terbunuhnya Sang Koruptor"