Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SEJARAH ASAL USUL DESA TEMPEL, LELEA, INDRAMAYU

Suka Raja

Ketelair Indonesia_ Namanya saja legenda kalau legenda berarti cerita dari mulut ke mulut dan terjadi secara turun temurun. Dalam metologi penyusunan sejarah sangat jelas ditolak karena termasuk fakta sumber sekunder. Dan penulis menyuguhkan tulisan ini dengan bahan pembanding diantara situs_situs yang ada sebagai acuan berfikir tentang alam benda yang masih dilihat sampai saat ini.

Tempel, berasal dari bahasa Belanda yaitu temple yang berarti candi atau kuil, bisa pula berarti bangunan tempat berteduh para petapa. Hal ini tentu saja mengingatkan kita pada hikayat sejarah Indramayu dahulu kala bahwa Indramayu merupakan daerah kedudukan penjajahan Belanda. Sehingga tatanan pemerintah desa pun diatur sedemikian rupa agar Belanda mudah mengelabuhi penduduk untuk mengikuti dan tunduk pada perintah mengumpulkan upeti, hal ini dilakukan oleh aparat desa yang diberi gelar Bekel atau raksa bumi. Bekel sendiri mempunyai arti mengikuti (backl = bahasa Belanda). Seseorang yang menjabat menjadi Bekel adalah orang yang berpengaruh di desa tersebut, dan harus patuh dan mengikuti perintah Belanda, sehingga dapat dikatakan kekuasaanya dikendalikan Belanda. 

Konon, dari daerah ini pula lahir jawara_jawara yang ditakuti musuh. Hingga pada masa sebelum kemerdekaan, desa Tempel merupakan tempat strategis untuk menyusun taktik perlawanan, walaupun tokoh_tokoh tersebut saat siang hari harus menyebar ke daerah lain seperti Lelea, Losarang, Tugu, hingga pusat pemerintahan yaitu di Indramayu kota (saat ini). Beberapa_orang yang sangat dipercaya memberikan berita kepada masyarakat lainnya agar tetap waspada disaat_saat tertentu dengan taktik tinggalkan rumah dan bersembunyi dibalik gundukan_gundukan padi. Hal ini dilakukan untuk menghindari pencarian tokoh_tokoh tersebut, agar tidak dijadikan sasaran tendangan dan siksaan Belanda.  

Hatta, sesudah masa penjajahan berakhir, daerah ini tidak lepas dari permasalahan. Muncul DI/TII dan PKI yang hampir menguasai daerah ini. Namun masyarakat yang terlibat karena tipu muslihat jahat yang memberikan angin segar bagi siapapun yang ingin bergabung dengan PKI, dengan memberikan carik, tanah bagian. Hingga akhirnya banyak diantara masyarakat berbondong_bondong datang ke Kwedanaan Losarang untuk penandatangan pemberian tanah.  Dibohongi ? Iya ! Karena tandatangan itu dimanipulasi dengan judul bersedia menjadi anggota PKI dan mendukung pergerakannya. 

Memang sesudah masa_ masa kelam berlalu desa ini dikenal desa tertinggal. Sontak banyak tokoh yang dijuluki maling namun berhati dermawan. Sebut saja Banil, ia mencuri hanya untuk dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan makanan. Pahlawan ia bagi sekelilingnya. Bilamana ada perampok yang benar_benar mengganggu kedamaian desa tersebut pastilah tidak akan selamat, sebut saja Warta, ia meninggal di tengah_tengah pematang sawah setelah dikepung jawara_jawara desa Tempel. Padahal Warta yang terkenal sakti itu menantang siapapun tak akan dapat menangkapnya, namun hari itu naas, tak mempan senjata_senjata yang dibawa jawara, salah seorang jawara mengetahui kelemahan Warta (sumbing) yaitu dengan tanah bekas kepiting sawah (yuyu) membuat lubangnya yang masih basah. Warta yang sebelumnya tak bisa mati oleh injakan orang_orang dihimpit papan dan kayu_kayu besar, ia bergeming. Namun kali ini ia harus menyerah oleh sentuhan gundukan tanah lubang yuyu itu. 

Kini tempat penangkapan rampok kakap itu dinamakan blok Gejud. Seram juga tempat itu. Ditambah tumbuh pohon besar berbentuk jamur. Terlihat mencekam penuh misteri bersejarah. Memang nama Gejud sendiri menjadi misteri, ada yang menghubung _ hubungkan bahwa Gejud adalah tempat penyelamat pada jaman dulu kala. Gejud berasal dari kata Goedjud (bahasa belanda yang berarti "selamat"). Namun sayangnya pada saat ini tempat tersebut dijadikan sebagai tempat bersemedhi, sehingga dapat kita lihat sisa_sisa sesajen di bawah pohon tersebut.

Pada mulanya desa ini hanya mempunyai satu nama yaitu Tempel, belum ada desa Tempel Kulon maupun Tempel Wetan. Hatta, pemekaran tidak bisa dibendung lagi karena perkembangan penduduknya yang semakin bertambah.  Pada tahun 1983 desa ini dibagi menjadi dua, yaitu Tempel dan Tempel Kulon. Desa di kawasan kecamatan Lelea ini mempunyai beberapa sebutan untuk masing masing bloknya yakni;

Tempel Kulon :

  1. Blok Asem
  2. Blok Tower
  3. Blok Cibereng Cilik
  4. Blok Sana
  5. Dan lain_lain.

Sedangkan di Tempel Wetan atau cukup kita sebut desa Tempel saja, mempunyai beberapa blok yang cukup luas wilayahnya, diantaranya :

  1. Blok Karangsari
  2. Blok Sukaraja
  3. Blok Bojong
  4. Blok Karang Anyar
  5. Blok Limbangan (Limbangan Cura dan Limbangan Pilang)
  6. Dan Lain_lain
Kini kedua desa tersebut sedang giat_giatnya membangun desa, seperti pada video berikut ini !

