Kumpulan Cerpen untuk Lomba yang Bertema Cinta Tanah Air
ilustrasi lomba menulis |
Indonesia Tetap Tanah Airku
Oleh: Nabila FahiraAssalamu’alaikum teman-teman perkenalkan namaku Aria. Aku sedang sekolah SD di Jepang. Sahabatku bernama Ayako. Aku dari TK sudah ada di Jepang. Aku asli Indonesia. Ya saat peperangan terjadi antara Indonesia dan Jepang, aku ada di Jepang. Aku tidak diberitahu tentang itu. Ah sedih sekali aku tidak membela Negara sendiri. Padahal Indonesia sudah menjadi kenangan lahir ku. Sementara Ayako berusaha menyembunyikannya.
“halo Aria, em… kok masam gitu mukanya?’’ tanya Ayako.
“Ayako, em… 17 Agustus tahun ini aku mau rayain di Indonesia bersama keluarga ku’’ ucapnya.
“em.... kalau memang mau ke negaramu, ya tidak apa apa’’ jawab Ayako.
“huh, udah lama di jepang masih mau ke negaramu’’ ucap Elisha.
“jangan di masukkan ke hati ya, dia bukan asli Jepang’’ ucap Ayako.
“ya tidak apa-apa’’ ucapku.
“kamu udah lama di Jepang ya jangan balik lagi dong, tanah airmu itu Jepang’’ ucap Elisha yang asli Belanda.
Mohon di perhatikan, jangan di contoh hanya untuk adegan tertentu.
“em… mungkin dia malu karena Negara nya kalah’’ ucap Ayako bercanda.
“jangan begitu dong’’ ucapku.
“gak ada, kamu harus tetap di Jepang’’ ucap Elisha.
“aku enggak mau, tanah airku Indonesia, aku cinta Indonesia’’ ucap ku.
Aku segera keluar dari kelas. Aku lebih senang di kampung. Seperti lirik lagu tanah air.
Walaupun banyak… negri kujalani
Yang mansyur…. Permai di kata orang…
Tetapi kampung…dan rumahku…
Di sanalah ku rasa senang…..
Yuk bela Negara
Oleh: Nabila Fahira
Assalamu’alaikum namaku Glasdan. Ingat ya aku perempuan. Kali ini aku ingin bilang cara membela Negara kita dengan cerpen.
Allahuakbar Allahuakbar azan subuh berkumandang. Aku segera bangun dari tempat tidurku. Setelah shalat aku memakai baju yang sesuai. Seperti batik. Lalu aku pergi ke sekolah. Tiba tiba ada orang buang sampah. Aku mengambilnya.
“Ayako, em… 17 Agustus tahun ini aku mau rayain di Indonesia bersama keluarga ku’’ ucapnya.
“em.... kalau memang mau ke negaramu, ya tidak apa apa’’ jawab Ayako.
“huh, udah lama di jepang masih mau ke negaramu’’ ucap Elisha.
“jangan di masukkan ke hati ya, dia bukan asli Jepang’’ ucap Ayako.
“ya tidak apa-apa’’ ucapku.
“kamu udah lama di Jepang ya jangan balik lagi dong, tanah airmu itu Jepang’’ ucap Elisha yang asli Belanda.
Mohon di perhatikan, jangan di contoh hanya untuk adegan tertentu.
“em… mungkin dia malu karena Negara nya kalah’’ ucap Ayako bercanda.
“jangan begitu dong’’ ucapku.
“gak ada, kamu harus tetap di Jepang’’ ucap Elisha.
“aku enggak mau, tanah airku Indonesia, aku cinta Indonesia’’ ucap ku.
Aku segera keluar dari kelas. Aku lebih senang di kampung. Seperti lirik lagu tanah air.
Walaupun banyak… negri kujalani
Yang mansyur…. Permai di kata orang…
Tetapi kampung…dan rumahku…
Di sanalah ku rasa senang…..
Yuk bela Negara
Oleh: Nabila Fahira
Assalamu’alaikum namaku Glasdan. Ingat ya aku perempuan. Kali ini aku ingin bilang cara membela Negara kita dengan cerpen.
Allahuakbar Allahuakbar azan subuh berkumandang. Aku segera bangun dari tempat tidurku. Setelah shalat aku memakai baju yang sesuai. Seperti batik. Lalu aku pergi ke sekolah. Tiba tiba ada orang buang sampah. Aku mengambilnya.
Pulangnya aku melihat orang membakar sampah. Aku langsung menggelengkan kepala. Setelah orang itu pergi aku mengubur sampah itu agar tidak mengganggu orang.
Di perjalanan aku melihat ada orang yang di bully.
“jangan membuli orang’’ ucapku marah.
Orang yang mem-bully langsung pergi.
“terima kasih ya..’’ucap korban.
Lalu setelah aku pulang aku segera membaca buku, dan belajar. Gitu deh ceritanya. Em… jadi cara cara bela Negara ada di bawah ini ya…
1. Disiplin
2. Jangan membuang sampah sembarangan
3. Jangan membakar sampah
4. Selesai membakar sampah sebaiknya di kubur agar tidak mengganggu orang
5. Jangan menyakiti orang
6. Raihlah pretasimu.
Itu dia beberapa tips dariku. Semangat ya membela Negara kita. Terus menghargai keragaman kita. Wassalamu’alaikum.
Keseruan 17 Agustus
Oleh: Nabila Fahira
Assalamu’alaikum teman teman. Apa kabar. Masih sehat kan. Perkenalkan namaku ….
Maisa. “kakak, bentar lagi 17 Agustus loh, kakak enggak buat lomba?’’ tanyaku di kamar kak Ray {kakak laki laki kandungku}.“ada kok, kamu mau daftar?’’ tanya kakak Ray balik. “iya kak Ray’’ jawabku. “mau daftar yang mana?’’ tanya kak Ray. “semuanya’’ jawabku. “oke deh, besok jangan lupa datang ke lapangan ya…’’ pesan kak Ray.
Di perjalanan aku melihat ada orang yang di bully.
“jangan membuli orang’’ ucapku marah.
Orang yang mem-bully langsung pergi.
“terima kasih ya..’’ucap korban.
