Hikayat Dinding Berkeping
kusaksikan di balik dinding |
Dibuat lah suatu masa di atas awan tertanda, bergulung_gulung gumpalan bulu domba yang bersolek kian membuncah ke sana ke mari. Keindahan ia meretas bias. Putih. Bersih.
Dinding langit menguak tabir yang jutaan tahun lamanya, menyimpan rasa kukuh meneguhkan. Tiada berbilang hingar_bingar kesucian yang dilempar marah.
dinding berkeping |
Barangkali, sesekali anganku melayang entah disinggah dimana, disitu ada dinding panjang, memanjang seperti lorong gedung zaman Jepang. Aku dikuliti dibukakan. Aku dicaci diamarahi. Sambil ditutup penglihatnku dengan jarit belacu yang pekat. Sepekat nasib_nasib diruda para pesakitan tahanan. Liar penglihatanku dalam gelap, sambil tangan diikat diluruskan terus lurus melangkah dinding_dinding kasar lemparan semen yang tidak jadi. Sesekali kudengar jerit wanita di balik dinding itu, entah perlakuan apa lagi serdadu bergerilya dalam gelap.
Kudidudukkan pada sebuah kursi yang kurus, suaranya menjerit_jerit tertumpu pasrahku pada senjata. Pelipis rasa_rasanya dihadapkan pada moncong itu. Lalu, sambil terus dudengar satu dua tiga langkah kaki bersepatu baja menjauhkan dari pendengaranku. Dalam gelapku kurasakan pengap bawah tanah. Lembab dan menyesakkan. Habis sudah nasibku, tak kan ada pejuang menyerukan perlawanan disini. Tertutup dan asing. Dinding_dinding pemisah begitu tebal dan kaku. Aroma lumut dan tetesan air tanah menambah penderitaanku. Besi dan baja sekelumit saja. Rasa udara selembar saja rasanya. Namun, bila telinga ini kudongokkan pada dinding ini, ada suara berdoa di balik tangis yang terisak dalam_dalam. Rintihannya menyebut namaku, "Bito...., Bito..., Bito...."
Astaga... !!!
Seperti mimpi rasanya, Orang yang kukasihi sepenuh hati kini ada di dekatku. Yah..., dibalik dinding ini. kukumpulkan napasku kuat_kuat. Kuteriakkan kuteguhkan..! Kusalurkan rasa, hati dan hasrat agar rintihanku juga terdengar jelas. Bahkan ombak, karang dan samudera kan terpercikkan berkeping karena pasrahku pengapku. Tak ada jalan lain selain kuhancurkan dinding_dinding ini, bersama kekuatan sumpah suci perjuangan !
Satu. Dua. Tiga...!!!, " Dug, Dak, Braaaaakkkkkk...!!!!
Sekali sentuh berguguran kulit_kulit dinding, kedua pukul kusaksikan ia terlempar kesana_kemari. Dan, sekali pangkal kaki kuayunkan kuat_kuat, Dinding_dinding bercucuran tanpa ampun...., ia luluh lantak bersama kekuatan alam bawah sadar. Seperti melayang_layang rasa diumbang_ambing daya yang tersisa. Yeaaah, Dinding itu membentuk lubang berukuran tak teratur.
Dan, ahhh... ! Kita saling bertatap kaget tak menentu. Rasa tak percaya berangsur pulih. Diburu rasa perjuangan bersama. Merobohkan tembok_tembok jahanam ! Merobohkan ketidak adilan dan otoriter penguasa.
Post a Comment for "Hikayat Dinding Berkeping"