Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PANGERAN GEUSAN ULUN PRABU SUMEDANG LARANG (bag 5)

putri Harisbaya


ADEGAN _ 3

(Gajah Malela datang dengan terengah_engah, air mukanya kelam oleh sesuatu. Layungsari tak jadi menghiaskan bunga itu, meletakannya di tempat duduk, dia segera menyambut Gajah Malela).

Layungsari
Kakanda, kakanda. Hanya peristiwa luar biasa saja yang akan membawamu pulang di luar waktu. Ucapkanlah kata_kata kecemasan yang memendamkan api dari kedua matamu.

Gajah Malela
Janganlah kiranya kabar ini mengganggu telinga wanita. Biarkanlah mata_mata jelita tetap menyinarkan keriangan dan kedamaian supaya laki_laki tetap memandang cahaya dalam dunia yang jadi gulita.

Layungsari
Kakanda...! (berdatangan gadis_gadis istana dan para satria)

Gajah Malela
Walaupun kalian bertanya_tanya dengan matamu, aku tidak akan menjawab. Katakanlah saja dengan segera di mana Pangeran kita berada. Adikku, Sancawiru menghadaplah engkau kepada mamanda pada Terongpeot dan Nangganan ,pada Sang Hyang Hawu dan Kondanghapa.

ADEGAN _ 4

(Datang Geusan Ulun dan Harisbaya dengan diiringkan gulang_gulang dayang_dayang. Juga uwak Batara Lengser. Mereka menghaturkan sembah).

Geusan Ulun
Adikku, Gajah Malela. Katakanlah apa yang terjadi yang kau lihat dan kau dengar di perbatasan timur Sumedang Larang ? Engkaulah mata dan telinga kami.

Gajah Malela
Gustiku, Geusan Ulun. ......... (masuk para panakawan diiringkan Sancawiru).

Nangganan
Kata_kata laki_laki yang serak dan kasar akan menyakitkan telinga lembut Gusti Prabu.

Geusan Ulun
Pergilah adikku ke Kaputren, tinggalkan kesibukan dunia pada hati laki_laki.

(Harisbaya dan gadis_gadis istana juga para satria pergi. Tinggal dua orang gulang_gulang penjaga Geusan Ulun).

Nangganan
Sekarang anakku, Gajah Malela. Paparkanlah ceritamu jangan sepetah kata pun kau sembnyikan di balik bibir tertutup. Jangan seucap arti pun kau tinggalkan dalam sudut hatimu. Betapapun mengerikan dan berbahaya suatu kebenaran akan lebih berbahaya lagi kebenaran yang dipalsukan.

Kondanghapa
Berikanlah kepada kami kebenaran tanpa dibalut dan dihaluskan kalimat_kalimat sutra.

Gajah Malela
Tujuh musim hamba dan saudara_saudara hamba berjaga di bukit_bukit perbatasan timur. Kamilah mata dan telinga Gusti Prabu yang menatap setiap gerak bayangan, yang mendengar segala bisik daunan demi keselamatan Gusti Prabu dan Sumedang Larang. 

Pada suatu malam kami melihat seolah_olah hutan terbakar di sebelah timur, kamipun berangkat ke sana untuk menyelidiki, ternyata cahaya tersebut dipancarkan oleh beratus api unggun yang dinyalakan orang di tepi muara sungai Cipelas. 

Dan keesokan harinya kami menyaksikan kemah_kemah bersorak bagai cendawan, sedang di sela_sela kepulan asap berkibar_kibarlah bendera dan beratus panji yang diisyaratkan kebesaran serta keperkasaan Cirebon Raya. sepasukan bala tentara yang bagai semut jumlahnya dengan panah, pedang dan lembing ditangan mereka memalingkan pedang ke arah Sumedang Larang.

Geusan Ulun
(pada dirinya). Manakah kata_kata besar. Manakah segala rencana yang kau renungi siang malam, Ya Geusan Ulun ? Tegaklah ya diri ! ketika seluruh dunia menudingkan telunjuknya ke mukamu. Manakah tantangan lantang, manakah janji_janji tinggi ? Kehidupan yang perkasa akan meremukkanmu kalau kau tidak melumatkannya dalam cengkraman jari. 

O, dimanakah Geusan Ulun, dimanakah dia ? Datanglah ! Tampillah ! Kau tak akan dapat lagi menyurukkan muka ke dalam hatimu sendiri !

Nangganan
Telah kuramalkan segalanya sejak semula.Telah kuselipkan diriku untuk menghadapinya. Karena itu, janganlah Gusti cemaskan benar. Gusti tidak seorang diri. Marilah kita merundingkan bersama_sama.

Kondanghapa
Ya, Janganlah Gusti cemaskan benar ! Persoalan akan menjadi kecil kalau kita bersama_sama memecahkannya.

Sang Hyang Hawu
Tak ada satu pun yang mesti cemaskan karena saat ini telah ditentukan oleh Sang Hyang Tunggal untuk menguji keteguhan kita dalam mempertahankan keyakinan yang selama ini telah kita akui. Segala penghuni angkasa ada dipihak kita. Marilah kita tantang Cirebon Raya.

