Bukit Tempel, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu
Alam desa Tempel |
Dibelakang bukit sebelah selatan desa Tempel, kecamatan Lelea, Indramayu, padang lalang terbentang luas. Ketika itu... bunga-bunganya sudah bermunculan. Putih, tipis, terumbai-umbai bergerak ditiup angin. Seperti...., busa air di arus kali yang deras. Setelah padang lalang itu, kita akan bertemu dengan pinggir hutan kecil. Kali Cawang, pertemuan kali Tempel dan kali Pengauban, Lelea.
Kemudian dibalik itu, tanah berawa-rawa penuh ditumbuhi pohon pandan duri.
Dari pandan, rawa, dan nyamuk yang bersarang di sana, membuat orang enggan mengolah tanah di situ. Karenanya tanah di situ hanya dijadikan pekuburan saja.
Semuanya menimbulkan kesan kesepian dan keseraman.
Apalagi dengan batang-batang kamboja yang sudah tua dan berjulur-julur dikulitnya. Nampak pekuburan Kajongan yang senyap mendaulat siang itu.
Dibawahnya, terlindung dari panas matahari, terdapat kuburan-kuburan. Tanahnya bergunduk-gunduk. Satu, dua ada juga yang memakai nisan. Tetapi pada umumnya hanya batu-batu saja yang dijadikan tanda, penuh dengan lumut yang hijau dan tebal. Namun disitu ada pula tertanda nama seseorang Karib yang entah sepertinya punya peran penting dalam perkembangan desa Tempel itu.
Rudi duduk di bawah sebatang pohon, berlindung dari panas tengah hari. Angin yang bertiup pelan menggoyang bunga lalang, sedang panas udara menyesakkan. Kesekan itu dirasanya makin menyiksa karena keadaan sekitarnya yang makin sepi dan mati.
Kemudian....., hampir dengan tak sadar dikeluarkannya suling yang selalu dibawanya. Perlahan-lahan ditiupnya. Bersama gerakan jari yang lincah dari suling itu terdengar alunan suara yang merdu. Perlahan-lahan dan menyayat hati.
Sekali-kali ia menghentikan lagunya dan menatap ke depan. Pikirannya jauh bersama lambaian bunga lalang yang menari.
Setelah diam sejenak, mulai lagi ia menyanyikan kesepian hatinya. Dengan cara itu ia mencoba melepaskan semua beban yang menghimpit jiwanya.
Lagu mengalun terus......., Rudi tidak tahu apa nama lagu yang dinyanyikannya. Ia hanya merasa bahwa itulah lagu yang harus ditiupnya. Tidak terasa, matanya sudah basah. Makin lama, pemandangan di depannya makin kabur, teralangi air mata. Kambing_kambing yang ia gembalakan seakan mengerti perasaan Tuannya, ia damai dengan rumput_rumput yang hijau dan berkerumun.
Ia berhenti meniup sulingnya, lalu membenamkan kepala diantara kedua lututnya, terus menangis terisak-isak. Berat rasanya beban yang ditanggungnya. Tetapi ia tidak tahu perasaan apa sebenarnya. Ia hanya ingin menangis. Itu saja ! Maka iapun menangis tersedu-sedu.
''Kenapa kau menangis ?'' Suara yang lembut tiba-tiba didengarnya.
Rudi terkejut. Apalagi ketika dilihatnya seorang gadis muda. Barangkali tidak berbeda jauh usianya dengan dia.
''Siapakah engkau ?'' Tanya Rudi malu-malu.
Cepat-cepat diapusnya air mata yang masih membasahi pipinya. Ia malu diketahui sedang menangis.
Gadis muda itu tersenyum. Rudi merasakan senyum itu amat manis. Ia belum pernah sedekat itu berbicara dengan anak gadis. Namun dirasakannya juga senyum itu mengandung keramahan sehingga ia tidak ragu-ragu lagi meskipun agak canggung juga ketika gadis itu duduk disampingnya.
''Mengapa kau menangis ?'' Tanya gadis itu lagi.
''Aku sedang asyik mendengarkan lagu yang kau mainkan. Kena betul rasanya dipendengaranku''.
''Entah... Tiba-tiba saja aku ingin menangis. Tapi, siapakah sebenarnya kau ini ?''
Gadis itu tidak menjawab, malah sekarang ia berdiri dan memetik sebatang lalang. Ia berdiri didepan Rudi sambil mempermainkan kembang itu.
Rudi memperhatikannya. Pakaian anak itu biasa saja, kain dan kebaya yang sudah tidak cerah lagi warnanya. Jari yang membelit kembang itu kasar, dan pada beberapa tempat ada bekas luka tergores.
Gadis itu duduk kembali disamping Rudi. Ia melihat ke arah padang lalang yang luas.
''Namaku Alif. Aku sebenarnya penduduk kampung di bawah itu,'' katanya dengan suara pelan.
''Bahkan ibuku pun lahir disitu. Tetap sekarang............, akh.....''
''Maksudmu, rumahmu sudah tak ada lagi ?'' Tanya Rudi ketika dilihatnya gadis itu mulai diam.
''Bukan......., bukan itu. Sekarang aku sudah tak punya keluarga lagi. Sejak ayahku meninggal beberapa bulan yang lalu, rumah tua itu, mati kesepian. Aku jarang tinggal di rumah Limbangan''
''Lalu, dimanakah kau tidur ?''
Gadis itu tidak menjawab. Ia berpaling kearah muka Rudi sambil tetsenyum. Senyum gadis yang berangkat dewasa. Maka Rudi pun jadi tersipu. Mukanya merah menahan malu.
''Apa yang lucu di mukaku ?'' Tanya Rudi asal saja.
''Tak apa-apa. Engkau gagah dengan kumis baru tumbuh sedikit dan halus-halus.......'' kata si gadis.
Sekian..., salam ketelair !
Post a Comment for "Bukit Tempel, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu"