Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JIKA TAHU KATA INGGRISNYA, JANGAN MENGGUNAKAN KATA INDONESIA

lets say

Pembaca mungkin tertegun membaca judul di atas. Meskipun aneh tak sedikit orang yang menganut patokan ini.

Dalam harian daerah tidak dikatakan "Jalan Malioboro sekarang sedang diperbaharui atau diremajakan" tetapi "Jalan Malioboro sekarang sedang direnovasi". Kata renovasi sungguh tak mempunyai nilai rasa lain dari kata pembaharuan. Juga tidak dikatakan tanaman cengkeh Kulonprogo mempunyai masa depan yang baik, melainkan mempunyai prospek yang baik". Orang tidak menggunakan kata penggolongan melainkan klasifikasi bahkan "pengklasifikasian".

Kata penggolongan sesungguhnya lebih jelas, lebih pendek susunan bunyinya enak untuk diucapkan. Ada seorang dosen muda berkata : "Tesis saya akan segera dieditkan ! Tidak diterbitkan !. Pernah saya mendengar orang berkata "Problem itu harus kita face juga" bukan harus kita hadapi juga.

Kata challange rasa saya tak mempunyai nilai yang lain kecuali tantangan. Demikian kita simultan dengan kata  serentak, kata income dengan penghasilan, kata kontinu dengan kata terus menerus. Kata konsistent dengan kata taat asas.

Seorang penceramah berkata eksaknya yang artinya tepat seperti tepatnya. Kata kharisma kini sedang mengganti kata bakat atau pembawaan. Kata eksistensi mengganti adanya. Target mengganti kata hasil dan jatah.

Dari pembaca mungkin ada yang nyeletuk : "Tetapi kata target lain artinya dengan hasil". Memanglah, dan itulah soalnya. Kata_kata asing dalam waktu yang sangat singkat berubah artinya atau nilai rasanya. Orang kerap mendengar kata frustasi. Dalam hubungannya memang ada unsur kecewa. Orang itu selanjutnya tak lagi menggunakan kata kecewa melainkan frustasi.

Demikian juga kata mistik. Mistik berarti usaha bersatu dengan Tuhan dengan cara yang lebih dari biasa; karena tak diketahui orang banyak maka mengandung unsur rahasia. 

Kini kata mistik berarti rahasia. Kata overacting dikatakan untuk segala sesuatu yang berlebih_lebihan.

Kata kompromi dalam banyak pembicaraan, ternyata hanya berarti perjanjian. Seorang mahasiswa mengartikan to the point dengan yang penting_penting saja. Spontan dengan langsung, profesi dengan kedudukan, drop out dengan diberi bantuan ! Challenge dengan dorongan.

Contoh ini masih dapat ditambah lagi. Yang saya kemukakan cukup untuk menunjukkan kekaburan dalam pengertian. 

Di bawah ini ada beberapa kata yang sekarang menjadi mode, entah digunakan dengan arti yang benar atau tidak, kecuali yang sudah saya sebutkan di atas.

Otentik, identik, strategis, joint, concept, upgrade, lux, item point, follow up, frequent, tackle, partisipasi, blue print, commitment, sense of belonging, service, accelerasi, profesi, spontan, otomatis, approach, immage, relevant, absund, apresiasi, technical, know how, institusi, processing, eksplorasi, style, leadership, motivasi, dimensi, purpose, clash, qualified, lokasi, survey, clear, issue, gossip. (Ejaan kata_kata tersebut dengan sengaja saya campur karena terpaksa). Belum saya sebutkan istilah_istilah yang memang dibutuhkan dalam satu bidang pengetahuan.

Mungkin ada seorang pembaca berfikir : mengapa soal ini diributkan ! Bukankah bahasa_bahasa lain mengalami gejala ini juga ! Berapa banyak kata Sansekerta, Arab, Belanda, yang telah menjadi warga bahasa Indonesia. Berapa kata Inggris yang datang dari bahasa Latin, mungkin sepertiganya. Memang demikianlah. Dan "puritanisme" pemurnian bahasa yang berlebih_lebihan yang terjadi pada orang Vlaming di Belgia tidak berhasil juga.

Tetapi yang harus kita perhatikan, ialah mode menggunakan kata asing ini disertai atau bersamaan dengan penggunaan bahasa Indonesia yang sama sekali tidak tertib. Bahwa kekayaan bahasa Indonesia masih sangat kurang dimanfaatkan. Apakah dua gejala ini ada pengaruhnya satu sama lain ?

Saya tidak setuju dengan seorang tokoh dari dunia Perguruan Tinggi yang berpendapat bahwa bahasa Indonesia belum dapat digunakan untuk ber_ilmu. Saya tahu bahwa ada sekolah Filsafat dan Theologi yang menggunakan bahasa Indonesia, meskipun dimana perlu orang harus minta bantuan dari bahasa asing.

