Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Membaca Novel Sejarah (MATERI BAHASA INDONESIA KELAS 12)

Novel Sejarah

Bahasa Indonesia Kelas 12: Membaca Novel Sejarah

Assalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh,

Hallo sahabat…
Sudah pernah baca novel sejarah belum? Novel sejarah bisa membantu kita mempelajari sejarah lewat cara yang menyenangkan lho. Kaidah kebahasaan novel sejarah dengan alur yang bertutur, membuat siapapun yang membacanya terbawa cerita yang disajikan penulisnya.

Nah, pada materi Bahasa Indonesia kelas 12 kali ini, Ketelair Blog mengajak kamu mempelajari tentang pengertian teks sejarah, termasuk kaidah kebahasaan novel sejarah.

Kamu simak artikel ini baik-baik ya, Sahabat.

Pengertian Novel Sejarah

Novel sejarah adalah karya sastra yang menceritakan mengenai fakta-fakta kejadian di masa lalu, yang berisi peristiwa bernilai sejarah. Walaupun mengulas fakta-fakta dalam sejarah, novel sejarah juga berisi hal-hal yang berasal dari imajinasi penulisnya.

Jadi, kaidah kebahasaan novel sejarah pun disusun sedemikian rupa agar mengedukasi sekaligus menghibur pembacanya. Teks dalam novel sejarah pun berbeda pengertiannya dengan teks sejarah ya, Sahabat...!

Jika dilihat dari tujuannya. pengertian teks sejarah adalah teks yang menjelaskan fakta-fakta dari kejadian masa lalu, yang menjadi latar belakang terjadinya peristiwa bersejarah.

Teks sejarah memiliki aturan yang ketat dalam pengungkapan sejarah karena harus sesuai dengan fakta-fakta kejadian bersejarah.

Sementara novel sejarah, hanya berlatar belakang peristiwa sejarah dan tidak harus bersandar pada fakta-fakta sejarah. Hal ini terlihat dari tulisan imajinatif, penggunaan prosa fiksi hingga penokohan dan latar belakang peristiwa yang ditulis dengan gaya novel. Penulis novel sejarah lebih bebas mengonstruksi jalinan cerita sesuai imajinasinya.

Walaupun bersifat imajinasi, banyak latar belakang kisah masa lalu yang diceritakan kembali. Inilah yang membuat sebuah novel dikatakan sebagai karya tulis bermuatan sejarah.

Contohnya seperti novel karya Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia. Pramoedya mengusung latar belakang Indonesia di masa pemerintahan Hindia Belanda pada novel tersebut.

Jika ditelaah lebih jauh, Pramoedya menggunakan unsur sejarah yang kental untuk menceritakan berbagai dimensi kehidupan tokoh-tokoh sejarah dalam novelnya, misalnya kehidupan masyarakat pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda, tragedi atau peristiwa yang terjadi di era tersebut, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, novel sejarah bisa dikategorikan sebagai novel rekon (ulang) imajinatif.

Selain Bumi Manusia, contoh dari novel rekon imajinatif adalah pentalogi novel “Gajah Mada” karya Langit Kresna Hariadi, atau novel “Roro Mendut” karya Mangunwijaya.

Struktur Novel Sejarah 

Pada dasarnya, struktur novel sejarah sama saja dengan novel-novel pada umumnya. Untuk memudahkan, kali ini, Ketelair Blog menggunakan novel “Gajah Mada: Perang Bubat” karya Langit Kresna Hariadi sebagai penjelasan strukturnya, antara lain:

1. Orientasi (exposition)

Tahap orientasi atau exposition ini seringkali disebut juga sebagai tahap pengenalan situasi cerita. Tahap ini berfungsi untuk memberikan gambaran dan konteks cerita dalam novel kepada para pembaca. Makanya, dalam tahap orientasi, pengarang mulai mengenalkan para tokoh, hubungan antar tokoh dan latar cerita berlangsung. Misalnya latar waktu, latar peristiwa, dan latar tempat.

Dalam novel “Gajah Mada: Perang Bubat”, bagian orientasi novelnya bermula pada aat pengarang mengenalkan para tokoh utama novel tersebut, seperti Raja Hayam wuruk, Panglima Gajah Mada, Putri Dyah Pitaloka, hingga bagaimana kehidupan mereka di Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda Galuh.

2. Pengungkapan Peristiwa

Pada tahap pengungkapan peristiwa, pengarang mulai menceritakan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, kesukaran, dan pertentangan yang dihadapi oleh para tokoh novel.

