Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KUMPULAN [4 CERPEN PENDIDIKAN]

1. AYO BERANGKAT SEKOLAH



Mentari telah terbit di ufuk timur. Tapi Faisal masih saja tak beranjak dari tempat tidurnya. Burung-burung berkicauan menambah indahnya suasana pagi itu. Mentari semakin meninggi dan terlihat pagi ini sangat cerah.

Faisal adalah murid kelas VII di SMP bina harapan. Ia tampak malas untuk bangun, padahal hari ini adalah hari selasa yang artinya ia harus berangkat ke sekolah. Ibunya lekas membangunkan Faisal karena jam telah menunjukkan jam 6.15.

Tapi ia tampak malas untuk bangun dan tak mau untuk sekolah lagi. Ibunya membangunkan Faisal tetapi ia masih saja berbaring di tempat tidur. “Faisal tidak mau sekolah lagi bu,” jawab Faisal sambil menggeliat.

Ibunya bingung dengan sikap Faisal, padalah ia adalah anak rajin dan pandai di sekolah. “Kalau Faisal tidak sekolah, besuk mau jadi apa? Apa tidak kasihan dengan ibu?”, tanya ibunya. “Tapi pendidikan saat ini sudah rusak bu, hanya orang-orang kaya yang mendapat pelayanan baik dari sekolah, sedangkan orang-orang miskin seperti kita sering dianggap bodoh dan nakal. Beasiswa juga hanya diberikan pada anak-anak pandai saja, lantas dimana tugas pendidikan untuk merubah sikap dan perilaku menjadi lebih baik bu? Akibat biaya pendidikan yang mahal sekarang ini, banyak pejabat yang korupsi dan akhirnya akan melahirkan koruptor-koruptor baru. Jadi apa gunanya Faisal sekolah lagi bu?”, bantah Faisal.

“Jadi Faisal prihatin dengan kondisi pendidikan saat ini? Lantas apa yang ingin Faisal lakukan untuk mengubahnya?”, Tanya ibu. “Ya Faisal ingin mengubah sistem pendidikan di negara ini bu”. “Lantas bagaimana cara Faisal mewujudkan cita-cita tersebut?”, Ibu kembali bertanya. “Ya dengan sekolah yang baik bu,” jawab Faisal. “Nah itu Faisal tau. Sekarang lekas mandi dan berangkat ke sekolah ya nak”.

Akhirnya Faisal mau berangkat ke sekolah. Ibunya pun merasa lega anaknya mau berangkat kesekolah lagi. Beberapa menit kemudian Faisal sudah siap berangkat ke sekolah dan berpamitan kepada ibunya.


2. Si Miskin Bersekolah

Sudah delapan bulan yahya masih saja teringat dengan ayah nya yang meninggal karena kanker yang dideritanya, Yahya adalah anak petani buta huruf yang harus memikirkan bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhannya.

Kini Yahya hanya tinggal bersama dengan ibunda tercintanya. Tinggal di gubuk bambu yang sangat minim dan harus melakukan lagi renovasi. Di desa Pagarbanyu, dan pada saat itu belum ada listrik di desa tersebut.

Pada saat malam Yahya hanya bisa membaca buku yang ditemukan d tumpukan tempat sampah pinggir sekolah dan hanya di sinari oleh lampu minyak yang memberikan cahaya merah di mukanya.

Sedangkan ibunya yang selalu menemani sang anak tercinta dengan menyanding sepotong obat nyamuk bakar agar anaknya dapat fokus dalam membacanya.

Pagi itu, Yahya ingin sekali bersekolah, tetapi dengan kondisi keuangan yang tidak mencukupi, yahya sementara itu tidak bisa melanjutkan sekolah. Ibunya yang sehari-hari mencari nafkah dengan bekerja di sawah milik juragan Toni.

“Bu kapan aku bisa sekolah seperti teman-teman yang lain?” kata Yahya dengan menatap ibunya dengan penuh harapan. “Sabar ya nak, nanti kalau tabungan ibu udah cukup buat biaya sekolah yahya . secepatnya Yahya bisa sekolah..” katanya.

Dengan melihat ibunya bekerja keras demi membantu ekonomi keluarganya, Yahya hanya bisa membantu ibunya bekerja disawah.

