Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PANGERAN GEUSAN ULUN PRABU SUMEDANG LARANG (bag _ 8 / Akhir)

Nangganan & Sang Hyang Hawu

Adegan - 7

(Mereka pergi. Kawung Anten mengikuti mereka dengan ragu_ragu, tapi kemudian mengikuti juga, panggung kosong untuk beberapa lama. Kemudian Kawung Anten muncul kembali. Dia berjalan ke arah tempat duduk. Dia mengambil rangkaian bunga. Lalu mencium dan menekannya ke dada. Kemudian dia meletakan di rambutnya. Dia duduk seorang diri. Telat beberapa lama kemudian datang Harisbaya seorang diri).

Harisbaya
Adikku, Kawung anten. Sudah teguhkah hatimu ? Sungguhkah kau tidak akan ikut dengan kami ?

Kawung Anten
Hamba telah memberikan kata_kata hamba pada Ayahanda Sang Hyang Hawu, Gusti Putri. Bahwa hamba akan menjemputnya kalau kalian kembali nanti.

Harisbaya
Tapi engkau akan merupakan satu_satunya wanita yang tinggal di Kutamaya di tengah_tengah marabahaya. 

Kawung Anten
Titipkanlah hamba dalam doa_doa, Gusti. Pada para pujangga dan para pohaci. Dan kita akan berkumpul nanti pada saat yang akan ditentukan Sunan Ambu.

Harisbaya
Semoga para pujangga dan para pohaci lah yang memberikan kekerasan hatimu. Tak ada yang dapat kukatakan lagi selain selamat tinggal sampai berjumpa pada saat_saat yang berbahagia nanti.

Kawung Anten
Kupercayakan Gusti Putri pada Sang Hyang Tunggal. selamat jalan Gusti Putri, sampai jumpa. (Mereka saling berpelukan).

BABAK 3

Adegan 1
(Di Bukit Luhur, dalam bangunan darurat semacam pendopo di tengah_tengah hutan belantara. Pangeran Geusan Ulun, Ptri Harisbaya, Nangganan, Terongpeot, Lengser, beberapa orang satria, penjaga dan gadis_gadis istana yang jumlahnya lebih kecil dari biasanya.

Geusan Ulun
Tiga puluh fajar terbit mengarak kedatangan hari, tiga puluh surya padam di tepi bumi, demikian pula sinar serta kelam kalbuku silih berganti. Bilakah kiranya semua ini akan diakhiri ? Belum sepatah pun kata dari medan perang, belum juga terduga hari esok Sumedang Larang.

Nangganan
Gustiku, Pangeran Geusan Ulun betapapun hebat topan, keluh kesah isi khayangan, tidak pernah mendengarnya, hanya ada dua jalan terbaik bagi manusia, dia harus menggunakan  segala anugrah yang diturunkan dari langit kepadanya..............

Nangganan
Selagi dia mampu, kalau tidak, dia menyerahkannya kembali ke tangan Sang Hyang Tunggal.

Terongpeot
Sesungguhnyalah, sesungguhnyalah kita serahkan kepada mereka yang berperang, kita punya urusan sendiri di tempat ini. Gusti.. ! Lihatlah pohon_pohon yang berbunga dan berbuah di Lereng Bukit Luhur maupun di dalam lembah, buah_buahan dan binatang perburuan akan cukup menghidupi seluruh negeri.

Adegan - 2.
(Utusan datang setelah terlebih dulu seorang gulang_gulang memberitahukan kedatangannya. gong berbunyi).

Gulang_gulang
Utusan dari Kutamaya mohon menghadap pada Gusti Prabu dan Pamanda punakawan.

Geusan Ulun
Semoga Sang Hyang Tunggal berkenan memastikan nasib Kutamaya hari ini juga, biar kegelisahan yang tak berarah menemukan salurannya dalam perbuatan yang akan menentukan hidup_mati kita semua.
(Datang utusan menyembah)

Nangganan
Betapa benar arti kata_kata yang diusung lidahmu, ucapkanlah pada kami sejelas_jelasnya, semoga para pujangga dan para pohaci memberimu kefasihan.

Geusan Ulun
Segera katakan pada kami, ya paman tenagkan segala deburan darah di jantung kami.