Lalu setelah aku pulang aku segera membaca buku, dan belajar. Gitu deh ceritanya. Em… jadi cara cara bela Negara ada di bawah ini ya…
1. Disiplin
2. Jangan membuang sampah sembarangan
3. Jangan membakar sampah
4. Selesai membakar sampah sebaiknya di kubur agar tidak mengganggu orang
5. Jangan menyakiti orang
6. Raihlah pretasimu.
Itu dia beberapa tips dariku. Semangat ya membela Negara kita. Terus menghargai keragaman kita. Wassalamu’alaikum.
Keseruan 17 Agustus
Oleh: Nabila Fahira
Assalamu’alaikum teman teman. Apa kabar. Masih sehat kan. Perkenalkan namaku ….
Maisa. “kakak, bentar lagi 17 Agustus loh, kakak enggak buat lomba?’’ tanyaku di kamar kak Ray {kakak laki laki kandungku}.“ada kok, kamu mau daftar?’’ tanya kakak Ray balik. “iya kak Ray’’ jawabku. “mau daftar yang mana?’’ tanya kak Ray. “semuanya’’ jawabku. “oke deh, besok jangan lupa datang ke lapangan ya…’’ pesan kak Ray.
Aku mengangguk senang. Besoknya aku segera ke lapangan. “okelah anak-anak hari ini kita akan lomba, pecahkan balon, lomba lompat karung. Tarik tambang kelereng dan masih banyak lagi’’ ucap panitia. Aku pun mengerjakan semua lomba. Seru sekali loh. Apalagi saat lompat karung. Aku jatuh hingga 2 kali loh. Aku menang di lomba tarik tambang dan juga pecahkan balon. Tahun ini aku kurang fokus.
Sampai situ aja ceritaku. Assalamu’alaikum.
Selamat ulang tahun Indonesia yang ke 75.
Membela Negara melalui Media Sosial
Oleh: Aisha Zahida Marthunis
Seorang anak perempuan bernama Asiyah sedang duduk termenung di teras sekolah. Khadijah sahabat Asiyah menghampiri Asiyah yang sedang melamun sejak tadi pagi.
“Assalamualaikum Asiyah” ucap Khadijah yang membuat Asiyah terkejut mendengar nya. “Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh” jawab Asiyah dengan terkejut. “Apa yang sedang kamu pikirkan? dari tadi aku lihat kamu seperti memikirkan sesuatu deh, hayo lagi mikirin apa?” tanya Khadijah. “Ada sih ,aku sedang memikirkan perjuangan pahlawan kemerdekaan Indonesia. Kan perjuangan menuju kemerdekaan itu gak mudah, tapi banyak yang tidak menghargai jasa mereka” kata Asiyah. “Iya juga sih, bagaimana kalau kita menasehati teman-teman supaya lebih menghormati jasa-jasa pahlawan kita” saran Khadijah.“ Tapi,aku takut mereka tidak mau mendengarkan nasehat kita” kata Asiyah. “Asiyah sahabat ku, kita kan belum tau hasil nya kalau belum mencoba kan?” jawab Khadijah dengan sabar menjelaskan. “Ya udah, kita coba ya Khadijah” kata Asiyah sambil menyetujui saran dari Khadijah. “Nah gitu dong ,itu baru sahabat Khadijah” ucap Khadijah sambil tersenyum pada Asiyah.
Membela Negara melalui Media Sosial
Oleh: Aisha Zahida Marthunis
Seorang anak perempuan bernama Asiyah sedang duduk termenung di teras sekolah. Khadijah sahabat Asiyah menghampiri Asiyah yang sedang melamun sejak tadi pagi.
“Assalamualaikum Asiyah” ucap Khadijah yang membuat Asiyah terkejut mendengar nya. “Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh” jawab Asiyah dengan terkejut. “Apa yang sedang kamu pikirkan? dari tadi aku lihat kamu seperti memikirkan sesuatu deh, hayo lagi mikirin apa?” tanya Khadijah. “Ada sih ,aku sedang memikirkan perjuangan pahlawan kemerdekaan Indonesia. Kan perjuangan menuju kemerdekaan itu gak mudah, tapi banyak yang tidak menghargai jasa mereka” kata Asiyah. “Iya juga sih, bagaimana kalau kita menasehati teman-teman supaya lebih menghormati jasa-jasa pahlawan kita” saran Khadijah.“ Tapi,aku takut mereka tidak mau mendengarkan nasehat kita” kata Asiyah. “Asiyah sahabat ku, kita kan belum tau hasil nya kalau belum mencoba kan?” jawab Khadijah dengan sabar menjelaskan. “Ya udah, kita coba ya Khadijah” kata Asiyah sambil menyetujui saran dari Khadijah. “Nah gitu dong ,itu baru sahabat Khadijah” ucap Khadijah sambil tersenyum pada Asiyah.
Akhirnya mereka mencoba menasehati teman teman, tapi teman-teman mereka tidak mendengarkan nasehat mereka. Mereka lebih fokus ke media sosial. Tiba-tiba ide terlintas di kepala Asiyah. Asiyah mengutarakan idenya kepada Khadijah. “Khadijah ,bagaimana kalau kita buat media sosial juga” kata Asiyah. “Yah..semangat Asiyah kurang deh untuk nasehatin teman-teman” ucap Khadijah dengan sedih. “Jangan su’udhon deh! kan aku baru mau kasih saran, Khadijah sahabat ku” kata Asiyah sambil tersenyum.
Khadijah yang baru berprasangka buruk kepada Asiyah pun mulai beristighfar dan mulai melemparkan senyum kepada Asiyah. Khadijah sangat yakin kepada Asiyah bahwa dia bisa menemukan solusi yang lebih cemerlang. Walaupun Khadijah sempat suudhon kepada Asiyah.
“Jadi apa rencana mu wahai Asiyah?” tanya Khadijah. “Begini kita buat akun instagram untuk kita berdua, kan teman teman pada liat instagram semua kan? terus caption-nya itu tentang perjuangan pahlawan, gimana Khadijah?” saran Asiyah mengutarakan idenya. “Ok, tapi nanti kalau gak berhasil gimana?” tanya Khadijah lagi. “Sesuai dengan yang kamu bilang tadi sama aku. kan kita gak tau hasil nya jika belum mencoba iya gak?” jawab Asiyah. “Oiya aku lupa, hehehe” kata Khadijah sambil ketawa sama Asiyah.
Akhirnya jam masuk pelajaran pun tiba dan mereka belajar dengan perasaan yang gembira karena mereka telah menemukan solusinya hingga jam setengah dua belas siang. Karena hari ini hari Jumat sekolah Asiyah dan Khadijah hanya belajar sampai setengah dua belas siang saja. “Khadijah,mampir ke rumah ku yuk!”ajak Asiyah. “Yuk!” jawab Khadijah “Nanti dirumah ku kita buat deh akun instagram nya ,gimana?”usul Asiyah. “Setuju!” jawab Khadijah menyetujui usul Asiyah.
Sesampainya di rumah Asiyah. Asiyah mengucapkan salam dan menyalami uminya. Khadijah pun melakukan hal yang sama. Kemudian Asiyah mengajak Khadijah ke kamarnya untuk merencanakan apa yang akan mereka buat di instagram. Umi Asiyah mengintip dari jendela dan melihat mereka sedang asyik sekali mengobrol. Umi pun menghampiri mereka yang sedang mengobrol. “Wah kalian ngobrol apa sih? kok dari tadi umi lihat asyik sekali ngobrol nya” Tanya umi “Gini umi, Asiyah dan Khadijah itu mau membela negara lewat media sosial “ jawab Asiyah“ Maksudnya?” tanya umi lagi “Sekarang banyak yang tidak menghargai jasa pahlawan kita. Jadi kami berniat menasehati mereka lewat instagram. Soalnya tadi kami menasehati mereka langsung tapi mereka tidak mendengarkan ,malah mereka lebih fokus ke media sosial seperti instagram . Gitu deh umi cerita nya” kata Asiyah sambil menjelaskan kepada umi. “Oh begitu…bagaimana kalau kalian buat instagram lewat akun instagram umi aja. Kan umi tidak perlu instagram lagi, jadi bisa kalian gunakan deh “ kata umi “Oiya …kawan kawan Asiyah juga pada follow umi kan?” sahut Asiyah
Akhirnya Asiyah dan Khadijah pun mengganti nama akun umi Asiyah menjadi nama singkatan dari nama mereka berdua. (tapi itu gak beneran ya teman teman).
Setelah selesai mereka mulai mengupload video tentang perjuangan pahlawan kemerdekaan Indonesia dan caption-nya membuat teman-teman mereka tersentuh dan tersadar bahwa mereka tidak pernah menghargai jasa-jasa pahlawan. Pada hari Senin, saat upacara tidak ada lagi yang berbicara saat berlangsungnya upacara. Asiyah melihat perubahan teman-teman nya itu dan segera mengucapkan rasa syukur kepada Allah yang telah membuka hati teman-teman mereka. Setelah itu Asiyah mengancungkan jempol kepada Khadijah sebagai tanda bahwa rencana mereka telah berhasil.
Pesan yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah :
1. Selalu menghargai jasa pahlawan kemerdekaan Indonesia
2. Jangan mudah berputus asa terhadap masalah sampai kalian menemukan jalan keluarnya.
Terimakasih telah membaca cerita ini, semoga bermanfaat.
Kisahku, Si Anak Miskin
Oleh: Nabiel Javier Rahman
Namaku Zaki. Aku kelas lima SD, nama sekolahku Nurul Mudayah. Aku tinggal di daerah Peuniti, Banda Aceh. Sejak kecil aku kesusahan dan menderita karena ibuku tidak memiliki uang dan kami adalah orang yang sangat miskin. Aku bersekolah di tempat yang sangat jauh. Setiap hari aku naik sepeda ke Sekolah. Pagi buta sekali, sekitar jam lima pagi aku harus berangkat agar tidak terlambat.
Ibuku seorang penjual bakso dan ayahku sudah lama meninggal, saat aku kelas dua SD. Sejak saat itu, ibuku selalu bekerja setiap harinya tanpa mengeluh. Ia bahkan mengeluarkan uangnya demi aku agar mendapatkan pendidikan dan berharap menjadi orang yang sukses dikemudian hari nanti.
Di sekolah aku sering diejek sebagian teman karena aku miskin. Mereka melihat penampilanku yang tidak memiliki peci, kaos kaki yang sobek dan sepatu kotor karena telah terlalu lama dipakai terus. Saat pergi ke kantin seperti biasa teman-temanku itu terus menjauhiku, padahal aku termasuk anak yang rajin dan cerdas di sekolah. Setiap ada pekerjaan rumah (PR), biasanya mereka mengambil paksa bukuku ketika guru tidak ada. Aku ingin sekali membalasnya, tapi ibuku pernah berkata bahwa orang yang paling kuat itu adalah orang yang dapat menahan amarahnya. Aku sebenarnya ingin memberi tahu persoalanku kepada guru, tapi aku tidak berani karena khawatir teman-teman akan memukulku.
Kebetulan di sekolah ada informasi tentang lomba puisi dan cerpen oleh penerbit buku di Jakarta. Aku ingin mengikuti dua-duanya lomba itu sebab pemenang puisi akan mendapatkan uang sebesar lima juta rupiah dan cerpen sebesar tujuh juta rupiah. Keinginanku tiba-tiba menguap, saat teringat bahwa aku tidak mempunyai laptop. Aku sedih dan menceritakan pada ibu. “Ibu akan membeli laptop untuk Zaki karena ibu percaya padamu,” kata ibuku yang begitu semangat melihat aku giat belajar. Aku tak tahu dari mana ibu akan mendapatkan biayanya.
Keesokan harinya sebuah laptop yang terlihat tidak baru sudah berada di kamarku. Aku terkejut sekaligus sangat bahagia dan mengucapkan terima kasih kepada ibu dan langsung memeluknya. Kami berdua saling berangkulan dan menangis bersama. Aku melihat jari yang di sana biasanya ada cincin emas yang diberikan oleh almarhum Ayah. Rupanya ibu menjual cincin emas tersebut. Perasaanku bercampur aduk antara senang dan sedih.
Sejak saat itu aku bertekad untuk mendaftar dan memenangkan perlombaan puisi dan cerpen itu. Aku semakin bersemangat belajar. Semangat dan tekadku tidak selalu berjalan mulus. Ada saja kesedihan yang muncul. Pernah saat aku pulang dari sekolah, kutemukan sepedaku kempis. Ini bukan untuk pertama kalinya terjadi. Pasti ulah dari. Terpaksa aku pulang jalan kaki sambil menggiring sepeda dan tentu saja menjadi terlambat tiba di rumah.
