Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Syair Eldi bin Zaid Al_'Ibady

pemilik istana
Wahai orang yang selalu gembira atas bencana
Yang selalu mencaci maki sepanjang masa.

Engkau yang telah terbebas dan makmur ?
Ataukah engkau mempunyai janji yang teguh
Pada hari_hari yang telah lalu ?

Sebenarnya engkau adalah orang yang dangkal dan tertipu
Siapakah yang dapat melihat kematian mengekalkan ?
Atau siapakah yang mau dipaksakan oleh seorang penjaga ?

Dimanakah raja_raja, Raja Anusinvan.
Dimana raja Sabur yang hidup sebelumnya ?
Dimana Banu Al Ashfar, raja_raja Romawi yang mulia ?
Semua itu sekarang tidak mempunyai nama sama sekali.

Dimana sekarang penguasa daerah Al_Hadhr ?
Yang telah membangun sebuah istana

Ketika air Sungai Dialah dan Sungai Khabur telah dibendungnya.
Ia telah membangun istana itu
Dengan lapisan marmer yang dilekatkan dengan kapur.

Di sana ada burung_burung
Yang air liurnya dapat menjadi sarang burung ?
Selamanya ia tidak pernah mengalami kesulitan hidup
Tapi akhirnya raja itu hancur dan pintunya pun tertutup.

Dan ingatlah akan pemilik istana ketika ia mulai sadar
Dan memikirkan akan petunjuk Allah.

Semula ia bangga akan hartanya
Dan banyaknya harta yang ia miliki
Bagaikan lautan dan Sungai Sadir yang luas.

Hatinya lalu terketuk dan berkata:
" Apa arti kegembiraan hidup ini
Yang akan menuju kepada kematian ?"

Berikut kisahnya;
Dari Khalid bin Shawan bin Al_Ahtam, "Ketika hujan pertama turun dan diikuti hujan_hujan berikutnya, tanah_tanah mulai menumbuhkan tetumbuhan dan berbuah, seorang raja keluar ke sebuah istana dan Sungai Sadir. Dialah seorang raja yang berjaya, hartanya melimpah ruah, selalu menang dalam peperangan dan terkenal diktator.

Suatu hari ia sedang melepaskan pandangannya ke suatu tempat yang sangat jauh seraya berkata kepada para menterinya, 

"Milik siapa semua ini ?"

Para menteri pun segera menjawab, "Milik Sang Raja !" 

Raja itu lalu berkata lagi, "Adakah seseorang yang diberi harta melimpah ruah seperti aku ini ?"

Sang raja ini mempunyai penasihat ahli dalam diplomasi. Suatu ketika pendamping itu berkata kepada sang raja, 

"Wahai Paduka Raja, tuan telah menanyakan sesuatu, apakah tuan mengijinkan saya untuk menjawabnya ?"

"Boleh." Jawab sang raja.

"Tahukah tuan akan keberadaan tuan sekarang ini ? Adakah tuan memiliki sesuatu yang tidak akan rusak, atau memiliki suatu benda yang akan menjadi harta warisan, sedang barang tersebut akan musnah dari Tuan, berpindah menjadi hak milik orang lain sebagai mana halnya benda itu dahulu tuan rebut." Kata Sang Penasihat.

"Ya, memang demikian," Kata Sang Raja.

"Saya tidak melihat tuan, melainkan merasa kagum atas sesuatu yang hanya sedikit dan remeh, akan tetapi urusannya justru menjadi panjang dan hal itu besok akan dihisab," Kata Sang Penasihat.

"Lalu, kemana aku harus berlindung dan kembali ?" Tanya Sang Raja sambil menggigil ketakutan.

"Tuan mungkin saja dapat menegakkan kerajaan tuan demi untuk taat kepada Allah dalam suka maupun duka, atau tuan melepaskan diri dari kerajaan dan melepaskan mahkota, lalu tuan mengenakan pakaian lusuh dan beribadat kepada Allah di bukit ini sampai ajal menjemput tuan." Kata Sang Penasihat.

"Hal itu akan aku pikirkan malam ini, dan esok menjelang dini hari barulah aku menemuimu untuk menyampaikan keputusanku diantara kedua tempat yang kupilih," Kata Sang Raja.

Menjelang sahur, Sang Raja mengetuk pintu rumah sang penasihat. Dan, setelah dibukakan serta dipersilahkan masuk, berkatalah Sang Raja itu;

"Aku memilih bukit ini, padang Sahara dan daerah tidak berpenghuni ini. Aku sekarang telah mengenakan pakaian tenunan kasar serta telah kuletakkan mahkotaku. Jika kamu memang setia menemaniku, janganlah kamu sampai meninggalkanku."

Demi Allah, mereka berdua kemudian mendiami bukit yang dimaksud dan menetap di sana hingga ajal mereka berdua.

Sekian, semoga bermanfaat !

Post a Comment for "Syair Eldi bin Zaid Al_'Ibady"