Contoh Naskah Drama Sekolah
naskah drama sekolah |
KREATIVITAS MEMBUTUHKAN PERLINDUNGAN
Pelaku :- Anton (Pimpinan redaksi Mading)
- Rini (Sekretaris redaksi)
- Wilar (Wakil pimpinan redaksi)
- Trisno (Karikaturis)
- Kardi (Pelajar_Eseist Mading)
(Anton tampak berwajah kusut hari minggu itu, segera lari ke sekolah sesudah mendengar berita dari Wilar bahwa majalah dinding dibredel oleh Kepala Sekolah gara_gara Trisno karikartunis itu mengejek Pak Kusno, guru karate).
Anton : Kardi
Kardi : Ya !
Anton : Kau ada waktu nanti sore ?
Kardi : Ada apa sih ?
Anton : Aku perlu bantuanmu. Menyusun surat protes itu !
Rini : Kurasa tak ada gunanya kita protes. Kita sudah kalah. Bagi kita, Kepala Sekolah bukan guru lagi, bukan pendidik, ia berlagak penguasa !
Kardi : Itu tafsiranmu, Rin ! Menurut dia tindakannya mendidik.
Anton : Mendidik. Tetapi mendidik pemberontak ! Bukan mendidik anak_anaknya sendiri.
Kardi : Masa begitu ?
Anton : Kalau mendidik anaknya sendiri, kan tidak begitu caranya ?
Kardi : Tentu saja tidak ! Ia bertindak dengan caranya sendiri.
Rini : Sudahlah ! Kalau kalian setuju, menuntut aku sebaiknya kita protes diam. Kita mogok. Nanti kalau sekolah kita tutup tahun, kita semua diam. Mau apa pak Kepala Sekolah itu kalau kita diam. Tenaga inti masuk staf redaksi semua.
Anton : Tapi masih ada satu bahaya.
Rini : Bahaya ?
Kardi : Nasib Trisno, karikaturis kita itu ?
Anton : Bisa jadi, dia akan celaka.
Rini : Lalu ?
Anton : Kita harus selesaikan masalah ini.
Rini : Caranya ?
Anton : Kita harus buka front terbuka.
Kardi : Itu tidak taktis, Bung !
Anton : Habis kalau kita main gerilya kalah. Dia masih bisa main tangan besi lewat wali kelas.
Kardi : Baik. Tapi front terbuka juga berbahaya ?
Rini : Orang luar bisa tahu. Sekolah cemar.
Kardi : Betul !
Anton : Apakah sudah tak ada jalan keluar lagi ? Kita mati kutu ?
Kardi : Ada. Tapi jangan grusa_grusu. Kita harus ingat, ini bukan perlawanan melawan musuh. Kita berhadapan dengan orang tua kita sendiri, di rumah sendiri. Jadi jangan asal membakar rumah kalau marah.
Anton : Baik filsuf. Apa rencanamu ?
(Trisno masuk, nafasnya terengah_engah. Membanting keringat).
Rini : Engkau dari mana Tris ?
Anton : Dari rumah pak Kepsek.
Kardi : Dari rimah pak Kepala Sekolah kita ? Kau dimarahi ?
Trisno : Huuuh ! Disemprot ludah pagi hari !
Rini : Mau apa kau ke sana ? Kan tak dipanggil ?
Anton : Engkau goblok Tris. Masa pagi_pagi ke sana.
Kardi : Sebaiknya engkau tidak ke sana sebelum berembug dengan kita.
Rini : Haaaah.. individualisme itu coba dikurangi ! Kita kan merupakan tim.
Anton : Engkau memang selalu begitu tiap kali.
Trisno : Belum tahu sudah nyemprot !
Kardi : Pak Kepala Sekolah ke rumahmu ?
Trisno : Ya. Terus aku mau rembugan bagaimana dengan kalian ? Belum bisa bernafas sudah dicekik. Kok suruh rembugan dulu.
Rini : Ibumu tahu ?
Trisno : Untung mereka ke gereja pagi.
Anton : Terus ?
Trisno : Pokoknya aku didesak, ide itu ide siapa. Sudah dapat izin dari kau apa belum ?
Anton : Jawabmu ?
Trisno : Aku katakan, itu ide... itu ide....
Anton : Ide Anton...
Trisno : Ide Albertus Trisno sang pelukis ! dengan..... ?
Rini : Tapi, kau bilang sudah ada persetujuan dari pemimpin redaksi ?
Trisno : Tidak ! Rin.
Anton : Kau bilang apa ?
Trisno : Aku bilang bahwa tanpa sepengetahuan Anton, aku pasang karikatur itu. Sepenuhnya tanggung jawab saya. Dengar ?
Kardi : Edaaan. Pahlawan ini benar ?
Rini : Ooooo, hebat kau Tris ! Bahagialah Yayuk yang punya kekasih macam kau.
Trisno : Ah, Rini, nanti aku tak bisa tidur kau bilang Yayuk pacarku...
Anton : Kenapa kau bilang begitu ? Kau menghina aku Tris ? Aku yang suruh engkau melukis itu. Aku penanggungjawabnya. Akulah yang mesti digantung. ... bukan kau !
Kardi : Lho. Lho, sabar, sabar, sabar.....
Anton : Ayo, kau mesti ralat pernyataan itu.
Trisno : Begini, Ton. Maksudku agar kau....
Anton : Tidak... ! Aku tidak butuh perlindunganmu ! Aku mesti digantung, bukan kau !
Trisno : Begini, Ton. Maksudku..., bahwa aku telah....
Anton : Sudah ! Aku tahu. Kau berlagak pahlawan, agar orang_orang menaruh perhatian padamu, sehingga dengan demikian kau.......
Rini : Anton ! Ini apa. Ini apa....?
Kardi : Anton. Sabar. Kau mau bunuh diri apa bagaimana ? Mana sedang gawat malah bertengkar sendiri.
Rini : Ayo dong Lar....., mana dia. Kau ini ngejek !
Anton : Kau bertemu dia pagi ini ?
Wilar : Dia mau !
Anton : Mau
Rini : Mau ?
Wilar : Jelas. Malah dia berkata begini. Aku wali kelas kalian. Aku ikut bertanggung jawab atas perbuatan kalian terhadap Pak Kusno itu. Tapi, kalian tak boleh bertindak sendiri. Diam saja. Aku yang akan maju ke bapak Kepala Sekolah. Aku akan menjelaskan, bahwa Pak Kusno memang kurang beres. Tapi kalua kalian berbuat dan bertindak sendiri_sendiri main corat_coret, atau membikin onar, kalian akan kulaporkan ke Polisi....
Rini : Pak Lukas memang guru sejati. Mau melibatkan diri dengan problem anak_anaknya. Dia sungguh seperti bapakku sendiri.
Anton : Dia seorang bapak yang melindungi, sifatnya lembut seperti seorang ibu....
Trisno : Bagaimana kalau dia kita juluki.... Pak Lukas sang penyelamat....
Semua : Setujuuuuuuu....!!!
Kardi : (termenung).
Rini : Ada apa filsuf ?
Kardi : Sekarang sampailah kesimpulan tentang renungan_renunganku selama ini.....
Anton : Waaahhhh !
Rini : Renungan apa, Di ?
Trisno : Renungan apa lagi..... ?
Kardi : Bahwa....., bahwa Kreativitas, ternyata... ternyata... , membutuhkan perlindungan.
Sekian.
Post a Comment for "Contoh Naskah Drama Sekolah"