Nangganan
Kita belum lagi menguji kata kita. Belum lagi menyatukan hati. Mengapa mesti mengangkat senjata ? Apakah pendapatmu, Terongpeot ?

Terong Peot
Demi para siluman, hatiku telah kehilangan darahnya. Lidahku telah kehilangan kata_katanya.

Kondanghapa
Janganlah lalu bertanya padaku. Biarkan sejenak telingaku buka lebar_lebar. Biarkan kutenangkan dulu jantung yang berdebar_debar.

Sang Hyang Hawu
Kita akan mengasah pedang dan tombak. Kita akan meracuni paruh anak_anak panah. Kita akan berperang dan pantang menyerah.

Nangganan
Usiamu telah lanjut, tapi darahmu masih juga panas mendidih seperti dalam nadi seorang remaja. Sedang kata_katamu selalu bersayap membumbung ke langit tinggi. Ingatlah, belum tentu kita hanya melawan Cirebon Raya saja. Mungkin sekali Mataram dan Pajang atau bahkan kedua_duanya menyerang kita tanpa piutang dendam.

Sang Hyang Hawu
Jadi haruskah kita mengalah ! ya, tuanku Batara Wiradijaya ?

Nangganan
Demi siluman yang menggelapkan hatimu, pilihlah dulu kata_kata sebelum kau bicara. Bukan kau sendiri pemberani di Kutamaya. Bagaimana kalau kita serahkan suatu daerah yang terbentang di bagian timur kerajaan sebagai pengganti putri Harisbaya ?

Geusan Ulun
Andai saja para penghuni khayangan dengan jelas menarik garis batas antara desa dan jasa, dan dosa akan lebih sederhana hidup manusia, akan lebih kecil derita di dunia. Haruslah manusia membayar dengan keluh kesah, dengan keringat dan air mata, atau bahkan darah untuk setiap pengetahuan suci, yang diturunkan dari angkasa oleh Sang Hyang Tunggal dan Sunan Ambu ?
Aku telah berjanji akan merajai nasibku sendiri. Tapi untuk siapa ? Adakah ini untuk Sumedang Larang ? atau hanya untuk diriku sendiri ?

Sang Hyang Hawu
Gusti Prabu, Yakinlah ! di samping kitalah penghuni angkasa . Izinkanlah hamba membuktikannya dengan nyawa sebagai taruhannya.

Kondang Hapa
Rencana apakah di kepalamu Sang Hyang Hawu ?

Sang Hyang Hawu
Izinkanlah hamba pergi ke perbatasan dengan bebeerapa satria suka rela, dengan beratus_ratus pahlawan.

Nangganan
Gusti, dengarlah pula usul Mamanda. Bagaimana kalau kita serahkan suatu daerah untuk melindungi seluruh Sumedang Larang ? Agar daerah tidak bertitik, agar jiwa tidak melayang.

Sang Hyang Hawu
Haruslah perbuatan Gusti yang mulia dibayar seakan_akan suatu dosa ? Telah kita bebaskan Putri Harisbaya, telah kita tunaikan suatu amanat yang dibebankan Sang Hyang Tunggal pada manusia.

Nangganan
Tapi kau lupakan nasib Sumedang Larang. Amanat seluruh rakyat yang dibebankan setiap pemimpin yang mengganti ayah bunda mereka.

Terongpeot
Sesungguhnyalah, lebih baik kita beriakan tanah tandus di Timur, sedang kita tetap memiliki tanah di Barat yang subur.

Sang Hyang Hawu
Haruskah seorang yang angkara murka di dunia ini diberi diberi hadiah tidak menganiaya ? Dari kita yang benar mengalah seolah_olah kita yang berdosa ?

Nangganan
Tapi usulku demi keselamatan Sumedang Larang !

Sang Hyang Hawu
Tapi usulkupun demi kejayaan Sumedang Larang !

Kondanghapa
Demi segala siluman ! Kalian seperti anak_anak saja yang cuma pandai marah dan saling membentak !

Terongpeot
Sesungguhnyalah kata_kata tajam yang menusuk rasa !

Kondanghapa
Gusti, kami telah mencoba menyatakan hati namun lidah kami bersilang jua, sedang saat sudah tiba untuk bertindak.

Geusan Ulun
Kalau kebenaran tidak dapat dicapai dengan kata, haruskah manusia merebutnya dengan senjata ? 

O, apakah arti segala renungan dan kebijaksanaan, kalau ujung pedang musuh sudah di tenggorokan?  Kita akan mempersembahkan keringat, air mata dan darah. Entah pada Siluman, entah pada Pujangga dan Pohaci. 

Kita berontak terhadap kebutaan manusia sendiri tanpa suatu alasan, terkecuali ini lebih baik berontak dan hancurkan tidak untuk apa_apa. 

(Semua memindahkan senjata keikat pinggang sebelah kiri bagian depan).

Post a Comment for "PANGERAN GEUSAN ULUN PRABU SUMEDANG LARANG (bag 5)"