Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PUISI BERNAMA CINTA

sastra indonesia
Mengenal Sastra Indonesia, Ada Apa Saja?
Ketelair Indonesia_ Karya sastra merupakan suatu ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud penulis untuk tujuan estetika. Namun ternyata di balik estetika tersebut, terkandung makna mendalam yang dapat kita ambil sebagai pelajaran hidup. Lantas apa sajakah yang dapat digolongkan sebagai suatu karya sastra Indonesia?

Menurut penuturan Prof. Budi Darma Ph.D, seorang akademisi penulis sastrawan Indonesia, suatu karya sastra dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu karya sastra nonfiksi dan fiksi. Karya sastra bertajuk nonfiksi yang dapat kita temui di Indonesia di antaranya, yaitu karya tulis ilmiah (KTI), laporan, feature, skripsi, tesis, disertasi, dan makalah; sedangkan karya yang tergolong fiksi yaitu puisi, drama, cerpen, dan novel. Kali ini, narasumber menjelaskan mengenai karya sastra fiksi dan berikut adalah paparan yang dijelaskan oleh beliau.

Puisi adalah suatu karya yang telah ada sejak zaman purbakala yaitu sebelum manusia mampu berkata-kata dengan artikulasi yang baik. Puisi dalam zaman tersebut hanya tampak seperti gumaman seseorang yang terlihat seperti mantra. Namun seiring berjalannya waktu, puisi berkembang dengan pesat dan mampu dijadikan sebagai media hiburan, penyampai sebuah pesan penting, dan hal-hal lain di mana dapat disajikan dengan ekspresi pembacaan yang kuat dan diiringi oleh sebuah lagu untuk menambah pendalaman makna bagi pembaca maupun penonton. Puisi memiliki arti kata yang mendalam dan singkat sehingga sangat mudah untuk disajikan sebagai media efektif penyampai sebuah pesan.

Drama muncul ketika manusia menyadari kemampuan untuk menirukan sesuatu. Hal ini muncul ketika masyarakat zaman purbakala menirukan manusia lain dalam mempertahankan hidup yaitu dengan menirukan mereka berburu. Jadi terdapat dua tokoh yang dihadirkan yaitu si pemburu dan binatang buruannya. Mereka memberikan ekspresi kegembiraan dan tarian ketika berhasil mendapatkan buruan tersebut. Dari situlah terilhami adanya pembuatan drama pada saat ini. Drama akan selalu memperhatikan dua konsep tersebut yaitu konsep dan ekspresi yang dibawakan dalam alur ceritanya.

Novel muncul pada abad ke-17 an dibawa oleh John Bunayan, novelis pertama, dengan karyanya yang berjudul Pilgrim’s Progress. Novel pertama kali datang di Indonesia pada tahun 1920-an dimana memuat sebuah kisah yang sesuai dengan tren pada zaman tersebut yaitu percintaan dimana dibuat oleh Marah Rusli dengan novelnya yang berjudul Sitti Nurbaya.

Cerpen atau cerita pendek ini muncul ketika manusia telah mengenal alfabet dan memiliki artikuasi berbicara yang baik. Cerita pendek pada awal mulanya adalah sebuah cerita lisan yang dilontarkan masyarakat dari muut ke mulut kemudian dibukukan dan dituangkan dalam kata-kata sastra yang dalam agar mampu diresapi secara mendalam oleh pembaca. 

Oleh sebab inilah, sastrawan mengungkapkan bahwa cerita pendek adalah sebuah puisi yang berirama sebab dengan irama inilah pembaca mampu mengingat keseluruhan kejadian yang terjadi dalam sebuah cerpen. Cerpen datang di Indonesia karena adanya sebuah pelopor sastrawan besar bernama Soeman HS (1904-1999) di mana ia memperkenalkan karya sastra ini dengan meluncurkan cerpen pertama dan terlaris berjudul “Air yang Berlaga”. Cerpen ini mengambil sudut pandang masyarakat pegunungan di mana diceritakan terdapat seorang pemuda desa yang memiliki sifat buruk yaitu suka membual. Ia membohongi masyarakat pegunungan ini mengenai apa-apa yang ada di sebuah lautan, mengingat masyarakat ini tidak pernah pergi ke laut sama sekali. Di sini amanat, karakter, latar, dan alur yang dijelaskan sangat jelas dan terperinci membawa cerpen ini laris di pasaran. Hal ini dikarenakan komposisi dalam mengiramakan seluruh unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam cerpen mampu dibawakan dengan baik oleh pengarang. Hal inilah yang dijadikan kunci bagi pengarang cerpen Indonesia agar karya yang dihasilkan mampu dipahami dan diterima oleh masyarakat dengan baik.