Semenjak ayahnya meninggal ekonomi keluarga bu Saji tidak stabil. Sehingga membuat mereka berusaha keras mengumpulkan uang untuk kebutuhan sehari-hari dan berharap mendapatkan rezeki lebih agar Yahya bisa sekolah kembali.

Yahya pun tidak sekedar membantu ibunya di sawah, tetapi juga dia memilih untuk berjualan Koran. Ketika Yahya menjajakan korannya, tidak menyangka dia bertemu dengan temannya yang bernama Difa dia anak salah satu guru.

Dengan melihat Difa sudah memakai seragam sekolah yang rapi dan lengkap dengan membawa tas dan tak lupa membawa bekal makan siang – Cerpen Tema Pendidikan tentang Sekolah. Yahya merasa iri hati melihat Difa yang bisa bersekolah dan mempunyai banyak teman.

“Yahya aku berangkat sekolah dulu ya, takut telat ada upacara bendera” kata Difa sambil bergegas berangkat dan meninggalkan Yahya. “Ohhh.. iya Difa, hati-hati di jalan ya..” menatap Difa dengan merasa sedih.

Yahya pun bergegas pulang dan menemui ibunya yang sedang bersiap untuk pergi bekerja, “Buu.. kenapa si hidup kita miskin, kenapa aku engga bisa seperti teman yang lain,?? coba aja ayah belum meniggal, pasti Yahya sekarang ini biasa sekolah bu..” kata yahya dengan penuh amarah dan emosi kepada ibunya.

Ibunya tidak merespon perkataan Yahya yang hanya akan sia-sia bila di jelaskan karena Yahya masih belum bisa mengikhlaskan kepergian ayahnya.

Kemudian ibunya laju pergi untuk bekerja disawah. Begitu amat kesal akhirnya Yahya pergi dan duduuk dibawah pohon rindang.

Sani datang untuk menemui Yahya, dan mengajak Yahya untuk menjajakan Koran di sekitar terminal. Seperti biasa dengan semangat yang luar biasa mereka benar-benar tak merasakan lelah, meskipun terik matahari siang itu begitu terasa kulit.

Mereka masih tetap semangat dan termotivasi untuk mengumpulkan uang yang banyak. Agar bisa melanjutkan sekolah dan mewujudkan cita-cita.

Sambil menjajakan Koran Sani bertanya kepada Yahya “Emang cita-citamu pengen jadi apa sobat ?”. “Ada deh, mau tau aja ..” Yahya tertawa melihat wajah sani yang amat penasaran. Sani pun masih tetap bersih keras menanyakan cita-cita Yayha. Tetapi Yahya masih tetap tidak mau memberitahu Sani.

Setelah menjajakan Koran Yahya dan sani melanjutkan untuk mengamen. Mereka ingin mendapatkan penghasilan lebih. Tak disangka sebuah mobil menyerempet Yahya dari belakang, Yahya pun jatuh tersungkur.

Kemudian keluarlah Bu Indah dari mobilnya. Dan mengajak Yahya untuk pergi kerumah sakit tetapi Yahya menolak. Dan Sani keget melihat kaki Yahya memerah dan bengkak, Bu Indah pun langsung membawa Yahya ke rumahnya untuk diberi obat.

Sesampainya di rumah Bu Indah menyuruh pembantunya untuk merawat Yahya yang kakinya kesleo dan bengkak itu.

Kemudian Bu Indah bertanya kepada Yahya dan Sani. “mengapa kalian berada di jalan waktu pagi-pagi? Apakah kaliat tidak sekolah?” dengan wajah merasa bersalah telah menyerempet Yahya. Yahya pun bilang kalau ia tedak sekolah. Sani pun menjelaskan bahwa mereka ingin sekolah tetapi tidak punya biaya.

Kemudian anak bu Indah yang bernama andi tiba-tiba dating dari kamarnya menghampiri Yahya, dan Andi pun tidak suka melihat kedatangan Yahya dan Sani karena mereka orang miskin. Bu indah menasehati Andi agar tidak bersikap kasar kepada Yahya dan Sani.

Tetapi andi masih bersih keras dia tidak suka dengan kedatangan Yahya dan Sani. Andi tidak suka mamanya menolong Yahya dan Sani.