Tahap pengungkapan peristiwa dalam novel “Gajah Mada: Perang Bubat” terjadi pada saat Raja Hayam wuruk mempunyai keinginan untuk melamar Putri Dyah Pitaloka, sementara di sisi lain, Gajah Mada ingin menyatukan Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda Galuh.

3. Peningkatan Konflik (Rising Conflict)

Pada tahap peningkatan konflik, pengarang mulai meningkatkan perhatian pembaca atas masalah-masalah yang dihadapi para tokoh novel. Tahap ini sering disebut sebagai rising conflict.

Peningkatan konflik dalam novel “Gajah Mada: Perang Bubat” terjadi saat Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda Galuh berjanji untuk bertemu. Tujuannya agar Raja Sunda Galuh dapat menyerahkan Putri Dyah Pitaloka ke Raja Hayam wuruk. Namun, setelah itu terjadi kesalah pahaman antara Raja Sunda Galuh dengan utusan Majapahit, Patih Gajah Mada.

4. Puncak Konflik (Klimaks)

Puncak konflik atau klimaks adalah bagian paling seru dan mendebarkan dalam sebuah novel. Pada tahapan ini pengarang akan menceritakan nasib tokohnya, apakah tokoh novelnya berhasil atau gagal menyelesaikan masalah-masalahnya.

Nah, kalau dalam novel “Gajah Mada: Perang Bubat”, puncak konflik terjadi saat kesalahpahaman yang terjadi antara Raja Sunda Galuh dengan Gajah Mada akhirnya memicu terjadinya perang antara Kerajaan Sunda Galuh dan Kerajaan Majapahit.

Perang tersebut dinamakan Perang Bubat. Adegan Perang Bubat inilah yang disebut sebagai puncak konflik dalam novel “Gajah Mada: Perang Bubat”

5. Penyelesaian (Resolusi)

Sesuai dengan namanya, tahapan ini adalah bagian akhir cerita. Pada tahap ini, pengarang akan menjelaskan sikap atau nasib para tokoh di novelnya setelah peristiwa puncak konflik yang baru saja dilalui para tokoh tersebut.

Pada tahap ini pengarang juga akan menceritakan kondisi akhir atau nasib akhir tokoh utama dalam novelnya. Tahap penyelesaian konflik dalam novel “Gajah Mada: Perang Bubat”, berakhir dengan tragis, yaitu dengan kekalahan Kerajaan Sunda Galuh dan peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh Putri Dyah Pitaloka.

6. Koda

Koda merupakan bagian akhir novel yang berisi mengenai komentar pengarang mengenai keseluruhan cerita. Pengarang bisa memberikan komentar pada koda ini melalui dirinya sendiri atau mewakilkannya pada tokoh dalam novelnya.

Namun, tidak semua novel memiliki koda ya, Sahabat Ketelair. Misalnya, pada novel-novel modern, biasanya simpulan akhir cerita diserahkan kepada pembacanya. Jadi akhir dari novel sengaja dibuat menggantung, agar pembaca menebak-nebak sendiri bagaimana nasib akhir tokoh utama dalam novel.

Kaidah Kebahasaan Novel Sejarah

Genre novel sejarah, memiliki kaidah bahasa sendiri yang biasanya jarang ditemui di genre-genre novel modern lainnya. Novel sejarah memiliki tiga aspek bahasa yang paling menonjol, yaitu kata yang sifatnya lampau, konjungsi kronologis, serta kata kerja mental.
    
Berikut penjelasannya:
  • Kata atau Kalimat Bersifat Lampau
Kata atau kalimat yang sifatnya lampau ini biasanya digunakan dalam novel sejarah untuk menguatkan gambaran serta konteks latar waktu dan latar tempatnya.

Makanya, jangan heran kalau dalam novel sejarah, kamu akan menemukan kata-kata yang sudah tidak umum digunakan pada zaman sekarang. Salah satu contoh kalimat bersifat lampau dalam novel Gajah Mada: Perang Bubat adalah “Dikawal beberapa abdi dan prajuritnya, Raja Sunda Galuh kembali ke balairung didampingi Permaisuri”.

Kata kerja yang sifatnya lampau ini biasanya digunakan dalam novel sejarah untuk menguatkan gambaran serta konteks latar waktu dan latar tempat terjadinya cerita dalam novel. Makanya jangan heran kalau dalam novel sejarah, kamu akan menemukan kata-kata yang sudah tidak umum digunakan pada zaman sekarang.