Menurut penuturan narasumber, untuk menghasilkan suatu karya sastra fiksi khususnya cerpen kita memerlukan atensi besar pada penekanan alur yang akan kita tonjolkan. Selain itu, diperlukan kontinuitas untuk membuat karya agar kita mampu menghasilkan suatu karya yang baik. Sebab kunci dalam sebuah cerpen adalah permainan kosakata dan irama dalam plot cerita. 

Selain itu, karena cerpen memiliki unsur bernama “amanat”, maka alangkah baiknya kita membawakan cerita itu dengan bijaksana. Sebab, bisa saja ketika kita tidak mampu menuliskan sebuah cerita tersebut dengan baik, tidak menutup kemungkiann pembaca akan salah fokus dalam menangkap cerita kita dan menyalahartikan amanat yang akan kita tunjukkan. Oleh sebab itu, saya pribadi menyimpulkan bahwa ketika kita ingin membuat sebuah cerita pendek, kunci utama yang harus kita perhatikan adalah unsur intrinsik, ekstrinsik, amanat dan kata-kata yang seperti apakah agar pembaca tidak memiliki kesalahan persepsi. Dari sinilah latihan menulis dan intensitas membaca memiliki peranan penting untuk menghasilkan karya sastra fiksi yang sangat indah.

Bernama Cinta
Di kota batu berkarang
Khabarmu datang pada tiupan angin senja
Kau cerita bakal lewati malam sendiri
Melukis tirai basah tertusuk rindu
Akanku!

Hujan hujan
Kupun menyimak bisu sambil menyedot asa
Lewat sebatang djarum tak jua hangatkan
Di kejauh kuhitung helai-helai namamu
Ada kecinta terdampar di cermin kuku
Akanku!

Hujan hujan
Bukan puisi meredahkan
Bukan jua doa-doa menghibah
Pada kemeriahan lonceng tuhan
Adalah kita menghitung air mata
Yang lahir
Yang mati

Cerita Cahaya
Pada Suatu Malam
pijar-pijar lampu malam mekar bak kelopak kembang. 
Mengiring betis-betis putih melangkah di cuci cahaya senyap. 
Di situ ada juga betis-betis putih bersila lantai. 
Cerita mereka tentang malam.

Jika subuh membasuh, remang tinggal sebentar.
Setara sayup-sayup pandang ditirai becak. 
Perempuan dan malam mengayuh betis. 
Menjemput ranjang diam.

Hingga gerimis percepat langkah. 
Kembali suram tempat ini di bawah pijar.
Pada Jembatan Kali Code setiap malam tak pernah jadi biasa.
Saling silang cahaya bagai kilat menjilat aspal.

Knalpot meraung menggemuruh guntur.
Orang-orang pinggir jembatan mengukur sepi.
Menghitung detak antara aliran air dan jembatan.
Lalu, atap rumah-rumah mengambang mengawan berwarna direndap gelap. 
Bercerita tentang lintang batas manusia: malam dan siang. 
Saat orang-orang pinggir jembatan membiasakan malam.

Pada Stasiun Tugu
Kalau malam ini kembali, jangan bawa aku tempat ini lagi. 
Malam ini begitu berat bagiku, ketika senyum berarti ranjang.
Doaku sudah lama tak jadi neraca.
Timpang sudah.
 
Aku di sini saja. 
Biarku dibawa ke masa kecilku. 
Bermain lombat-lompat pada ruas-ruas garis bantaran rel. 
Sampai bosan, sebab hujan tak melenyapkan garisnya.
Hingga saatnya deru kereta api membawa aku pulang pada gemuruh banjir di belakang rumahku.

