Seni Sastra Masyarakat Batak Toba
Batak Toba Sekilas Pandang
sastra Batak Toba |
Banyak teori dan pendapat yang berbicara tentang keberadaan suku Batak Toba.
Suku Batak mencakup lima suku: Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Dairi-Pakpak. Tetapi pendapat ini sangatlah lemah karena bukti untuk itu tidak kuat. Sebagian orang berpendapat bahwa suku ini berdiri sendiri. Memang ada kemiripan di antara ke lima suku ini, misalnya memiliki sedikit persamaan dalam bahasa, adat kebiasaan. Tetapi lebih banyak perbedaan. Perbedaan ini menjadi dasar penentu bahwa suku Batak Toba berbeda dari suku yang lainnya itu.
Seni Sastra Masyarakat Batak Toba.
Orang Batak Toba terkenal dengan keberaniannya untuk berbicara di depan umum dan keberanian dalam hal-hal lainnya. Sifat umum dan khas dari suku bangsa ini ialah “Si boru puas si boru bakkara, molo nunga puas ampe maso ada mara (artinya,seseorang harus mengungkapkan isi hati dan perasaannya, dan jika hal itu telah terungkapkan maka puaslah rasanya dan damai serta selesailah masalah, semua masalah harus dituntaskan dengan pembicaraan).
Ungkapan ini umumnya mewarnai sifat orang Batak. Berkaitan dengan itulah maka orang Batak suka berbicara. Suka berbicara, berkaitan erat dengan banyak hal dalam hidup orang Batak Toba. Suku ini memiliki banyak ungkapan-ungkapan berhikmat, pepatah, pantun, falsafah, syair lagu, dll. Banyak ungkapan bijaksana di kalangan masyarakat Toba. Ungkapan bijak itu tidak kala penting dan nilainya bagi kehidupan manusia bila dibandingkan dengan ungkapan bijak dari sastra suku bangsa lain. Ungkapan berhikmat itu sungguh lahir dari pengalaman dan pergulatan hidup nenek moyang dari dahulu hingga masa sekarang.
Bila diteliti secara seksama, sastra kebijaksanaan suku Batak Toba (yang disebut umpama), terdiri dari empat bagian.
Seni Sastra Masyarakat Batak Toba.
Orang Batak Toba terkenal dengan keberaniannya untuk berbicara di depan umum dan keberanian dalam hal-hal lainnya. Sifat umum dan khas dari suku bangsa ini ialah “Si boru puas si boru bakkara, molo nunga puas ampe maso ada mara (artinya,seseorang harus mengungkapkan isi hati dan perasaannya, dan jika hal itu telah terungkapkan maka puaslah rasanya dan damai serta selesailah masalah, semua masalah harus dituntaskan dengan pembicaraan).
Ungkapan ini umumnya mewarnai sifat orang Batak. Berkaitan dengan itulah maka orang Batak suka berbicara. Suka berbicara, berkaitan erat dengan banyak hal dalam hidup orang Batak Toba. Suku ini memiliki banyak ungkapan-ungkapan berhikmat, pepatah, pantun, falsafah, syair lagu, dll. Banyak ungkapan bijaksana di kalangan masyarakat Toba. Ungkapan bijak itu tidak kala penting dan nilainya bagi kehidupan manusia bila dibandingkan dengan ungkapan bijak dari sastra suku bangsa lain. Ungkapan berhikmat itu sungguh lahir dari pengalaman dan pergulatan hidup nenek moyang dari dahulu hingga masa sekarang.
Bila diteliti secara seksama, sastra kebijaksanaan suku Batak Toba (yang disebut umpama), terdiri dari empat bagian.
Pembagian itu adalah sebagai berikut:
Penggunaan umpasa merupakan ciri khas karena penggunaan umpasa berfungsi untuk memperindah dan memberi kekuatan serta penekanan dalam rangka pengungkapan makna secara intensif. Pepatah (Batak: umpama) dipakai pada kesempatan pesta pernikahan, pesta adat dan pada waktu kemalangan. Pepatah ini digunakan sebagai nasehat untuk pihak yang berpesta dan yang sedang kemalangan. Berdasarkan bentuknya ungkapan itu dapat di bagi ke dalam empat bagian besar. Pembagian itu ialah:
kebijaksanaan/kecerdikan, Pepatah etika kesopanan, Pepatah adat (peraturan: tata cara),
Pepatah hukum.
Sastra kebijaksanaan Batak Toba :
1. Berkaitan dengan Penderitaan Manusia:
Nunga bosur soala ni mangan
Mahap soala ni minum
Bosur ala ni sitaon on
Maha palani sidang olon
Arti harafiah dan leksikal:
Sudah kenyang bukan karena makan
Puas bukan karena minum
Kenyang karena penderitaan
Puas karena kesedihan/duka cita
Sedangkan arti dan makna terdalam:
Syair pantun ini mengungkapkan keluhan manusia atas penderitaan yang berkepanjangan yang menyebabkan keputusasaan. Penderitaan sering dianggap sebagai takdir. Takdir ditentukan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Allah orang Batak Toba) harus diterima dengan pasrahsaja. Ada orang yang menyerah saja pada penderitaan dan menjadi apatis. Namun untuk sebagian orang takdir dilihat sebagai sarana pendidikan, yakni mendidik untuk tabah menghadapi segala cobaan hidup, menyingkirkan sifat sombong dan sekaligus menanamkan rasa patuh kepada orangtua, raja, hula-hula (kerabat keluarga), nenek moyang dan Debata Mulajadi Na Bolon.
Jenis pantun ini ialah “pantun andung” (pantun tangisan) pada penderitaan. Pantun ini diungkapkan pada waktu mengalami penderitaan (kesedihan dan duka cita), misalnya pada saat kematian orang tua, sahabat dan famili.
Dalam kelompok pepatah (Batak: umpama). Dipakai pada kesempatan pesta pernikahan, pesta adat dan pada waktu kemalangan. Pepatah ini digunakan sebagai nasehat untuk pihak yang berpesta dan yang sedang kemalangan.
- Filsafah (Batak: umpama nama risi habisuhon= pepatah yang berisi pengetahuan atau kebijaksanaan).
- Etika kesopanan (Batak: umpama ha hormaton).
- Undang-undang (Batak: umpama namar domu tu adat dohot uhum).
- Kemasyarakatan (Batak: umpama namar domu tu parsaoran si ganupari, imana di pangke di tingki pesta, partamueon, dll.).
Penggunaan umpasa merupakan ciri khas karena penggunaan umpasa berfungsi untuk memperindah dan memberi kekuatan serta penekanan dalam rangka pengungkapan makna secara intensif. Pepatah (Batak: umpama) dipakai pada kesempatan pesta pernikahan, pesta adat dan pada waktu kemalangan. Pepatah ini digunakan sebagai nasehat untuk pihak yang berpesta dan yang sedang kemalangan. Berdasarkan bentuknya ungkapan itu dapat di bagi ke dalam empat bagian besar. Pembagian itu ialah:
- Pantun (Batak: umpasa): adalah ungkapan yang berisi permintaan berkat, keturunan yang banyak, penyertaan dan semua hal yang baik, pemberian dari Allah.
- Kiasan/persamaan (Batak: tudosan): adalah pepatah yang berisi persamaan dengan ciptaan (alam) dan semua yang ada di sekitar kita, misalnya: pematang sawah yang licin.
- Nyanyian (Batak: endeende): adalah pepatah yang sering dinyanyikan, diungkapkan oleh orang yang sedang rindu, yang bergembira dan yang sedang sedih.
kebijaksanaan/kecerdikan, Pepatah etika kesopanan, Pepatah adat (peraturan: tata cara),
Pepatah hukum.
Sastra kebijaksanaan Batak Toba :
1. Berkaitan dengan Penderitaan Manusia:
Nunga bosur soala ni mangan
Mahap soala ni minum
Bosur ala ni sitaon on
Maha palani sidang olon
Arti harafiah dan leksikal:
Sudah kenyang bukan karena makan
Puas bukan karena minum
Kenyang karena penderitaan
Puas karena kesedihan/duka cita
Sedangkan arti dan makna terdalam:
Syair pantun ini mengungkapkan keluhan manusia atas penderitaan yang berkepanjangan yang menyebabkan keputusasaan. Penderitaan sering dianggap sebagai takdir. Takdir ditentukan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Allah orang Batak Toba) harus diterima dengan pasrahsaja. Ada orang yang menyerah saja pada penderitaan dan menjadi apatis. Namun untuk sebagian orang takdir dilihat sebagai sarana pendidikan, yakni mendidik untuk tabah menghadapi segala cobaan hidup, menyingkirkan sifat sombong dan sekaligus menanamkan rasa patuh kepada orangtua, raja, hula-hula (kerabat keluarga), nenek moyang dan Debata Mulajadi Na Bolon.
Jenis pantun ini ialah “pantun andung” (pantun tangisan) pada penderitaan. Pantun ini diungkapkan pada waktu mengalami penderitaan (kesedihan dan duka cita), misalnya pada saat kematian orang tua, sahabat dan famili.
Dalam kelompok pepatah (Batak: umpama). Dipakai pada kesempatan pesta pernikahan, pesta adat dan pada waktu kemalangan. Pepatah ini digunakan sebagai nasehat untuk pihak yang berpesta dan yang sedang kemalangan.
Post a Comment for "Seni Sastra Masyarakat Batak Toba"