Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Upaya Rekonsiliasi Alam

kilat
Permasalahan seputar lingkungan hidup selalu terdengar mengemuka, apalagi setelah wilayah kita terdampak bencana alam seperti banjir dan gempa. Kejadian demi kejadian yang dialami di dalam negeri telah memberi dampak yang sangat besar. 
Tidak sedikit kerugian materiil dan non materiil terdampak, termasuk nyawa manusia. Namun, hal yang perlu dipertanyakan adalah apakah pengalaman tersebut sudah cukup menyadarkan manusia untuk melihat kesalahan dalam dirinya ? 

Ataukah manusia justru merasa lebih nyaman dengan sikap menghindar dan menyelamatkan diri dengan tidak memberikan solusi yang lebih baik dan lebih tepat ? 

Rasanya kita sebagai insan terdidik harus berupaya mencari jalan keluarnya. Banyak usaha yang dapat kita lakukan, diantaranya kita harus berekonsiliasi dengan alam, perubahan konsep atau pemahaman tentang alam, dan menanamkan budaya pelestari.

Kerusakan lingkungan hidup dan efeknya terus berlangsung dan terjadi hingga saat ini. Sebagian dari kita mungkin cenderung untuk pasrah dan apatis. Sesudah tertimpa bencana banjirpun rasa_rasanya kita cenderung menangisi nasib saja. Lama kelamaan tangisan terhadap nasib itu terlupakan dan dianggap sebagai hembusan angin lalu. 

Bekas tangisan karena efek dari kerusakan lingkungan yang dialaminya hanya tinggal menjadi suatu memori untuk dikisahkan atau diberitakan. Namun, perlu diingat bahwa tidaklah cukup jika manusia hanya sebatas menangisi nasib, tidak sadar bahwa semua kejadian tersebut adalah hasil dari prilaku dan tindakan yang patut diperbaiki dan diubah.

Setiap peristiwa dan kejadian alam yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan hidup merupakan suatu pertanda bahwa manusia mesti sadar dan berupaya. Upaya rekonsiliasi menjadi suatu sumbangan positif yang perlu disadari. Tanpa sikap rekonsiliasi, kejadian_kejadian alam sebagai akibat dari kerusakan lingkungan hidup hanya akan menjadi langganan yang terus menerus dialami.

Usaha manusia untuk selalu menghindarkan diri dari akibat kerusakan lingkungan hidup tersebut hendaknya bukan dipahami sebagai suatu kenyamanan saja. Akan tetapi justru kesempatan ini menjadi tolak ukur memulai suatu perubahan. Perubahan untuk dapat mencegah dan meminimalisasi efek yang lebih besar. Jadi, sikap rekonsiliasi dari pihak manusia kepada alam dapat memungkinkan perubahan.

Berbagai fakta kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di tanah air adalah hasil dari suatu pergeseran pemahaman manusia tentang alam. Cara pandang tersebut melahirkan tindakan yang salah dan membahayakan. Misalnya, konsep tentang alam sebagai objek. Konsep ini memberi indikasi bahwa manusia dapat memanfaatkan alam seenaknya. Tindakan dan prilaku manusia dalam mengeksploitasi sumber daya alam terus terjadi tanpa disertai suatu pertanggungjawaban bahwa alam perlu pemulihan dan dijaga keutuhannya dan kelestariannya.

Banyak binatang yang seharusnya dilindungi justru menjadi korban perburuan manusia yang tidak bertanggung jawab. Pembalakan liar yang terjadi pun tak dapat dibendung lagi. Pencemaran tanah dan air sudah menjadi kebiasaan yang terus dilakukan. Polusi udara yang mengandung toksin berbahaya terus mengintai kita. Jadi, alam merupakan objek yang terus menerus dieksploitasi dan dipergunakan manusia.

Berdasarkan kenyataan demikian, diperlukan suatu perubahan konsep baru. konsep yang dimaksud adalah melihat alam sebagai subyek. Konsep alam sebagai subyek berarti manusia dalam mempergunakan alam membutuhkan kesadaran dan penuh tanggung jawab. Disini manusia dalam hidupnya dapat menghargai dan mempergunakan alam secara efektif dan bijaksana. Misalnya, orang Papua memahami alam sebagai ibu yang memberi kehidupan. Artinya, alam dilihat sebagai ibu yang darinya manusia dapat memperoleh kehidupan. Oleh karena itu, tindakan merusak lingkungan secara tidak langsung telah merusak kehidupan itu sendiri. 

Post a Comment for "Upaya Rekonsiliasi Alam"