“Mengapa pulangnya terlambat sayang?” Ibu yang berada depan pintu rumah bertanya padaku. Aku menceritakan semua kejadian di sekolah. Ibu terlihat kesal dan marah. “Ibu akan menelepon orang tua mereka, sikap teman-teman Zaki sudah tidak dapat dibiarkan. Ibu akan menelepon ayah dan ibu mereka agar mereka bisa lebih baik.” “Jangan Bu! Aku tidak apa-apa, mereka hanya anak-anak yang belum mendapatkan hidayah,” ujarku “Tapi…, mereka selalu bersikap tidak baik kepada Zaki!” Tegas ibu dengan geramnya. “Ibu pernah berkata padaku kalau orang yang kuat itu orang yang dapat menahan amarahnya.” Ibuku sangat terharu mendengar jawabanku dan menangis. Ibu berterima kasih kepadaku karena telah mengingatkannya.
Pada hari minggu yang merupakan hari libur sekolah, menjadi kesempatan bagiku untuk membuat dan mengembangkan ide cerpen dan puisi karena deadline-nya tinggal beberapa hari lagi. Aku membuat puisi berjudul Arti Hari Kemerdekaan bagi Seorang Pahlawan. Sementara cerpen yang kubuat berjudul Hari Kemerdekaan bagi Anak Milineal.
Jantungku berdegup sangat kencang saat mengirimkan naskah puisi dan cerpen tersebut. Dengan membaca basmalah dan berdoa aku berhasil mengirimkan naskah tersebut.
Beberapa hari kemudian, melalui salah seorang guru di sekolahku memberitahu jika puisi dan cerpenku masuk tahapan final. Aku sangat senang dan semakin dekat menuju impianku. Namun aku menyadari jika perjuanganku belum selesai. Ada banyak kemungkinan yang dapat terjadi termasuk jika aku tidak menang sama sekali.
Saat puncak acara 17 Agustus, siswa-siswi yang berhasil masuk ke tahapan final diundang datang ke kantor gubernur. Saat pengumuman dari panitia acara adalah saat yang mendebarkan hati. Aku tidak menyangka namanya dipanggil dan harus naik ke atas panggung. Semua orang terlihat bertepuk tangan setelah diketahui aku mendapatkan dua penghargaan yaitu juara satu puisi dan juara satu cerpen. Aku berhak mendapatkan uang tunai 12 juta dari kedua lomba tersebut. Guru-guruku pun bahagia karena aku mengharumkan nama sekolah.
Khadijah yang baru berprasangka buruk kepada Asiyah pun mulai beristighfar dan mulai melemparkan senyum kepada Asiyah. Khadijah sangat yakin kepada Asiyah bahwa dia bisa menemukan solusi yang lebih cemerlang. Walaupun Khadijah sempat suudhon kepada Asiyah.
“Jadi apa rencana mu wahai Asiyah?” tanya Khadijah. “Begini kita buat akun instagram untuk kita berdua, kan teman teman pada liat instagram semua kan? terus caption-nya itu tentang perjuangan pahlawan, gimana Khadijah?” saran Asiyah mengutarakan idenya. “Ok, tapi nanti kalau gak berhasil gimana?” tanya Khadijah lagi. “Sesuai dengan yang kamu bilang tadi sama aku. kan kita gak tau hasil nya jika belum mencoba iya gak?” jawab Asiyah. “Oiya aku lupa, hehehe” kata Khadijah sambil ketawa sama Asiyah.
Akhirnya jam masuk pelajaran pun tiba dan mereka belajar dengan perasaan yang gembira karena mereka telah menemukan solusinya hingga jam setengah dua belas siang. Karena hari ini hari Jumat sekolah Asiyah dan Khadijah hanya belajar sampai setengah dua belas siang saja. “Khadijah,mampir ke rumah ku yuk!”ajak Asiyah. “Yuk!” jawab Khadijah “Nanti dirumah ku kita buat deh akun instagram nya ,gimana?”usul Asiyah. “Setuju!” jawab Khadijah menyetujui usul Asiyah.
Sesampainya di rumah Asiyah. Asiyah mengucapkan salam dan menyalami uminya. Khadijah pun melakukan hal yang sama. Kemudian Asiyah mengajak Khadijah ke kamarnya untuk merencanakan apa yang akan mereka buat di instagram. Umi Asiyah mengintip dari jendela dan melihat mereka sedang asyik sekali mengobrol. Umi pun menghampiri mereka yang sedang mengobrol. “Wah kalian ngobrol apa sih? kok dari tadi umi lihat asyik sekali ngobrol nya” Tanya umi “Gini umi, Asiyah dan Khadijah itu mau membela negara lewat media sosial “ jawab Asiyah“ Maksudnya?” tanya umi lagi “Sekarang banyak yang tidak menghargai jasa pahlawan kita. Jadi kami berniat menasehati mereka lewat instagram. Soalnya tadi kami menasehati mereka langsung tapi mereka tidak mendengarkan ,malah mereka lebih fokus ke media sosial seperti instagram . Gitu deh umi cerita nya” kata Asiyah sambil menjelaskan kepada umi. “Oh begitu…bagaimana kalau kalian buat instagram lewat akun instagram umi aja. Kan umi tidak perlu instagram lagi, jadi bisa kalian gunakan deh “ kata umi “Oiya …kawan kawan Asiyah juga pada follow umi kan?” sahut Asiyah
Akhirnya Asiyah dan Khadijah pun mengganti nama akun umi Asiyah menjadi nama singkatan dari nama mereka berdua. (tapi itu gak beneran ya teman teman).
Setelah selesai mereka mulai mengupload video tentang perjuangan pahlawan kemerdekaan Indonesia dan caption-nya membuat teman-teman mereka tersentuh dan tersadar bahwa mereka tidak pernah menghargai jasa-jasa pahlawan. Pada hari Senin, saat upacara tidak ada lagi yang berbicara saat berlangsungnya upacara. Asiyah melihat perubahan teman-teman nya itu dan segera mengucapkan rasa syukur kepada Allah yang telah membuka hati teman-teman mereka. Setelah itu Asiyah mengancungkan jempol kepada Khadijah sebagai tanda bahwa rencana mereka telah berhasil.
Pesan yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah :
1. Selalu menghargai jasa pahlawan kemerdekaan Indonesia
2. Jangan mudah berputus asa terhadap masalah sampai kalian menemukan jalan keluarnya.
Terimakasih telah membaca cerita ini, semoga bermanfaat.
Kisahku, Si Anak Miskin
Oleh: Nabiel Javier Rahman
Namaku Zaki. Aku kelas lima SD, nama sekolahku Nurul Mudayah. Aku tinggal di daerah Peuniti, Banda Aceh. Sejak kecil aku kesusahan dan menderita karena ibuku tidak memiliki uang dan kami adalah orang yang sangat miskin. Aku bersekolah di tempat yang sangat jauh. Setiap hari aku naik sepeda ke Sekolah. Pagi buta sekali, sekitar jam lima pagi aku harus berangkat agar tidak terlambat.
Ibuku seorang penjual bakso dan ayahku sudah lama meninggal, saat aku kelas dua SD. Sejak saat itu, ibuku selalu bekerja setiap harinya tanpa mengeluh. Ia bahkan mengeluarkan uangnya demi aku agar mendapatkan pendidikan dan berharap menjadi orang yang sukses dikemudian hari nanti.
Di sekolah aku sering diejek sebagian teman karena aku miskin. Mereka melihat penampilanku yang tidak memiliki peci, kaos kaki yang sobek dan sepatu kotor karena telah terlalu lama dipakai terus. Saat pergi ke kantin seperti biasa teman-temanku itu terus menjauhiku, padahal aku termasuk anak yang rajin dan cerdas di sekolah. Setiap ada pekerjaan rumah (PR), biasanya mereka mengambil paksa bukuku ketika guru tidak ada. Aku ingin sekali membalasnya, tapi ibuku pernah berkata bahwa orang yang paling kuat itu adalah orang yang dapat menahan amarahnya. Aku sebenarnya ingin memberi tahu persoalanku kepada guru, tapi aku tidak berani karena khawatir teman-teman akan memukulku.
Kebetulan di sekolah ada informasi tentang lomba puisi dan cerpen oleh penerbit buku di Jakarta. Aku ingin mengikuti dua-duanya lomba itu sebab pemenang puisi akan mendapatkan uang sebesar lima juta rupiah dan cerpen sebesar tujuh juta rupiah. Keinginanku tiba-tiba menguap, saat teringat bahwa aku tidak mempunyai laptop. Aku sedih dan menceritakan pada ibu. “Ibu akan membeli laptop untuk Zaki karena ibu percaya padamu,” kata ibuku yang begitu semangat melihat aku giat belajar. Aku tak tahu dari mana ibu akan mendapatkan biayanya.
Keesokan harinya sebuah laptop yang terlihat tidak baru sudah berada di kamarku. Aku terkejut sekaligus sangat bahagia dan mengucapkan terima kasih kepada ibu dan langsung memeluknya. Kami berdua saling berangkulan dan menangis bersama. Aku melihat jari yang di sana biasanya ada cincin emas yang diberikan oleh almarhum Ayah. Rupanya ibu menjual cincin emas tersebut. Perasaanku bercampur aduk antara senang dan sedih.
Sejak saat itu aku bertekad untuk mendaftar dan memenangkan perlombaan puisi dan cerpen itu. Aku semakin bersemangat belajar. Semangat dan tekadku tidak selalu berjalan mulus. Ada saja kesedihan yang muncul. Pernah saat aku pulang dari sekolah, kutemukan sepedaku kempis. Ini bukan untuk pertama kalinya terjadi. Pasti ulah dari. Terpaksa aku pulang jalan kaki sambil menggiring sepeda dan tentu saja menjadi terlambat tiba di rumah.
“Mengapa pulangnya terlambat sayang?” Ibu yang berada depan pintu rumah bertanya padaku. Aku menceritakan semua kejadian di sekolah. Ibu terlihat kesal dan marah. “Ibu akan menelepon orang tua mereka, sikap teman-teman Zaki sudah tidak dapat dibiarkan. Ibu akan menelepon ayah dan ibu mereka agar mereka bisa lebih baik.” “Jangan Bu! Aku tidak apa-apa, mereka hanya anak-anak yang belum mendapatkan hidayah,” ujarku “Tapi…, mereka selalu bersikap tidak baik kepada Zaki!” Tegas ibu dengan geramnya. “Ibu pernah berkata padaku kalau orang yang kuat itu orang yang dapat menahan amarahnya.” Ibuku sangat terharu mendengar jawabanku dan menangis. Ibu berterima kasih kepadaku karena telah mengingatkannya.
Pada hari minggu yang merupakan hari libur sekolah, menjadi kesempatan bagiku untuk membuat dan mengembangkan ide cerpen dan puisi karena deadline-nya tinggal beberapa hari lagi. Aku membuat puisi berjudul Arti Hari Kemerdekaan bagi Seorang Pahlawan. Sementara cerpen yang kubuat berjudul Hari Kemerdekaan bagi Anak Milineal.
Jantungku berdegup sangat kencang saat mengirimkan naskah puisi dan cerpen tersebut. Dengan membaca basmalah dan berdoa aku berhasil mengirimkan naskah tersebut.
Beberapa hari kemudian, melalui salah seorang guru di sekolahku memberitahu jika puisi dan cerpenku masuk tahapan final. Aku sangat senang dan semakin dekat menuju impianku. Namun aku menyadari jika perjuanganku belum selesai. Ada banyak kemungkinan yang dapat terjadi termasuk jika aku tidak menang sama sekali.
Saat puncak acara 17 Agustus, siswa-siswi yang berhasil masuk ke tahapan final diundang datang ke kantor gubernur. Saat pengumuman dari panitia acara adalah saat yang mendebarkan hati. Aku tidak menyangka namanya dipanggil dan harus naik ke atas panggung. Semua orang terlihat bertepuk tangan setelah diketahui aku mendapatkan dua penghargaan yaitu juara satu puisi dan juara satu cerpen. Aku berhak mendapatkan uang tunai 12 juta dari kedua lomba tersebut. Guru-guruku pun bahagia karena aku mengharumkan nama sekolah.
Mataku terlihat berkaca-kaca, seakan senyum ibu hadir di hadapanku. Aku berjanji dalam hati akan membelikan cincin emas buat ibu. Sisi hatiku yang lain tiba-tiba berbisik: ‘Seandainya ayahku bisa melihat semua ini.’
