Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen H - 1

H_1
Aku menyibak kalender, 16 Agustus 2020. Hah, ternyata besok adalah hari yang sangat penting bagi negaraku. 17 Agustus, hari kemerdekaan Republik Indonesia. Bagaimana bisa aku tidak menyadari ini. Huft.....!, Aku berbaring lagi di atas tempat tidurku. Menatap langit-langit kamar dengan kosong. Aku menerka-nerka tentang apa yang terjadi 75 tahun yang lalu di hari yang sama. Diketiknya naskah proklamasi, kah? Ah tidak, naskah proklamasi diketik pada hari yang sama itu dibacakan. 
Hmm....,16 Agustus 1945? Ah, aku tahu, hari dimana Peristiwa Rengasdengklok terjadi, kan? Sepertinya iya. Entah kenapa, aku mulai membayangkan Presiden dan Wakil Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno dan Hatta, yang diculik oleh sejumlah pemuda, lagi-lagi aku lupa nama-namanya dan didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Aku ingat sekali saat guru PKn ku mengatakan peristiwa itu terjadi pada pukul 03.00. WIB. Tunggu, sekarang jam berapa?

Aku meraba nakas kecil disamping tempat tidurku. Meraih benda canggih yang akhir-akhir ini selalu di genggaman. Handphone. Huh, hari-hari karantina ini dipenuhi dengan pancaran radiasi dari benda yang satu ini. Tapi sayangnya, aku tidak bisa membenci benda ini karena ia juga membantuku untuk online class. 
Baik, sekarang jam 01.47 WIB. Masih ada 1 jam lebih sebelum “penculikan” itu dilakukan. Kira-kira apa yang dilakukan golongan muda, ya? Berunding, kah? Sepertinya iya. Ckckck..., mereka sangat hebat. Berani speak up atau menyuarakan pendapat. Bukankah jika tak ada “pergejolakan” dari golongan muda maka tidak ada yang namanya “proklamasi 17 Agustus 1945”?. 
Maksudku, golongan tua juga sangat berperan dalam peristiwa ini. Aku salut dengan golongan tua yang juga mau berunding bersama golongan muda. D isinilah kita bisa tahu bahwa pendapat kaum muda di tahun kemerdekaan dulu, sangat dihargai dan setidaknya dipertimbangkan. Apakah sekarang hal itu masih ada? Atau milenial sekarang yang malah lalai dalam “kewajiban” mereka membela negara? Ah, aku tidak tahu. Tapi sepertinya iya, sebagian dari mereka sudah lalai. Tapi tunggu, aku juga termasuk milenial, kan?

Segera aku bangkit dan terduduk di kasur seraya mengerutkan kening. Tiba-tiba saja aku menanyakan pertanyaan yang belum pernah hinggap di pikiranku sebelumnya. Apa arti eksistensiku di bangsa ini? Lihatlah, 75 tahun yang lalu, persis hari ini, kaum muda telah “merombak” takdir bangsa Indonesia bermodalkan dengan keinginan gigih mereka untuk merdeka. Secara langsung, mereka membawa dampak dan perubahan besar bagi bangsa Indonesia. Bahkan sampai sekarang, kita bisa merasakan dampak dan eksistensi mereka. Wah, aku tak bisa membayangkan. Semangat juang mereka sangat hebat. Apakah milenial sekarang juga bisa seperti mereka?

Aku menghela napas. Apakah Aku bisa seperti mereka? Salah, bukan masalah bisa atau tidaknya, tapi aku Harus bisa seperti mereka. Tidak, tidak, ini bukan tentang jam 3 nanti aku akan “menculik” presiden dan wakil presiden. Aku hanya ingin hidup dengan useful, aku mau semua waktu dan energi yang aku habiskan itu berguna bagi orang banyak, khususnya bagi negaraku sendiri. Intinya, aku nggak mau hidup secara egois. Karena menurutku, sia-sia hidup jika hanya memikirkan diri sendiri. Aku sebagai kaum milenial ini harus punya caranya sendiri untuk bisa membuktikan bahwa aku useful bagi bangsa dan negara. Jika kaum muda pada tahun penjajahan berjuang melawan musuh, maka aku harus berjuang melawan kemalasan –masalah khas milenial.

Aku bangkit dari tempat tidur, mengambil laptop yang akhir-akhir ini sudah jarang aku gunakan. Lihatlah, bahkan monitornya saja sudah berdebu. Aku ini mempunyai hobi menulis. Tapi dulu. Dengan rutinitasku -belajar yang sekarang, rasanya nggak sempat untuk menulis, atau aku yang terlalu malas? Entahlah, sepertinya iya. Baiklah, sekarang, aku sudah memutuskan dengan cara apa aku harus mendedikasikan hidupku sebagai kaum milenial bagi bangsa dan negara. Aku. Akan. Berkarya. Sudah sepatutnya kaum milenial untuk menciptakan “karya”nya sendiri dibandingkan harus bergantung dari karya orang lain. Emang bisa dengan menulis? Jangan remehkan penulis, bro. Andrea Hirata? Beliau sudah menerima banyak penghargaan internasional melalui buku-bukunya yang sangat bermanfaat bagi dunia literasi maupun pendidikan. Dan yang lebih harunya, aku pernah membaca sebuah artikel yang menuliskan bahwa Andrea Hirata meneriakkan “Indonesia, Indonesia, merdeka, merdeka!” saat penganugrahan gelar doktor honoris causa kepada dirinya dari Universitas Warwick, Inggris. Aku bisa membayangkan betapa bangganya Andrea Hirata menyerukan kalimat itu disertai dengan tepuk tangan riuh penonton bak proklamasi kemerdekaan. Andrea Hirata adalah satu di antara beberapa orang lainnya yang sudah mendedikasikan karya-karyanya untuk mengharumkan nama Republik Indonesia. Dan aku, juga ingin seperti itu. Tapi aku akan melakukannya dengan cara yang lebih modern.

Aku mulai membuka salah satu platform ternama di dunia, blogspot. Aku memutuskan untuk menulis di platform ini. Aku percaya, nge-Blog adalah salah satu cara dari beribu cara yang ada untuk mulai berkarya dan berprestasi ala kaum milenial. Kita memang tidak bisa mengangkat senjata demi membela negara seperti yang dilakukan golongan muda pada zaman penjajahan. Tapi kita, kaum milenial, bisa menunaikan kewajiban membela negara dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Mesti dengan menulis? Nggak juga. Tergantung dengan pilihan dan passion yang kalian miliki. Dan tergantung, dengan pilihan kalian yang mau hidupnya useful atau unuseful.

Tanpa sadar, bibirku terus tersenyum membaca postingan Blog lamaku. Hah, ternyata aku benar. Jika tidak memulai maka aku tidak akan pernah tahu hal apa saja yang akan menunggu di masa depan dikarenakan postingan kecil ini. Aku bangga. Setidaknya aku bukan salah satu dari milenial unuseful yang hanya berkomentar jahat di postingan instagram artis-artis ternama. Tapi sekarang, mereka yang berkomentar di postingan instagramku. Ah, aku tidak peduli dengan komentar-komentar jahat. Karya-karyaku hanya diperuntukkan bagi diriku, orangtuaku, dan orang-orang yang mendukungku, dan yang pasti, negaraku tercinta. Republik Indonesia.

Aku melirik handphone ku. Jam 15.00 WIB. Waktu yang sama saat aku menekan tombol “publikasikan” untuk postingan “H-1” yang sudah berumur 7 tahun ini. Ckckck..., waktu berjalan dengan cepat, ya. 7 tahun dengan cepat berlalu dan aku tak sabar untuk menyambut hari esok, 17 Agustus 2027. (Nida An Khafiyya Alhadyie)

Post a Comment for "Cerpen H - 1"