Dan bu Indah ingin menolong mereka agar bisa sekolah kembali. Tetapi dengan niatan Bu Indah seperti itu, Andi tidak suka membantu mereka untuk sekolah di tempat andi bersekolah.

Luka Yahya sudah selesai di obati, Bu Indah mengantarkan pulang Yahya dan Sani. Smpai di rumah Yahya Bu Indah minta maaf kepada ibunya Yahya. Karena tidak sengaja menyerempet yahya . “Kedatangan saya kemari mau minta maaf, karena sudah tidak sengaja menyerempet Yahya” kata Bu Indah.

“Tidak apa-apa bu… Cerpen Tema Pendidikan tentang Sekolah. saya mengerti, memang kondisi ekonomi saya tidak memungkinkan, sehingga yahya membantu saya memenuhi kebutuhan sehari-hari, maafkan anak saya kalau berjalan dengan menghalangi jalan ibu”.

Setelah bu Indah meminta maaf, ia menawari kepada Yahya dan Sani untuk bersekolah. Yahya dan Sani merasa senang dan tidak percaya.

Pada akhirnya mereka berdua bisa melanjutkan sekolah kembali. Dan Bu Saji merasa bersyukur akhirnya Yahya bisa sekolah .

Yahya sekolah dengan amat sangat rajin sehingga dia sekolah sampai di perguruan tingi ia mendapatkan beasiswa, dan dapat mewujudkan cita-citanya menjadi seorang guru. (oleh; Tri Indah Lestari)

3. Mendulang Harta

Hari panas terik. Sang surya bersinar dengan ganasnya. Membuat ubun-ubun terasa mendidih. Aris mempercepat langkah menuju rumahnya. Akhirnya sampai juga. Dia duduk melepas lelah sambil membuka sepatunya.

Aris : “Huh, lega rasanya,’’

ia menghela napas dan beranjak masuk ke dalam. Baru saja melangkahkan kaki ke dalam rumah, ia menemukan uang berserakan di lantai.

Aris : “Hah, uang apa pula ini Mak,’’ katanya heran.

Tentu saja dia heran. Di zaman serba sulit ini uang dibiarkan berserakan di lantai begitu saja. ‘’Untung aku bukan maling yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah,’’ pikirnya nakal.

Bpk Aris : “Uang punya Mak. Berikan sama Mak. Bapak mau keluar,’’ sahut bapak.

Aris : “Hmm, Mak sudah punya uang sekarang. Jadi, aku bisa minta uang untuk membayar uang les dan LKS,’’ pikirnya.

Aris : “Maaak, Oo Maaak,’’ panggil Aris.

Mak Aris : “Ada apa Ris. Ganggu orang saja kamu ini,’’ kata maknya jengkel.

Lalu Aris menyerahkan uang tersebut pada maknya. Ia menjelaskan bahwa uang les dan LKS-nya belum dibayar. Sedang pihak sekolah sudah beberapa kali menagihnya. Tapi bukannya diberi uang, dia malah dimarahi oleh maknya.

Mak Aris : “saya heran dengan sekolah kamu itu. banyak sekali tetek bengek yang harus dibayar. kan ada dana bos. untuk apa dana bos itu? sudahlah, tidak usah kamu sekolah. buang-buang uang saja. sekarang karet itu tidak berharga, tahu?’’ Katanya dengan muka merah menyala.

Aris : “Aku sudah menjelaskan bahwa dana BOS itu tidak mencukupi, karena sekolahnya hanya sekolah swasta dan banyak memakai tenaga honor.”

Tapi maknya tidak mau tahu dengan semua itu. Dia malah menyuruh Aris cari uang sendiri. Kemanakah uang kan dicarinya?

Aris : “Ah, Emak tak mengertilah dengan pendidikan. Padahal pendidikan itu sangat penting. Dengan pendidikan kita akan bisa menatap masa depan yang gemilang.

Mak Aris : “Buat apa kamu sekolah? Lihat itu hah, banyak yang sekolah tinggi, tapi akhirnya cuma jadi pengangguran, kan? Jadi buat apa sekolah?’’ tambah maknya lagi.

Aris lebih memilih diam dari pada menjawab omongan maknya. Ia menyayangkan kenapa maknya mempunyai pola pikir yang terbelakang seperti itu? Sekarang orang berlomba-lomba mencari ilmu, tapi mak malah melarangnya.

Aris : “Mak… mak, mengapa Emak lebih suka mengumpulkan uang, beli emas, dan membanggakan diri pada orang lain dari pada menyekolahkan kami anak-anak mak. Itu akan lebih bermanfaat,’’ gumamnya dalam hati.

Aris sudah lelah mendengarkan omelan emaknya itu. Dia keluar dan pergi entah ke mana.

Sedangkan si Lina, adiknya baru saja pulang dari sekolah SMP yang tidak jauh dari rumahnya. Setibanya di rumah, mak menyuruhnya mandi dan berpakaian yang bagus.

Tidak biasanya mak seperti ini. Ternyata si Lina akan dilamar oleh Pak Anto duda kaya yang tinggal di desa sebelah. Tentu saja Lina menolak dengan keras semua itu. Namun, mak tetap bersikeras dengan kemauannya. Ia sama sekali tidak memikirkan bahwa anaknya itu di bawah umur untuk menikah. Apalagi akan dinikahkan dengan seorang duda. Ah, benar-benar tidak masuk akal.

Emak sudah terpengaruh oleh harta. Mak bilang, ia iri pada teman-teman arisannya yang kaya dan hidup mewah. Sedangkan mak tidak punya apa-apa. Mak ingin menabung untuk menggapai semua itu. Kalian tidak usah sekolah. Hanya menambah beban saja.

Hari-hari berikutnya, Aris tak lagi bersekolah. Ia berhenti dan bergaul dengan teman-temannya yang tidak sekolah. Sebenarnya hati kecilnya selalu sedih tiap kali melihat teman-temannya bersekolah. Tapi apa mau dikata, mak sudah tidak mau lagi menyekolahkannya.

Waktu terus berjalan. Aris semakin terjerumus dalam kehidupan yang tidak memiliki masa depan. Ia telah berubah. Hingga suatu hari dengan tergopoh-gopoh, Enda temannya Aris datang dan memberitahukan pada Emak kalau Aris ditangkap polisi tadi malam. Tapi sekarang ia dirawat di rumah sakit. Overdosis katanya. Habis pesta sabu-sabu.

Bagai guntur di siang bolong, Emak dan bapak kaget bukan kepalang. Tapi apa mau dikata. Itu salah mereka, mereka yang menginginkan anaknya seperti itu. Mak menangis-nangis menyesali perbuatan dan siapnya yang tak mau menyekolahkan anaknya itu.

Bpk Aris : “Sudahlah Nur, mudah-mudahan Aris lekas sembuh dan kita bisa kumpul lagi seperti dulu. Akan kita bina keluarga kita. Biarlah kita hidup sederhana, asalkan hati dan keluarga kita bahagia.” kata Bapak dengan mata berkaca-kaca, ia berusaha menenangkan hati mak.

Mak Aris : “Bapak benar, kini mari kita bina dan songsong keluarga sakinah.” kata mak mantap.


4. Kenangan di Sudut Kelas Kita

Kenalin aku citra. Dan ini adalah kisahku dengan ketiga sahabatku di masa putih abu-abu. Dia adalah 2 sahabatku rey dan citra. Mereka adalah penyemangat duniaku. Katanya masa SMA ini adalah masa yang menyenangkan begitu juga yang kami rasakan bertiga. Bahagia selalu membuka dan menutup sagala aktifitas kami di sekolah, tapi kisah itu harus berubah 180 derajat disaat sang waktu mulai melangkah dan lelah melihat kami bertiga. Dan inilah kisah kami.

Di saat terakhir MOS kelelahan yang kami rasakan akhirnya terbayar dengan adanya pengumuman kelas masa depan kami nanti di sekolah ini. Tempat di mana aku dan prajurit pembutu mimpi ini akan berperang menghancurkan batu yang menutup kebahagian di masa depan nanti. Kami akan berusaha meraih cita-cita kami bersama di kelas baru ini. Dan tak sabar memakai title baru.

Aku dan kawan-kawan maju ke papan pengumuman itu. Hatiku tak perlu deg degan karena dimanapun ku ditempatkan aku sudah siap. Aku bersyukur di saat aku melihat nama ku di X2. Waw.. bangga ku rasa. Meski masih ada x1 tapi aku bersyukur. Kuperiksa nama teman masa depanku dan aku bahagia aku mengenal 1 orang di sana dia adalah temanku semasa MOS dulu REY.

Hari pertama sekolah dimulai. Agak risih juga memakai baju ini, putih abu-abu. Wajah yang tak kukenal kini berkumpul di kelas itu dengan bahagia, sepertinya mereka merasakan apa yang kurasakan hari ini. Meraka begitu hangat dan ramah lihat saja di sana gadis kecil yang baru datang itu. Dia menyunggingkan senyumnya yang manis sambil menyapa “hai.. selamat pagi.” Dia begitu ramah kelihatannya dia baik.

Gadis itu melangkah ke salah satu tempat duduk di depan sana. Dia sepertinya langsung mendapatkan teman duduk, dan setelah itu dia meneruskan langkahnya ketempat dudukku. Apa dia mengenal ku? Atau..? “hay rey..” sapa dia pada teman dudukku ini. Ow ternyata dia kenal dengan rey.

“citra.. kamu di sini juga” kata rey dengan ramah. Kelihatannya mereka adalah teman dekat.

“ia dong brow.. hum asik yah kita bisa satu kelas. Jadi kalo pulang bisa pulang bareng dong..”

“iya lah. Asik wah sebuah kebetulan yang luar biasa..”

Citra memandangku. “hay.. senang bertemu denganmu. Boleh kenalan?”

“juga.. namaku arga.”

Tak kuduga dari sinilah mulai terukir persahabatan antara kami bertiga, setiap pagi senyuman manis mereka menbuatku semangat. Canda tawanya membuatku bahagia, ketika hati tengah gundah mereka selalu siap menjadi tempat curhat ku, meski kadang perbedaan selalu terbentang jauh namun tak pernah kami bertengkar selalu ada jalan keluar untuk masalah yang mendatangi kami.

“penguman disampikan kepada siswa kelas X yang berminat menjadi anggota musik smansa agar segera mendaftarkan diri di panitia.”

Wah. Hal ini begitu membuatku girang, setelah sekian lama menunggu kesempatan untuk bergabung dengan musik smansa yang selalu menjadi buah bibir di masyarakat kini akan aku wujudkan. Aku berjanji di suatu saat nanti aku akan menjadi anggota musik smansa, meski tantangannya berat. Kali ini kami bertiga mengikuti audisi itu, karena tampa ku sadari ternyata kami bertiga memiliki hobby yang sama dalam musik.

“waw.. harus semangat nih secara kita bertigakan ikut..” kataku menyemangati

“yoi tapi masih banyak sih saingan.” Kata citra

“ia nih aku kok gak PD yah..” kata rey merenda. Ya meski sebenarnya jika aku melihatnya dia memiliki bakat.

“aduh aku gak mau daftar deh kayaknya, aku takut.” Kata Rey pesimis. Setelah melihat banyak anak-anak yang berminat, khususnya yang menjadi anggota exkul paduan suara.

“aduh Rey, gak ada salahnya kali mencoba. Coba aja dulu siapa tau bisa, kalo gak bisa lolos kan anggap aja ini sebagai pengalaman iya kan.” Kata Citra yang selalu menberi dukungan.

“iya benar tuh Rey..” kataku menimpali.

Akhirnya nama kami bertiga ditulis di kertas pendaftaran itu, Rey suara bass, aku di tenor dan citra sebagai alto. Partitur segera dibagikan dan yang menbuat ku kaget besok langsung audisi menbaca not. Saat inilah solidaritas kami teruji. Meski beda suara namun kami terus berlatih bersama saling mendukung.

“do.. re.. mi…” suara melodi yang kami keluarkan, ternyata membaca not itu menyenangkan juga Meski ada beberapa yang susah, dan kadang aku salah dalam membaca tanda not tapi kita bertiga tak menyerah. Kita berusaha sebisa mungkin.

“gais.. lelah juga yah latihan. Terapi dulu yuks.” Kataku yang mulailelah berlatih seharian. Yang langsung ditimpali rasa penasaran citra.

“ha! Apa kunteng? Terapi? Yang bener? Terapi apaan? Dimana?” aduh buset dah.. kelewatan bangat nih orang nanya biasanya juga satu-satu.