Tetap Indonesia Walau Jauh dari Tanah Air
Oleh: M. Rafi Rahman
Riko adalah anak Indonesia yang sedang tinggal dan bersekolah di Jepang. Dia memiliki dua orang teman dekat yang bernama Hideyoshi dan Daici, mereka tetap berteman walau berbeda agama yang dianut. Riko beragama Islam sedangkan Hideyoshi dan Daici beragama Buddha. Riko harus bersekolah di Jepang karena kedua orang tuanya bekerja di sana, Riko duduk di kelas Achi-nensei atau kelas delapan SMP. Riko sudah bersekolah di Jepang sejak masih SD. Riko hanya bisa pulang sekali atau dua kali dalam setahun jika orang tuanya tidak sibuk. Pada tahun ini, orang tua Riko sangat sibuk, sehingga tahun ini mereka tidak pulang ke tanah air. Riko merasa sedih, sebentar lagi akan diperingati hari kemerdekaan Indonesia, biasanya setiap tahun ia sudah kembali ke Indonesia dan membuat perlombaan untuk merayakan hari kemerdekaan di kampung halamannya bersama nenek, kakek dan saudara-saudaranya.
Pada suatu hari di sekolah, Riko terlihat tidak semangat, dia duduk di atas kursi dan badannya bersender ke arah depan meja, kedua teman dekatnya melihatnya, mereka datang menghampiri Riko. “Kamu kenapa Riko, apa kamu sakit?” Tanya Daici “Aku tidak sakit,” kata Riko “Jadi, mengapa kamu terlihat begitu lemas?” Tanya Hideyoshi “Tahun ini, aku tidak bisa pulang ke Indonesia, orang tuaku sedang sibuk, biasa bulan ini aku sudah di sana, sebentar lagi adalah hari kemerdekaan Indonesia, biasanya aku ikut upacara di lapangan dekat rumahku di sana. Setelah upacara aku ikut lomba, karena tahun ini aku tidak jadi pulang, aku tidak semangat hari ini,” kata Riko dengan nada lemas. “Oh begitu,” jawab Hideyoshi dan Daici serentak, tiba-tiba bel masuk kelas sudah berbunyi semua anak-anak yang sedang bermain di luar langsung bergegas masuk. “Kita sambung lagi di waktu istirahat ya,” kata Hideyoshi. “Baik,” kata Riko.
Beberapa saat kemudian, guru mereka masuk ke dalam kelas, semua siswa langsung berdiri dan memberi hormat kepada guru, setelah itu mereka duduk kembali, pelajaran pertama dimulai, suasana kelas menjadi tenang dan hanya terdengar suara guru yang menjelaskan materi pembelajaran. Saat istirahat pun tiba, seluruh siswa langsung menuju kantin, Riko berjalan lambat, teman akrabnya sudah menunggu di kantin. Setibanya di kantin, Riko hanya duduk di meja kantin dengan lemas, dia tidak membeli satu pun makanan, teman akrabnya juga sudah menawari makanan kepadanya, tapi dia menolaknya. “Kamu masih belum semangat ya?” Kata Daici. Riko hanya diam “Tadi kalau tidak salah, ketika di Indonesia, saat peringatan hari kemerdekaan, biasanya kamu mengadakan berbagai perlombaan, bagaimana kalau kita buat perlombaannya di sini?” Usul Hideyoshi memancing Riko. “Boleh,” kata Riko yang tiba-tiba menjadi semangat. “Kamu langsung semangat ya, ayo kita buat perlombaan, kita ajak teman-teman sekelas,” kata Daici. “Ayo!” Jawab Riko dan Hideyoshi. Bel masuk kelas pun tiba-tiba berbunyi, seluruh siswa kembali ke kelas masing-masing untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya.
Ketika sore, sudah saatnya untuk pulang, Riko, Hideyoshi dan Daici berjalan kaki untuk pulang ke rumah, rumah mereka tidak begitu jauh dari sekolah. Di perjalanan pulang, mereka berbicara agar suasana menjadi seru. “Kita jadikan buat lomba?” Tanya Daici “Jadi,” kata Riko. “Lombanya nanti siapa yang buat?” Tanya Daici lagi “Tenang saja, semua itu urusanku, kalian hanya undang teman sekelas ke rumahku,” kata Riko “Baik akan kami undang, tanggal berapa acaranya?” Tanya Hideyoshi “17 Agustus,” jawab Riko “Dua hari lagi, ya…,” kata Daici. “Iya benar,” kata Riko. Ternyata mereka sudah sampai di rumah Riko, mereka pun berpamitan
Tetap Indonesia Walau Jauh dari Tanah Air
Oleh: M. Rafi Rahman
Riko adalah anak Indonesia yang sedang tinggal dan bersekolah di Jepang. Dia memiliki dua orang teman dekat yang bernama Hideyoshi dan Daici, mereka tetap berteman walau berbeda agama yang dianut. Riko beragama Islam sedangkan Hideyoshi dan Daici beragama Buddha. Riko harus bersekolah di Jepang karena kedua orang tuanya bekerja di sana, Riko duduk di kelas Achi-nensei atau kelas delapan SMP. Riko sudah bersekolah di Jepang sejak masih SD. Riko hanya bisa pulang sekali atau dua kali dalam setahun jika orang tuanya tidak sibuk. Pada tahun ini, orang tua Riko sangat sibuk, sehingga tahun ini mereka tidak pulang ke tanah air. Riko merasa sedih, sebentar lagi akan diperingati hari kemerdekaan Indonesia, biasanya setiap tahun ia sudah kembali ke Indonesia dan membuat perlombaan untuk merayakan hari kemerdekaan di kampung halamannya bersama nenek, kakek dan saudara-saudaranya.