Bahwa gejala kesukaan penggunaan kata asing bersama_sama dengan kurangnya penguasaan bahasa Inggris pada orang_orang yang membutuhkan, terutama mahasiswa dan mungkin juga dosen. Apa lagi karena bahasa Inggris digunakan dalam hubungan Internasional.

Bahwa orang Indonesia yang ternyata sama sekali tak kalah dengan bahasa lain dalam menguasai beberapa bahasa asing, kini kurang tertib mengucapkan kata_kata Inggris.

Kesan saya terima dengan pengalaman yang langsung, majalah dan harian berbahasa Malaysia tidak demikian banyak mempergunakan kata_kata Inggris. Hal ini mungkin karena orang Malaysia masih terdorong untuk membina bahasa Malaysia dan karena sudah banyak harian bahasa Inggris, sehingga penggunaan kata_kata Inggris sama sekali tak memberi keuntungan sosial apapun juga.

Orang menggunakan kata asing dengan beberapa alasan :

1. karena tidak tahu atau belum ada kata Indonesia yang tepat untuk pengertian yang dibutuhkan.

2. karena orang demikian tenggelamnya dalam bidang pengetahuan dengan istilah_istilah, sehingga pengertian dan istilahnya tak terpisah lagi. Seorang dosen sastra mungkin bertengkar mulut dengan istrinya dengan istilah_istilah teori sastra, absurd, apresiasi, dan sebagainya.

3. orang berpendapat bahwa ia akan memberikan kesan terpelajar dengan menggunakan banyak kata asing, lupa, bahwa kesan ini lebih_lebih diperoleh dari ketertiban pemikirnya, luas pandangannya, dan rapi bahasanya.

4. yang hampir sama dengan yang ketiga, bahwa orang asing ingin menunjukkan bahwa ia tidak ketinggalan jaman. Seperti halnya dengan rambut gondrong, pakaian cut brai, dan lain_lain. Ia berbuat, apa yang diperbuat orang lain.

5. orang membutuhkan kata yang dirasakan lebih halus, kurang langsung dari kata yang sudah lazim; kata ring mengganti kata tunangan. kis_kisan untuk cium_ciuman.

Sukar kita temukan apakah masuknya kata_kata Sansekerta, Arab, Belanda, dengan cara yang sama. Tetapi dapat kita perkirakan bahwa ada persamaannya juga. Sukar pula ditentukan sebelumnya, kata_kata mana yang sepuluh tahun yang akan datang sudah masuk dalam kamus bahasa Indonesia.

Persamaan yang terus ada ialah bahwa kata_kata asing jika masuk bahasa Indonesia makin berubah bunyinya, karena disesuaikan dengan sistim bunyi bahasa yang meminjam bahasa Indonesia. Kata text menjadi tek, kata relax menjadi rilek, kata safe menjadi sip, kata pleasure menjadi plesir.

Seperti dulu kata syastra menjadi sastra, setra (Pak Setra). Kata Belanda verband menjadi perban; kata kakhuis menjadi kakus.

Berulangnya sejarah tidak dengan cara yang sama. Karena majunya pengetahuan umat manusia makin sadar maka makin menguasai dan menentukan segala gejala. Kedua, irama hidup lebih cepat sehingga lebih cepat tersebarnya kata_kata asing tersebut. Cepat juga reaksi_reaksi yang timbul, antara lain karangan ini. 

Tugas reaksi ini supaya gejala_gejala jangan sampai meliar, tak kenal batas, membabi buta.

Demikianlah tugas tanggapan S.Takdir Alisjahbana terhadap apa yang disebutnya pengkromoan. Maklumlah kehidupan masyarakat kita tidak seluruhnya sedang dikuasai irama musim_musiman, penyakit latah. Tanpa tanggapan Takdir yang tak semuanya saya setujui, gejala "pengkromoan" atau penghalusan dapat meliar.

Aksi dari reaksi inilah yang menentukan perkembangan bahasa Indonesia. Penghalusan bahasa yang meliar akhirnya juga akan kacau ataupun melemahkan harkat bahasa Indonesia. Dalam dunia pengajaran penggunaan kata_kata asing tanpa diberikan artinya, maka artinya yang benar akan menyebabkan kaburnya pengertian.

Menggunakan kata asing berlebihan adalah suatu penyakit. Orang banyak hanya meniru orang yang dalam masyarakat dianggap terpelajar. Maka jika golongan terpelajar ini mengurangi penggunaan kata asing, penyakit ini dengan sendirinya akan berkurang.

Istilah_istilah baru yang sengaja dibuat untuk mengganti kata_kata asing akan membantu hal ini juga.

Post a Comment for "JIKA TAHU KATA INGGRISNYA, JANGAN MENGGUNAKAN KATA INDONESIA"