Contohnya penggunaan kata kerja bersifat lampau dalam novel “Gajah Mada: Perang Bubat” adalah “Dikawal beberapa abdi dan prajuritnya, Raja Sunda Galuh kembali ke balairung didampingi Permaisuri”. Pada kalimat tersebut terdapat kata “abdi” yang sudah tidak pernah digunakan pada zaman sekarang kan? Nah, kata “abdi” inilah yang dinamakan kata yang sifatnya lampau.
  • Konjungsi Kronologis
Novel sejarah juga biasanya banyak menggunakan konjungsi kronologis atau temporal, untuk menggambarkan urutan waktu. Misalnya “setelah, mula-mula, sejak saat itu, dan kemudian”.

Contoh penggunaan konjungsi kronologis dalam novel “Gajah Mada: Perang Bubat” adalah “Setelah melihat secara langsung, Prabasiwi tak mampu menutupi rasa tertariknya kepada prajurit muda bernama Kuda Swabaya”.
  • Kata Kerja Mental
Kata kerja mental adalah kata yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh dalam novel sejarah, seperti “mengharapkan, menginginkan, mendambakan, merasakan, dan menganggap”.

Contoh penggunaan kata kerja mental dalam novel “Gajah Mada: Perang Bubat” adalah “Kedudukannya sebagai panutan para gadis Sunda Galuh menyebabkan Dyah Pitaloka merasa terpenjara, terpasung kebebasannya”.

Nilai-Nilai dalam Novel Sejarah

Semua karya sastra yang baik, termasuk novel sejarah pasti memiliki nilai-nilai yang bisa diambil oleh para pembacanya. Nilai yang terdapat dalam novel sejarah ada yang disajikan secara implisit dan eksplisit.

Nilai-nilai dalam novel sejarah ini bisa kamu lihat dari jalan cerita, sifat-sifat tokohnya, atau temanya, sebagai berikut:
  • Nilai Sosial
Nilai sosial dalam novel sejarah menggambarkan nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat yang ada dalam novel tersebut. Nilai sosial ini biasanya digambarkan melalui hubungan antar tokoh dan masyarakat tempat dan waktu cerita berlangsung dalam novel.

Dalam novel “Gajah Mada: Perang Bubat”, nilai-nilai sosial ini terlihat dari interaksi antara Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Sunda Galuh.
  • Nilai Budaya
Nilai budaya dalam novel sejarah adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan masyarakat, kebudayaan dan peradaban, yang sesuai dengan konteks cerita dalam novel tersebut. Nilai-nilai budaya dalam sebuah novel sejarah menggambarkan bagaimana masyarakat di jaman lampau berpikir dan bersikap sesuai dengan kebudayaan dan peradaban mereka.

Contoh nilai budaya dalam novel “Gajah Mada: Perang Bubat” bisa kamu lihat dari kehidupan kerajaan di masa lampau yang sangat erat dengan ritual-ritual atau praktik kebudayaan lainnya.
  • Nilai Moral dan Etika
Nilai moral atau etika dalam novel sejarah biasanya berisi mengenai petuah atau ajaran moral atau etika. Nilai-nilai ini berfungsi untuk mengingatkan pembaca agar tidak melakukan hal-hal yang melanggar moral dan/atau etika seperti tokoh-tokoh dalam novel sejarah yang kelakuannya tidak patut ditiru.

Contoh nilai moral dan etika novel “Gajah Mada: Perang Bubat” adalah saat Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda Galuh saling memanfaatkan satu sama lain, hingga akhirnya malah terjadi Perang Bubat.
  • Nilai Agama
Nilai agama pada novel sejarah adalah nilai-nilai yang merujuk atau bersumber pada ajaran agama. Karena novel “Gajah Mada: Perang Bubat” berlatarkan kehidupan di masa kerajaan, jadi nilai-nilai agamanya lebih mengarah pada kepercayaan terhadap hal-hal mistis dan kekuatan alam.
  • Nilai Estetis
Nilai estetis dalam novel adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan unsur-unsur keindahan dalam novel, seperti gaya bahasa, teknik bercerita, struktur cerita, dan lain sebagainya.

Nah itulah ulasan mengenai materi bahasa Indonesia kelas 12 tentang novel sejarah, pengertian teks sejarah, hingga kaidah kebahasaan novel sejarah. Semoga bermanfaat.

Wassalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh, Salam ketelair !

Post a Comment for "Membaca Novel Sejarah (MATERI BAHASA INDONESIA KELAS 12)"