Pada suatu hari di sekolah, Riko terlihat tidak semangat, dia duduk di atas kursi dan badannya bersender ke arah depan meja, kedua teman dekatnya melihatnya, mereka datang menghampiri Riko. “Kamu kenapa Riko, apa kamu sakit?” Tanya Daici “Aku tidak sakit,” kata Riko “Jadi, mengapa kamu terlihat begitu lemas?” Tanya Hideyoshi “Tahun ini, aku tidak bisa pulang ke Indonesia, orang tuaku sedang sibuk, biasa bulan ini aku sudah di sana, sebentar lagi adalah hari kemerdekaan Indonesia, biasanya aku ikut upacara di lapangan dekat rumahku di sana. Setelah upacara aku ikut lomba, karena tahun ini aku tidak jadi pulang, aku tidak semangat hari ini,” kata Riko dengan nada lemas. “Oh begitu,” jawab Hideyoshi dan Daici serentak, tiba-tiba bel masuk kelas sudah berbunyi semua anak-anak yang sedang bermain di luar langsung bergegas masuk. “Kita sambung lagi di waktu istirahat ya,” kata Hideyoshi. “Baik,” kata Riko.
Beberapa saat kemudian, guru mereka masuk ke dalam kelas, semua siswa langsung berdiri dan memberi hormat kepada guru, setelah itu mereka duduk kembali, pelajaran pertama dimulai, suasana kelas menjadi tenang dan hanya terdengar suara guru yang menjelaskan materi pembelajaran. Saat istirahat pun tiba, seluruh siswa langsung menuju kantin, Riko berjalan lambat, teman akrabnya sudah menunggu di kantin. Setibanya di kantin, Riko hanya duduk di meja kantin dengan lemas, dia tidak membeli satu pun makanan, teman akrabnya juga sudah menawari makanan kepadanya, tapi dia menolaknya. “Kamu masih belum semangat ya?” Kata Daici. Riko hanya diam “Tadi kalau tidak salah, ketika di Indonesia, saat peringatan hari kemerdekaan, biasanya kamu mengadakan berbagai perlombaan, bagaimana kalau kita buat perlombaannya di sini?” Usul Hideyoshi memancing Riko. “Boleh,” kata Riko yang tiba-tiba menjadi semangat. “Kamu langsung semangat ya, ayo kita buat perlombaan, kita ajak teman-teman sekelas,” kata Daici. “Ayo!” Jawab Riko dan Hideyoshi. Bel masuk kelas pun tiba-tiba berbunyi, seluruh siswa kembali ke kelas masing-masing untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya.
Ketika sore, sudah saatnya untuk pulang, Riko, Hideyoshi dan Daici berjalan kaki untuk pulang ke rumah, rumah mereka tidak begitu jauh dari sekolah. Di perjalanan pulang, mereka berbicara agar suasana menjadi seru. “Kita jadikan buat lomba?” Tanya Daici “Jadi,” kata Riko. “Lombanya nanti siapa yang buat?” Tanya Daici lagi “Tenang saja, semua itu urusanku, kalian hanya undang teman sekelas ke rumahku,” kata Riko “Baik akan kami undang, tanggal berapa acaranya?” Tanya Hideyoshi “17 Agustus,” jawab Riko “Dua hari lagi, ya…,” kata Daici. “Iya benar,” kata Riko. Ternyata mereka sudah sampai di rumah Riko, mereka pun berpamitan
Keesokan harinya Riko sangat bersemangat ke sekolah, dia langsung membawa kertas berisi formulir pendaftaran untuk lomba yang telah dia buat, sesampainya di sekolah, Riko langsung membagikan kertas tersebut kepada teman-temannya. Di hari itu Riko sangat bersemangat untuk belajar. Sepulangnya dari sekolah, Hideyoshi dan Daici datang ke rumah Riko untuk membantu membuat perlombaan. Mereka akan menjadi panitia di lomba tersebut.
Hingga hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, satu persatu teman-teman sekelasnya datang. Setelah semuanya berkumpul, mereka menonton siaran langsung upacara bendera yang ada di Indonesia melalui TV, lalu mereka berdiri untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama sama walau teman-teman Riko tidak mengerti artinya, setelah menonton upacara bendera, mereka langsung memulai perlombaan, mereka semua mengikuti perlombaan dengan ceria, banyak perlombaan yang baru diketahui oleh teman-teman Riko, di akhir perlombaan, Riko, Hideyoshi dan Daici, membaca hasil perlombaan, mereka membagi berbagai macam hadiah kepada teman-temannya, lalu mereka langsung membantu membersihkan area perlombaan bersama-sama. “Wah, ternyata seru juga ya perlombaannya,” kata Daici “Tahun depan, kita buat lagi, tapi di sekolah, undang seluruh kelas di sekolah,” kata Hideyoshi, mereka pun tertawa bersama-sama dengan gembira.
Setelah selesai membersihkan area perlombaan, tidak terasa sudah waktunya teman-temannya berpamitan untuk pulang hari tersebut merupakan hari yang menyenangkan bagi Riko. Walau berada Jauh dari Indonesia, Riko masih bisa merasakan hari kemerdekaan di negara lain. Sungguh menjadi pengalaman yang tidak terlupakan bagi Riko.
Suasana Perayaan HUT NKRI Ke 75 Dalam Masa Pandemi COVID-19
Oleh: Anna Alfatunnisa
Perayaan ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia hampir tiba, setiap tahunnya akan diadakan upacara bendera untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal 17 Agustus. Setiap tempat di Indonesia pasti mengadakan upacara bendera dan kegiatan perlombaan 17 Agustus yang meriah. Berbagai macam perlombaan yang diadakan pada hari tersebut, contohnya panjat pinang, balap karung, tarik tambang, dan lainnya. Seluruh masyarakat Indonesia bergotong royong untuk menyiapkan perlombaan dengan sangat meriah. Aku pasti akan mengikuti perlombaan tersebut di sekolah ataupun di desa tempat tinggalku.
Suasana saat perlombaan itu sangatlah meriah, ramai sekali warga yang mengikuti lomba, jika ramai warga yang ikut maka akan semakin seru. Tidak hanya anak- anak yang mengikuti perlombaan bahkan seluruh anggota keluarga kita juga bisa mengikutinya. Perlombaan yang paling terkenal adalah panjat pinang, karena di pohon pinang tersebut dilumuri banyak oli. Itulah sebabnya ramai sekali yang ikut melihat lomba panjat pinang yang sangat sulit ini. Dari perlombaan panjat pinang ini aku melihat bahwa jika kita berkerja sama sebagai tim maka pekerjaan itu terasa lebih mudah.