Utusan
Gusti, Mamanda semua. Berbahagialah sumedang Larang karena dipihak kita lah berdiri para pujangga dan para gurindam dan kini seluruh pasukan kita sedang bergerak ke Bukit Luhur, untuk menghadap Gusti....

Geusan Ulun
Dengarlah kata janjiku, ya penghuni angkasa akan kubangkitkan sebuah lingga menjulang untuk menyatakan bahagia hati dan rasa syukur atas kemurahan Sang Hyang Tunggal dan Sunan Ambu.

Terongpeot
Sesungguhnyalah ! Kita potong seratus ekor kerbau dan seratus ekor kambing, kita bagikan di sepanjang jalan Kutamaya, kita pukul calung, angklung, kecapi, serta karinding, kita lepas gadis dan bujang menari dan berdendang !

Utusan
Tapi, Gusti....., Dengarkanlah kiranya berita hamba tentang kemalangan yang tak dapat dihindarkan....

Geusan Ulun
Tentu korban_korban jatuh di pihak kita. Kuntum belia dipetik tangan nasib akan harum selama_lamanya. Mulia lah mereka yang menitikan darah untuk tanah air yang dicintainya. Selama hati manusia masih menginggat kita akan selalu mengisinya kembali dan menuliskan dengan segala bunga dan lagu dan wangi kemenyan.

Utusan
Gusti, Kematian lain yang sangat menyedihkan telah terjadi. Kemalangan telah menimpa Kawung Anten Putri Sang Hyang Hawu pahlawan yang jadi juru selamat bagi seluruh negeri tak sanggup menyelamatkan putri tunggalnya sendiri.

Harisbaya
Kawung anten ? Demi penghuni angkasa katakanlah sekali lagi apa yang terjadi pada gadisku Kawung Anten ?!

Bersama
Kawung Anten, apakah yang terjadi pada Kawung anten ?

Utusan
Suatu kecelakaan yang tak disangka, Gusti......, Ketika pasukan Sumedang Larang kembali memasuki Kutamaya dengan panji berkibar dan seruan gegap_gempita diantara mereka terdapat beratus tawanan perang.

Geusan Ulun
Mengatakan segala perasaan mereka yang tak mungkin diusung bahasa pada peristiwa yang tak kan terlupakan ini, Ramanda berdua dan kalian para satrialah yang telah menghidupkan kami kembali. Menarik kami dari dalam lobang kubur untuk melihat langit dan fajar masa depan, disamping itu hati kami pun menangis bagi mereka yang gugur untuk Kutamaya dan tak dapat melanjutkan kata_katanya.

Sang Hyang Hawu
Gusti Prabu, Pangeran  Geusan ulun telah tunailah tugas hamba kini dalam menepati janji hamba sendiri, telah hamba perbuat apa yang dapat diperbuat untuk membuktikan bahwa penghuni angkasa berdiri dipihak kita. Dan, pohon Hanjuang tetap segar bugar seperti sedia kala, sekarang tibalah waktunya bagi hamba untuk meletakkan jabatan hamba sebagai orang_orang tua negara dan panakawan Gusti atas kehendak sendiri, dengan setulus hati. 

Semoga hidup dan jayalah Sumedang Larang sepeninggal hamba, tumbuh dan berkembanglah...........
Seperti pohon Hanjuang di alun_alun Kutamaya. Sekarang selamat tinggal pada Gusti dan Gusti Ratu, ampunilah segala ketololan Sang Hyang Hawu yang mendesakkan diri untuk terus menghamba, padahal tenaganya tidak dibutuhkan lagi, padahal setiap orang tidak mempercayai lagi, mestinya dari dulu Sang Hyang Hawu mengundurkan diri tanpa mementingkan peluang yang tidak berarti. 
Kiranya baru sekarang Sang Hyang Hawu tahu akan dirinya setelah Sang Hyang Tunggal menghukum dia dengan mengambil Kawung Anten, anak satu_satunya.

Geusan Ulun
Ya, seluruh kutukan langit timpakan halilintar di batu kepalaku ! Akulah pengkhianat ! Pelanggar janji, Akulah pembunuh Kawung Anten. akulah sekutu para siluman di muka bumi !