Mengapa disebut desa Tempel untuk "Tempel Wetan" dan bukan "Tempel Kulon" yang harus menyandang nama Tempel. Hal ini disadari betul oleh sesepuh pada waktu itu. Kuwu Masdipah yang berkuasa penuh di desa Tempel, dimusyawarahkan dengan masyarakat untuk menggunakan nama Tempel saja sebagai induk karena balai desa waktu itu berada di sebelah timur kali, akhirnya yang di sebelah barat kali dinamakan Tempel Kulon, dan dikepalai oleh kuwu Warda (Pejabat Sementara) yang awalnya berkantor di sebuah SDN Tempel II (sekarang SDN Tempel 1).

Hatta, nah... kita telusuri hikayatnya yaaa.....'

Kisah legenda yang penulis dapatkan ternyata memiliki dua versi yakni :

Versi Pertama :
Bermula dari kedatangan putra Talaga yang bernama Jaka Srukun, legenda desa Tempel dimulai.
Konon Jaka Srukun sangat sakti mandraguna dan penentang kolonialis VOC.

Sampailah Jaka Srukun pada suatu pedukuhan yang dirasa aman dari kejaran VOC. Jaka Sukun merasa kerasan tinggal di pedukuhan tersebut dan dilindungi oleh Ki Buyut Jatem.

Ki Buyut Jatem memberi Jaka Srukun lahan untuk bercocok tanam disebelah timur rumahnya.

Karena Jaka Srukun merasa kerasan, nempel maka kelak akan menjadi cikal bakal desa Tempel sampai sekarang ini. (Makam Jaka Srukun berada di pemakaman Kajongan sekarang).

Dan di desa Tempel Kulon ini, ada satu blok pemakaman umum lagi yaitu bernama pemakaman Kajongan. Disitu ada makam di bawah pohon besar bergelar buyut Karib, buyut Srukun, buyut Gobag, dan sesepuh desa yang lain. Entah muasalnya seperti apa, konon pekuburan itu diawali oleh buyut Karib tersebut yang mayatnya ditemukan tersangkut pada julur_julur batang pohon waru, dan buyut Srukun lalu berkembang menjadi pemakaman umum. Konon pula di sebelah barat jembatan kayu dekat pemakaman tersebut banyak ditemukan kerangka manusia pada saat ada pengerukan kali. Ada juga pemakaman yang sengaja dipindahkan kemuasalnya yaitu desa Telaga Sari. 

Namun sesudah kerangka itu dibawa menuju pemakaman baru yang ada di desa Telagasari tersebut, raib, hilang. Sontak saja pembawa kerangka jenazah dan sisa_sisa tubuh yang sudah menjadi tanah itu, kosong hanya lipatan kain putih yang melilit tersebut tanpa isi, kembali ke tempat penggalian pertama yaitu di pemakaman Kajongan. Berkali seperti itu hingga akhirnya pemindahan makam tersebut dibatalkan. Kini masih terlihat kokoh bertengger di depan pemakaman Kajongan, orang_orang menyebutnya Buyut Kajongan. Sebagian masyarakat yang masih percaya bahwa ia adalah tokoh yang dulunya menggunakan Kijang atau Kuda, karena sering kali mendengarkan suara Kuda berlari atau ringkikannya. Demikian menurut orang_orang yang sering bertapa disitu.

Sementara versi yang kedua sebagai berikut :

Ada tokoh yang konon sangat sakti mandraguna dan belum beragama islam, karena kedigjayaannya beliau sangat disegani oleh lawan yang ingin mengislamkannya. Dia seorang pendekar sakti.

Salah satu tokoh penyebar agama Islam diwilayah Cerbon Nagari (Cirebon Sekarang) yang tak lain adalah Ki Kuwu Sangkan alias Ki Cakrabuana yang pernah mencoba bertarung sengit melawan pendekar ini.

Dalam perkelahiannya pendekar sakti mengeluarkan senjata sakti yakni berupa Cemeti atau Selempang, tapi tidak mampu mengalahkan Ki Cakrabuana. Tempat ini kelak bernama blok Cemeti nama blok di wilayah Desa Cempeh.

Sang Pendekar berjalan menuju wilayah selatan beliau menemukan sebuah telaga atau danau dan dia pun beristirahat dan kelak temoat itu bernama desa Telagasari, dari tempat yang tidak jauh dari telaga tadi karena kepanasan akhirnya berteduh atau mgaub, yang kelak menjadi desa Pengauban.

Karena terus kalah dalam perkelahiannya sang pendekar sakti ini melanjutkan perjalanannya ke selatan barat beliau pun menemukan tempat yang ia merasa betah, dia pun akhirnya tinggal disana dan bercocok tanam.

Karena merasa Nempel (sukses) dan ingin terus tinggal di pedukuhan tersebut maka lambat laun pedukuhan itu bernama desa Tempel.

Menilik dari kitab Babad Dermayu II, kawasan ini menjadi area gerilya pasukan Bagus Rangin ketika melakukan perlawanan pada dalem Dermayu dan penjajah eropa. 

Kini desa tersebut berkembang dan terus bersolek hingga masyarakat enggan untuk beranjak ke kota, karena ia punya pesona...

Entahlah... salam ketelair.com

5 comments for "SEJARAH ASAL USUL DESA TEMPEL, LELEA, INDRAMAYU"