Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Shinta Hamil Muda Diusir oleh Sri Rama karena Kesuciannya Dicurigai oleh Rakyatnya

dewi shinta diobong

Beberapa bulan setelah Shinta dan Rama hidup berbahagia kembali bertahta dan memerintah di Ayodya, tiba_tiba malapetaka yang tak diduga menimpa negeri Ayodya.

Pada suatu ketika dikala sedang "gayeng_gayengnya" para menteri dan pemimpin negara Ayodya bersidang, sekonyong_konyong terdengar jerit dan tangis seorang wanita. Suara tangis itu ternyata berasal dari seorang wanita yang sedang bertengkar berebut benar dengan suaminya. Mereka berdua adalah Ki Angga dan Nyi Angga, sehingga Nyi Angga ingin meminta keadilan kepada Sri Rama.

Semula pengawal kerajaan tidak mengijinkan dan akan mengusir mereka dari istana, namun Sri Rama memerintahkan mereka dibawa masuk ke dalam istana. Setelah Nyi Angga sampai di hadapan Sri Rama, maka bertanyalah Sang Prabu.

"Apa maksudmu, sampai engkau menangis menjerit_jerit ingin bertemu dengan aku. Suara tangismu terlalu keras sehingga mengganggu jalannya persidangan".

"Mohon ampun Yang Mulia Sri Baginda. Hamba datang untuk memohon keadilan paduka". Sembah Nyi Angga. Hamba dicurigai dan diperlakukan sewenang_wenang oleh suami hamba."

"Mengapa dicurigai ?" Potong Sri Rama.

"Hamba hanyalah pergi meninggalkan rumah untuk sekedar menengok orang tua hamba yang sedang sakit. Karena hati hamba sangat rindu dan tenaga hamba sangat diperlukan, terpaksa bermalam di rumah orang tua hamba. Tempat yang sangat jauh membuat hamba tak sempat memberitahu suami hamba. Apapun alasan hamba, suami hamba tak dapat menerimanya. Ia mengumpat dan menuduh hamba bertindak serong, menyeleweng dan tidak suci lagi. 

Bahkan ia berkata bahwa Ki Angga bukanlah Sri Rama, yang begitu saja dapat menerima permaisurinya, Shinta. Yang sudah bertahun_tahun berada dalam dekapan sangkar mas Rahwana." Pekerti seorang laki_laki sejati tidak demikian. Laki_laki sejati itu bilamana melihat istrinya meninggalkan rumah tanpa ijin suami semalam saja, ia patut dijatuhi "talak tiga". Demikianlah pengaduan Nyi Angga.

"Hai, Ki Angga, benarkah kata_kata istrimu itu ?" Tanya Sri Rama.

"Benar, Paduka !" Jawab Ki Angga singkat. "Mohon ampun yang mulia, bahwasanya seluruh rakyat Ayodya telah menyangsikan kesucian Gusti Shinta.

"Bukankah Gusti Shinta telah dibuktikan kesuciannya dengan hukum bakar ?" Bantah Sri Rama.

"Benar yang mulia. Tetapi tak ada satupun rakyat Ayodya yang menyaksikannya. Gusti Laksmana adalah adik Paduka, sedang kera tak dapat dipercaya. Belum ada sejarah manusia mempercayai pendapat kera."

Mendengar jawaban Ki Angga yang berani dan kurang ajar tersebut, merah padamlah wajah Sri Rama laksana disambar petir disiang hari bolong. "Kumejot, kumintir" bercampur gelisah hati Sri Rama tercabik_cabik luput. 

Para hulubalang hampir hilang kesabaran apalagi pengawal kerajaan, rasanya sudah ingin menyeret dan merajang_rajang badan Ki Angga. Sedang seluruh anggota sidang tak ada satupun yang berani berkata. Sunyi senyap, semua menundukkan kepalanya. Karena memang dalam hatinya mereka juga membenarkan ucapan Ki Angga.

Sri Rama yang waskita itu tak percaya akan istilah kebetulan. Maka ia berani mengambil kesimpulan bahwa apa yang dikatakan oleh Ki Angga itu betul. Dengan lemas Sri Rama meninggalkan persidangan masuk ke dalam istana. Para menteri menjadi gugup, ribut dan saling menatap. Namun tak ada yang berani bersuara keras.

"Oh, Dewa. Mengapa semua ini terjadi ? Ya, Tuhan. Berilah kami petunjuk" Begitulah Sri Rama merangkul Laksmana sambil meneteskan air matanya. "Sungguh tak kuduga sama sekali bahwasanya malapetaka telah menimpa diriku. Selama ini ternyata aku telah menjadi cacian dan bahan tertawaan rakyat di Ayodya. Betul_betul aku telah memberikan contoh yang salah kepada rakyatku sendiri."

"Duh, Kakanda. Janganlah percaya akan kata_kata orang yang dihina_papa itu." Demikianlah Laksmana mencoba menghibur hati kakaknya.

"Tidak mungkin adinda". Jawab Sri Rama. "Aku sangat percaya apa yang telah dikatakan oleh Ki Angga itu. Oleh karena itu kini aku putuskan, buanglah, mbakyumu Shinta ke hutan ! Dan taruhlah ia di tepi sungai Gangga. Biarlah alam yang memberikan keputusan dan keadilan !"

"Oh, Kakanda. Tak mungkin itu kulaksanakan !" Sahut Laksmana.

"Oh, Laksmana adikku, jangan membantah ! Inilah satu_satunya jalan yang paling tepat, yang bisa diterima dan dimengerti oleh rakyatku. Laksanakan perintahku ! Jangan bantah perintahku ! Aku tahu kau sulit melaksanakan perintahku. Tetapi kerjakan jangan membantah ! Kerjakan !" Perintah Rama dengan pasti.

Remuk redamlah hati Laksmana. Shinta pun akhirnya dibuang dan didiamkan di tepi sungai Gangga begitu saja. 

Lagi_lagi dilema konflik moral "Mengusir Shinta atau membiarkan kecurigaan rakyat pada Dewi Shinta" 

(Demikianlah menurut Prabu Dyah Balitung, raja Metaram Kuno dalam Ramayana Kakawin, yang ditulis pada tahun 907 Masehi).

Post a Comment for "Shinta Hamil Muda Diusir oleh Sri Rama karena Kesuciannya Dicurigai oleh Rakyatnya"