Nangganan
Sang Hyang Hawu....... Sang Hyang Hawu........

Harisbaya
Mamanda..... Mamanda..........
(Nangganan berjalan menghalangi Sang Hyang Hawu yang hendak pergi).

Nangganan
Sang Hyang Hawu, siapakah yang dapat menghalangi kehendak Sang Hyang Tunggal yang maha kuasa ? Hati kami berdarah dan akan tetap berdarah dengan luka yang menganga dalam kalbumu.

(Sang Hyang Hawu bergerak untuk pergi, Nangganan memegangnya).

Sang Hyang Hawu, akulah kekuasaan Sang Hyang Tunggal. Mengertilah bahwa semua ini merupakan akibat yang sewajarnya, yang semestinya dari tiap peperangan, semua peperangan. (Tiba_tiba sekali Sang Hyang Hawu mencabut kujangnya dan menghujamkannya ke jantung Nangganan yang sempoyongan dan rubuh. 

Gadis_gadis menjerit dan menyembunyikan muka, sementara itu Nangganan merangkak dan memegang kaki Sang Hyang Hawu, kemudian memegang pakaiannya). Adakah aku mati untuk Sumedang Larang, Sang Hyang Hawu ? Adakah aku mati untuk Sumedang Larang, Sang Hyang Hawu...? (Sang Hyang Hawu kemudian merangkulnya).

Sang Hyang Hawu
Ya, kau mati untuk Sumedang Larang, saudaraku. Hanya untuk Sumedang Larang yang kita cintai. 

(Nangganan meninggal. Sang Hyang Hawu kemudian mengusungnya dan bergerak keluar diikuti oleh Terongpeot dan Kondanghapa. Sebagian dari para satria bergerak pula untuk mengikutinya).

Sang Hyang Hawu
Tinggallah dengan Gusti kita, Pangeran Geusan Ulun. Dunia adalah milik anak_anak muda, dunia di tangan anak_anak muda. Kami orang tua sudah saatnya mengundurkan diri. Hapuslah jejak kami yang mungkin menyesatkan kalian dalam menuju dunia baru yang lebih baik. (ketiga Panakawan pergi dengan menngusung Nangganan).

Geusan Ulun
Segalanya terjadi karena dosaku, ya Sang Hyang Tunggal !

Harisbaya
Tidak, Kakanda. Hambalah asal_usul dari malapetaka ini !

Geusan Ulun
Tidak, Adinda...... !

Lengser
Tiada diantara Gusti berdiri bertanggung jawab atas segala yang menimpa Sumedang Larang. Kita semua bertanggung jawab atas semua. Kita semua adalah asal mula dari semua. 

Gusti cuma merupakan seorang wakil dari suatu pihak yang langsung berhadapan dengan wakil golongan lain yaitu Prabu Girilaya dari Cirebon Raya. Gusti dan Pangeran Girilaya adalah dua orang wakil dari dua pihak yang terus_menerus melakukan perjuangan semenjak keturunan manusia semula. 

Sekarang berdirilah Gusti bagi Sumedang Larang bagi tugas kehidupan yang masih dibahu Gusti.

Geusan Ulun
Saudara_saudara para satria Sumedang Larang. Suatu pengalaman besar telah kita tebus dengan cucuran keringat, air mata dan darah. Suatu pengetahuan suci telah kita simpan dalam hati, dan sekarang kita jadi manusia_manusia baru yang membuka tajam menatap ke arah masa depan. 

Kaki kita masih terbenam dalam lumpur dunia lam, sedang beban segala masa lampau diletakkan Sang Hyang Tunggal di bahu kita. Walaupun demikian kita akan tetap bangkit demi Sumedang Larang yang besar dan jaya. 

Bangkitlah bagi Sumedang Larang !!!

Para Satria

HIDUPLAH SUMEDANG LARANG....! HIDUPLAH GEUSAN ULUN...!!!

TAMAT.
Terima kasih dan semoga bermanfaat, Salam Ketelair !

Post a Comment for "PANGERAN GEUSAN ULUN PRABU SUMEDANG LARANG (bag _ 8 / Akhir)"