Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengulik Sastra Sunda Lea dan Jawa Indramayu

dalam sebuah masa di pendopo Indramayu

Mengulik Sastra Wong Reang dan Aing

Ketelair Indonesia_ Aku ingin menulis karya Sastra yang berjudul “Kenduri Ngarot” dan akhirnya sastra yang menempuh usia 15 tahun ini menjadi PR literasi di benak aku (sebagai REANG atau AING) sebagai Wong Dermayu dalam hal kesastraan jawa pesisir. Pasalnya banyak hal yang mengulik dalam bahasa Jawa Indramayu ini. Disamping ia hidup dan berkembang dalam dialektika masyarakat Jawa Barat. Bahasa Jawa Indramayu dan Sunda juga berkembang di daerah Banten. Unik dan nylekit !

Beberapa kendala dalam pembuatan antalogi tersebut terutama dalam "pereangan" Alih_alih dari kumpulan karya_karya tersebut, dipastikan ada kecenderungan muncul kata_kata baru yang setiap tahun ada saja masanya. Dari sini kita perlu adanya pembakuan dalam bahasa reang dan aing sebab setiap daerah memiliki logatnya masing-masing. Selain itu, perlunya ada kurikulum bahasa Indramayu yang baku  didalam pembelajaran sekolah, bahasa Sunda atau Jawa.

Mengulik hal tersebut, dari pihak pemerintah provinsi Jawa Barat sebenarnya telah berupaya membuat kurikulum bahasa Indramayu. Sayangnya Indramayu identik dengan JawaRenya. Senada dengan upaya tersebut Saya menanggapi terkait kesulitannya dalam mencari referensi budaya Indramayu yang kebanyakan tidak tertulis. Begitu disayangkan, justru yang melakukan penelitian tersebut banyak dari luar Indramayu. Oleh karena itu kehadiran Festival Ngarot layak diapresiasikan. “Antalogi ini lahir dari rahim komunitas sastra yang ada di Indramayu, walaupun belum lengkap tetapi ini cukup beragam dari berbagai komunitas di Lelea”.

Dalam keterlibatan pembuatan Festival Ngatot ini, nanti dapat menampung keluh_kesah sastrawan Indramayu untuk penulis apapun yang berhubungan dengan kesusastraan Sunda Lelea atau JawaRe (reang) yang sebagian besar terdiri dari Komunitas Penyair muda dan komunitas Kelompok Masyarakat Peduli Budaya Peradaban dari Sanggar_sanggar berkait. Sebagai ajang belajar sastra,  di daerah Lelea setiap tahunnya rutin menyelenggarakan kenduri ngarot. Bahwa kemudian seniman itu pembaharu dengan seni_seni modern yang ada di dalamnya, namun ia tetap menjaga norma_norma kesusastraan lama. Sastra memang cenderung kutipan tetapi sastra juga mengenal metafiksi. “Tentunya ada pembaharuan kosakata.” Di festival ngarot lah kata_kata itu berbentuk karya seni yang menakjubkan. Seperti PETUAH KOKOLOT LELEA yang diparadekan menjadi kata kata sakral yang menghipnotis setiap orang. Begitu juga seni yang menyertai diantaranya ; Sampyong, Topeng, Kidung, Ronggeng Ketuk, Wayang, Sandiwara, Genjring, Sintren, Berokan dan lain_lain.

Begitu halnya dengan Saya seorang yang entah apa namanya, namun atas kecintaan pada kearifan lokal ini "Festival Ngarot" akan menjadi pemantik kita (wong Reang) untuk mengenal Sunda Lea dan melestarikan dialek Indramayu atau pereangan yang termasuk sastra Jawa. Indramayu masih gerilya dalam sastra Sundanya atau bahkan Jawanya. Untuk membangun semangat dialek Dermayonan, kita tidak boleh melupakan bahasa Jawa sebagai bahasa asalnya dan bahasa sunda sebagai Sub Culture_nya. Hal ini terjadi karena masyarakat luas beranggapan bahwa bahasa reang bukanlah bagian dari bahasa Jawa atau Sunda sehingga perlu mengenalkan bahwa reang itu bagian dari bahasa Jawa. Saat ini yang ditunggu adalah sosok seniman sastra Sunda dan Jawa melestaikan bahasa Jawa Dermayonan. “Lalu, endi wong Dermayu sejene?” 

Hal ini dirasa menjadi PR pemerintah guna membenahi kebudayaan di Indramayu pasca pageblug. Harapan para pemerhati sastra daerah dan pemerhati budaya terhadap pemerintah yakni tidak sekedar menerbitkan buku bahasa daerah untuk sekolah_sekolah saja tetapi kedepannya ada festival sastra yang dapat berkolaborasi dengan seni lainnya, agar lebih hidup dan modern mengikuti perkembangan zaman. Yuk.., kita bebarengan gawe kenduri dengan judul "FESTIFAL NGAROT."

(Festival Ngarot adalah sebuah pemikiran yang digeluti oleh Abdul Koni, S.Pd. di sekolah wilayah kecamatan Lelea)
Setiap bulan Oktober dalam bulan  bahasa pemikiran yang tertulis itu diimplementasikan dalam sebuah pentas, pameran, lomba, parade, dan pertunjukan lainnya. 

Post a Comment for "Mengulik Sastra Sunda Lea dan Jawa Indramayu"