Suasana perayaan kemerdekaan negara kita di tahun 2020 ini menjadi sangat berbeda, karena adanya wabah COVID-19. Wabah COVID-19 ini sangatlah berbahaya, karena dapat menyebabkan kematian. Penyebaran COVID-19 terjadi melalui percikan cairan bersin, batuk, dan kontak tangan. Karena itu aku harus menghindari tempat ramai seperti mall, pasar, sekolah dan tempat-tempat wisata lainnya. Pemerintah menyarankan agar kita tetap di rumah saja, tidah boleh keluar rumah jika tidak berkepentingan. Saat keluar aku rumah harus menggunakan masker, dan selalu membawa hand sanitizer. Itulah sebabnya perlombaan 17 Agustus ditiadakan, karena dapat memicu keramaian dan menyebabkan penyebaran COVID-19 semakin meluas. Alhamdulillah teknologi sekarang sudah sangat maju sehingga aku tak harus ketinggalan pembelajaran, karena aku dapat belajar secara online. Saat aku keluar rumah aku harus menggunakan masker, dan aku juga harus mengingatkan ke teman-temanku bahwa menggunakan masker itu sangat penting di masa pandemi ini.
Aku berharap kepada seluruh masyarakat Indonesia sadar akan protokol Kesehatan, untuk melindungi diri sendiri dan orang terdekat kita. Aku telah melihat berita bahwa banyak sekali dokter dan perawat yang telah terjangkit virus COVID-19 ini, disebabkan makin minimnya Alat Pelindung Diri (APD) dalam merawat pasien serta karena kelelahan dalam merawat pasien yang terjangkit virus semakin banyak dari hari ke hari. Aku masih melihat banyak masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan, seperti tidak memakai masker, tidak menjaga jarak , dan tidak mencuci tangan dengan sabun.
Hingga hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, satu persatu teman-teman sekelasnya datang. Setelah semuanya berkumpul, mereka menonton siaran langsung upacara bendera yang ada di Indonesia melalui TV, lalu mereka berdiri untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama sama walau teman-teman Riko tidak mengerti artinya, setelah menonton upacara bendera, mereka langsung memulai perlombaan, mereka semua mengikuti perlombaan dengan ceria, banyak perlombaan yang baru diketahui oleh teman-teman Riko, di akhir perlombaan, Riko, Hideyoshi dan Daici, membaca hasil perlombaan, mereka membagi berbagai macam hadiah kepada teman-temannya, lalu mereka langsung membantu membersihkan area perlombaan bersama-sama. “Wah, ternyata seru juga ya perlombaannya,” kata Daici “Tahun depan, kita buat lagi, tapi di sekolah, undang seluruh kelas di sekolah,” kata Hideyoshi, mereka pun tertawa bersama-sama dengan gembira.
Setelah selesai membersihkan area perlombaan, tidak terasa sudah waktunya teman-temannya berpamitan untuk pulang hari tersebut merupakan hari yang menyenangkan bagi Riko. Walau berada Jauh dari Indonesia, Riko masih bisa merasakan hari kemerdekaan di negara lain. Sungguh menjadi pengalaman yang tidak terlupakan bagi Riko.
Suasana Perayaan HUT NKRI Ke 75 Dalam Masa Pandemi COVID-19
Oleh: Anna Alfatunnisa
Perayaan ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia hampir tiba, setiap tahunnya akan diadakan upacara bendera untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal 17 Agustus. Setiap tempat di Indonesia pasti mengadakan upacara bendera dan kegiatan perlombaan 17 Agustus yang meriah. Berbagai macam perlombaan yang diadakan pada hari tersebut, contohnya panjat pinang, balap karung, tarik tambang, dan lainnya. Seluruh masyarakat Indonesia bergotong royong untuk menyiapkan perlombaan dengan sangat meriah. Aku pasti akan mengikuti perlombaan tersebut di sekolah ataupun di desa tempat tinggalku.
Suasana saat perlombaan itu sangatlah meriah, ramai sekali warga yang mengikuti lomba, jika ramai warga yang ikut maka akan semakin seru. Tidak hanya anak- anak yang mengikuti perlombaan bahkan seluruh anggota keluarga kita juga bisa mengikutinya. Perlombaan yang paling terkenal adalah panjat pinang, karena di pohon pinang tersebut dilumuri banyak oli. Itulah sebabnya ramai sekali yang ikut melihat lomba panjat pinang yang sangat sulit ini. Dari perlombaan panjat pinang ini aku melihat bahwa jika kita berkerja sama sebagai tim maka pekerjaan itu terasa lebih mudah.
Suasana perayaan kemerdekaan negara kita di tahun 2020 ini menjadi sangat berbeda, karena adanya wabah COVID-19. Wabah COVID-19 ini sangatlah berbahaya, karena dapat menyebabkan kematian. Penyebaran COVID-19 terjadi melalui percikan cairan bersin, batuk, dan kontak tangan. Karena itu aku harus menghindari tempat ramai seperti mall, pasar, sekolah dan tempat-tempat wisata lainnya. Pemerintah menyarankan agar kita tetap di rumah saja, tidah boleh keluar rumah jika tidak berkepentingan. Saat keluar aku rumah harus menggunakan masker, dan selalu membawa hand sanitizer. Itulah sebabnya perlombaan 17 Agustus ditiadakan, karena dapat memicu keramaian dan menyebabkan penyebaran COVID-19 semakin meluas. Alhamdulillah teknologi sekarang sudah sangat maju sehingga aku tak harus ketinggalan pembelajaran, karena aku dapat belajar secara online. Saat aku keluar rumah aku harus menggunakan masker, dan aku juga harus mengingatkan ke teman-temanku bahwa menggunakan masker itu sangat penting di masa pandemi ini.
Aku berharap kepada seluruh masyarakat Indonesia sadar akan protokol Kesehatan, untuk melindungi diri sendiri dan orang terdekat kita. Aku telah melihat berita bahwa banyak sekali dokter dan perawat yang telah terjangkit virus COVID-19 ini, disebabkan makin minimnya Alat Pelindung Diri (APD) dalam merawat pasien serta karena kelelahan dalam merawat pasien yang terjangkit virus semakin banyak dari hari ke hari. Aku masih melihat banyak masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan, seperti tidak memakai masker, tidak menjaga jarak , dan tidak mencuci tangan dengan sabun.
Post a Comment for "Kumpulan Cerpen untuk Lomba yang Bertema Cinta Tanah Air"