Cerpen Menghargai Pahlawan
menghargai pahlawan |
Tidak ada waktu lagi untuk dandan ala Pangeran Diponegoro. Aku panik. Lalu kuputuskan memakai kostum pejuang rakyat biasa. Aku mengambil sarung, menyampirkannya ke baju kaos yang kupakai. Aku mencoret-coret wajah ku dengan spidol warna hitam, dan mengotori sedikit bajuku. Dengan itu, berangkatlah aku ke sekolah. Tapi setibanya disana, acara 17 Agustus sudah usai. Kuputar balik tubuhku, meninggalkan sekolah. Tapi seorang teman memanggilku. Akupun melihatnya. Tampak ia tersenyum padaku. Lalu bertanya, “Kamu pakai kostum pahlawan siapa?” Rupanya ia tidak tahu kostum pahlawan yang kupakai. “Pejuang rakyat biasa.” jawabku. Ia tertawa mendengarnya. “Lah? Memangnya kenapa?” tanyaku sambil bingung. Ia mengejekku. Aku tidak mau memperdulikannya lagi. Kutinggalkan dia yang sedang Menertawai kostum yang kupakai ini.
Berjalan menuju halte, menunggu bus yang akan Membawa ku pulang ke rumah. Saat di dalam bus, kulihat kursi di sebelah seorang kakek-kakek tampak kosong. Aku Segera duduk disitu. “Bang, ongkosnya.” Seorang penagih ongkos bus menagihku. Aku memeriksa kantung kostum pejuangku. Kuambil uang lima ribu. Lalu kuberikan pada Penagih ongkosnya. Uang kembalian dua ribuan kertas diberikannya padaku. Ku pandangi uang kertas dua ribuan kembalian penagih bus. Tertera sebuah tulisan “AWAS INI UANG PALSU!!!!”pada lembaran uangnya. Lalu didepan angka 2000 Ditambahkan angka satu menggunakan pulpen hitam jadi tertulis Rp12000. Dan gambar Kumis Pangeran Antasari ditebalkan memakai pulpen hitam. Pada awalnya, aku tidak begitu menghiraukannya.Tapi karena kakek yang duduk di Sebelah ku juga terus memandangi uang yang sedang kupegang, aku bertanya “Kenapa Kakek ikut memandangi uang ini?” Aku lalu bertanya. “Benar-benar tidak menghargai.” Jawab si kakek. Ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah sedih. “Memangnya kenapa Kek?” “Itu gambar salah satu Pahlawan yang turut berjuang mengusir penjajah tapi wajahnya dicoret-coret begitu, seperti tidak menghargai jasa dan perjuangannya saja.” Si kakek menjawab panjang lebar. “Lalu bagaimana baiknya, Kek?” aku kembali bertanya. Lagi-lagi, tampak rona kesedihan Terpancar di wajah si kakek. Kakek menjawab “Parapejuang seperti Kakek dan juga beliau tidak pernah minta dihormati apalagi dihargai, Kami berjuang tanpa pamrih. Tapi jangan lantas melupakan begitu saja jasa-jasa kami.”. Aku mengangguk pelan. “Kakek tadi dari mana?” tanyaku. “Ikut peringatan 17 Agustus di Istana Negara, Nak.” Jawab si kakek.. Lalu tanpa diminta, si Kakek menceritakan tentang dirinya. Hingga perjuangannya melawan penjajah. Tapi belum tuntas ceritanya ku dengarkan, kernet angkot sudah meneriakkan tujuan dimana aku turun. “Saya turun disini dulu ya, Kek.” Pamit ku. “Hati-hati ya, Nak.” Pesan si kakek. Aku tersenyum mendengarnya memanggil ku Nak Padahal kami berdua belum lama saling mengenal satu sama lainnya. Tamat. (Muhammad Rafif Alfata)
Jadi, hikmah yang bisa diambil adalah, jangan sekali-kali kalian melupakan jasa para pahlawan yang telah berjuang melawan penjajah. Karena tanpa mereka, kita tidak bisa hidup bebas seperti sekarang.
Post a Comment for "Cerpen Menghargai Pahlawan"