“iya. Terapi ikan. Dekat leb komputer.” Aku menjelaskan sedetail mungkin. Lucu juga sih biasanya kan yang makan ikan tuh manusia. Ini ikan yang makan manusia. Hehehe.. lain coy

“wah asik nih. Langsung cebur dah gue.” Kata citra cewek yang suka aneh itu. Dia langsung membuka sepatunya dan menaruh kakinya di kolam ikan itu. “aw.! aw! geli.. geli..” kata citra seketika sambil melompat-lompat. Aku dan rey tertawa geli meihat tingkah citra yang lucu.

“makanya.. kalo bertindak tuh jangan asal. Sotoy sih lo.” Kata Rey merayu. Wajah citra seketika berubah cemberut lucu juga.

“udah ah dari pada bertengkar ke kelas lagi yuk. Latihan lagi kan kita mau audisi ntar.” Kata u.

Yeah.. sampai di kelas lain lagi yang dibuat. Rey malah utak-atik kamera. “woi. Foto bareng yuk.” Akhirnya kita malah sibuk lagi bertiga mengekspresikan gaya-gaya yang super alay. “creg.. creg..” fotonya unik juga. Orangnya kayak do re mi lagi.

Sekarang jam 3.

OMJ waktu sepertinya begitu cepat. Kita melangkah ke ruang musik untuk audisi. Di sana telah banyak anak-anak. Waw banyak juga yang berminat. Di sana kami bertiga saling mendukung sambil hatiku tercengang. “semangat..”

Akhirnya setelah melakukan audisi dengan waktu yang panjang. Audisi selesai juga. Tinggal nunggu pengumuman. Dan besok kita dengar pengumannya. Takut juga.

“wi.. pasti gua gak lolos nih” kata rey dan citra. Aduh kenapa ni berdua jadi pesimis. Aku jadi terbawa lagi. Tapi besok baru diterima jawaban yang pasti.

Kami bertiga melangkah ke papan di ruang musik, banyak sekali anak-anak di sana. Kami mencari nama masing-masing. ‘Arga’ yes namaku ada. ‘rey putra’ yeah rey juga masuk. Dari tadi citra cemberut dan sedih. “kenapa lo?” “liat aja sendiri” katanya cuek. Di sana tidak ada nama citra. Sedih sekali rasanya. Seketika air mata citra jatuh, dengan kecewa citra berlari pulang. Aku sedih melihat sahabatku ini.

“citra tunguin kita dong” kami berlari mengejar citra dan akhirnya dapat juga. “woi jangan sedih gitu dong. Ini kan baru tahap pertama lagian kamu juga yang bilag kalo gak lolos anggap aja ini pengalaman.” “kalian gak tau apa yang aku rasakan karena kalian lolos”

Mulai saat itu citra gak peduli lagi sama kita, dia pendiam dan tidak seceria dulu, banyak perubahan padanya, dia kini tidak sesemangat dulu dalam belajar musik, bahkan selalu menutup telinga ketika mendengar kata musik, jujur kita sedih bangat.

“rey. Aku kasian deh sama citra.”

“aku juga. Dekati yuks.”

Kita mendekati citra. “citra lo kok gini sih.”

“begini apa?”

“lo tuh berubah”

“gak kok. Perasaan kalian aja”

“gak cit. cit kita ngerti kok gimana perasaan lo..”

“memangnya perasaan gue gimana?”

“lo pasti sedihkan lo gak lolos, tapi lo gak boleh nyerah. Lo juga jangan jauhin kita dong kita kan kangan sama lo, kasian l yang selalu murung gitu, apa lo gak kangan sama kita?”

Sesaat citra terdiam. Sambil meneteskan air mata. Aku dan rey menghapus air matanya.

“lo gak boleh nangis, karena air mata lo adalah luka untuk kita, dan sebagai sahabat kita gak mau liat lo gini terus, kita sayang sama lo.”

“iya maafin gue yah, gue janji gak akan murung lagi”

“yeah.. gitu dong.”

Sekian.

Aku dan rey segera memeluk citra, bahagia rasnya melihat citra bahagia lagi

Post a Comment for "KUMPULAN [4 CERPEN PENDIDIKAN]"