Pada Pulang
Biarlah malam ini menjadi sajak. 
Pada waktu yang kita arsir bersama.
Pada cahaya yang kita hirup bersama. 
Pada dingin yang kita kandung bersama. 

Tak cukup jadi cerita. 
Biar itu jadi gelombang. 

Gemuruhnya selalu kita dengar.
getarnya masih akan terasa, meski kita tak pernah kembali pada arungan yang sama lagi.
Pada suatu malam nanti.

Cemburu Biru
Cemburumu masih biru,
Lebam di ulu jantungmu,
Dekapmu pelan mengendur,
Diantara barisan rindu dan amarah,

Lihat mataku,
Masih indah menunggu tibanya fajar,
Masih berbinar menatap riangnya siang,
Yang berbaur pada buliran cinta,

Yang kau tabur,
Terimakasih dengan cemburumu,
Terimakasih dengan marahmu,
Dan kutau,
Itu kau cinta,

Pada Ladang Sunyi
Hatiku berjalan dalam gelap
Diantara pepohonan yang besar dan tinggi
Kadang terdengar suara gagak
Tapi sesekali kicauan kenari
Menggoda di kejauhan

Wajahku terpantul pada air sungai
Oh…kesendirianlah yang membuatku meradang
Mengumpat hujan yang derasnya menusuk hatiku
Bahkan ketika bersembunyi diantara dinding
Bantal guling menertawakan nasibku
Dan para selimut mengejek sepiku..

Aku pergi mengembara
Pergi ke tempat yang riuh
Dimana tak ada hujan, bantal ataupun selimut
Juga tak ada angin ..

Karena angin
Senantiasa menerbangkan aku ke masa lalu
Matahari bersinar sepanjang tahun sepanjang hari
Tapi di setiap mimpi

Kudapati diriku kembali
Sebab hatiku teringgal di ladang sunyi
Tepat di persimpangan
Yang penuh dengan teka teki

Atas nama cinta
Sepasang camar
Melewati mega mega
Menukik membelah langit
Melesat mengarungi samudra
Mendaki pucak puncak pegunungan
Dan terbang indah diantara lembah lembah

Sepasang camar
Pada hutan rimba tropis
Mengukir nama pada batang kayu
Menulis sejarah cinta dengan tinta biru
Pada setiap jengkal jalanan kota yang dihuni para dewa

Bahkan pada setiap sudut gelap kota kita
Mencetak relief rindu pada candi candi bisu
Meninggalkan bayangan pada ombak pantai kuta
Dan menyimpan desah birahi pada dinding dinding tak bernama

Atas nama cinta
Sepasang camar menutup mata
Pada cibiran bahkan makian
Sebab cinta bukan cinta

Namun sayang……
ketika melintas tepat diatas kota tua
Jantan berseru ‘lihatlah hai betinaku, itu kota kita
dan biarkan aku bermain main sejenak’

Jantan tergoda, betina terluka,
Terlunta menyusuri lembah berkabut di kota tua

camar jantan terbang rendah bermain dengan cakrawala
menjadi gembala, yang menggiring domba domba tersesat kembali ke kandang

‘Lihatlah betinaku,
aku hanya menolong mereka,
memberinya makan dan selimut,
sedikit bermain main sebelum mereka tertidur dan esok menggiring mereka pulang ke kandang’
Berseru jantan pada betina

Tapi betina telah pergi membawa luka
Atas nama cinta
Camar jantan terbang mengembara
Mencari betina yang hilang membawa luka
Bertanya pada batu karang
Mengadu pada tebing
Tak ada jawaban

Atas nama cinta
Camar jantan memohon para dewata
Menemukan kembali cinta sejati sang betina
Menjelma menjadi angin dan air
Sebagai anak anak langit
Lalu turun ke bumi

Mengalir tenang dengan suara gemericik
Melewati celah celah bebatuan
Dengan pesona keindahan , tepat jatuh dari atas pegunungan

Atas nama cinta
Sepasang camar
Bersatu dari hulu sampai muara
Sebab cinta mungkin bukan cinta

Post a Comment for "PUISI BERNAMA CINTA"