Hikayat Si Miskin
hikayat si miskin |
Hatta, maka pada suatu hari baginda baginda sedang ramai dihadapi oleh segala raja_raja, menteri, hulubalang, rakyat sekalian di penghadapannya. Maka si Miskin itupun sampailah ke penghadapan itu.
Setelah dilihatnya oleh orang banyak, si Miskin laki bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing rupanya. Maka orang banyak itu pun ramailah ia tertawa seraya mengambil kayu dan batu. Maka dilemparilah akan si Miskin itu kena tubuhnya habis bengkak_bengkak dan berdarah.
Maka segala tubuhnya pun berlumuran dengan darah. Maka orang pun gemparlah. Maka titah baginda, "Apakah yang gempar di luar itu ?". Sembah segala raja_raja itu "Ya tuanku Syah Alam, orang melempar si Miskin, tuanku". Maka titah baginda, "Suruh usir jauh_jauh!" Maka diusir orang lah akan si Miskin hingga sampailah ke tepi hutan. Maka orang banyak itupun kembalilah. Maka haripun malamlah. Maka bagindapun berangkatlah masuk ke dalam istananya itu. Maka segala raja_raja dan menteri, hulubalang rakyat sekalian itupun masing_masing pulang ke rumahnya.
Adapun akan si Miskin itu apabila malam iapun tidurlah di dalam hutan itu. Setelah siang hari maka iapun pergi berjalan masuk ke dalam negeri mencari rizkinya. Maka apabila sampailah dekat kepada kampung orang. Apabila orang yang empunya kampung itu melihat akan dia. Maka diusirlah dengan kayu. Maka si Miskin itupun larilah. Ia lalu ke pasar.
Maka apabila dilihat oleh orang pasar itu si Miskin datang, maka masing_masing pun datang ada yang melontari dengan batu, ada yang memalu dengan kayu. Maka si Miskin itu pun larilah tunggang_langgang, tubuhnya habis berlumur dengan darah. Maka menangislah ia berseru_seru sepanjang jalan itu dengan tersengat lapar dahaganya seperti akan matilah rasanya.
Maka ia pun bertemu dengan tempat orang membuangkan sampah_sampah. Maka berhentilah ia di sana. Maka dicaharinyalah di dalam sampah yang tertimbun itu barang yang boleh dimakan. Maka didapatinyalah ketupat yang sudah basi dibuangkan oleh orang pasar itu dengan buku tebu lalu dimakannya ketupat yang sebiji itu laki bini. Setelah sudah dimakannya ketupat itu maka barulah dimakannya buku tebu itu. Maka adalah segar sedikit rasanya tubuhnya karena beberapa lamanya tiada merasai nasi.
Hendak mati rasanya. Ia hendak meminta ke rumah orang takut. Jangankan diberi orang barang sesuatu, mampir kepada rumah orang itu pun tiada boleh. Demikianlah si Miskin itu berhari_hari.
Hatta, maka haripun petanglah. Maka si Miskin pun berjalanlah masuk ke dalam hutan tempatnya sediakala itu. Di sanalah ia tidur. Maka disapunyalah darah_darah yang di tubuhnya tiada boleh keluar karena darah itu sudah kering. Maka si Miskin itupun tidurlah di pinggir di dalam hutan itu. Setelah pagi_pagi hari maka berkatalah si Miskin kepada isterinya, "Ya tuanku, matilah rasaku ini. Sangatlah sakit rasanya tubuhku ini.
Maka tiadalah berdaya lagi hancurlah rasanya anggotaku ini." Maka ia pun tersedu_sedu menangis. Maka iapun menangis pula seraya mengambil daun kayu lalu dimamahnya. Maka disapukannyalah seluruh tubuh suaminya sambil berkata, "Diamlah, tuan jangan menangis."
Maka selaku ini adapun akan si miskin itu aslinya daripadanya raja keinderaan. Maka kena sumpah Batara Indera maka jadilah ia demikian itu. Maka adalah suaminya itu pun segarlah sedikit tubuhnya. Setelah itu maka suaminya pun masuk ke dalam hutan mencari ambat yang muda yang patut dimakannya. Maka dibawanyalah kepada isterinya. Maka demikianlah laki bini.
Hatta beberapa lamanya maka isteri si miskin itupun hamillah tiga bulan lamanya. Maka isterinya menangis hendak makan buah mempelam yang ada di dalam taman raja itu. Maka suaminya itupun terketukkan hatinya tatkala ia di Keinderaan menjadi raja tiada ia mau beranak. Maka sekarang telah mudhorot. Maka baharulah hendak beranak seraya berkata kepada isterinya, "Ayo, hai Adinda. Tuan hendak membunuh kakandalah rupanya ini. Tiadakah tuan tahu akan hal kita yang sudah lalu itu ? Jangankan hendak meminta barang suatu, hampir kepada kampung orang tiada boleh."
Setelah didengar oleh isterinya kata suaminya demikian itu, maka makinlah sangat ia menangis. Maka kata suaminya, "Diamlah tuan, jangan menangis ! Berilah kakanda pergi mencaharikan tuan buah mempelam itu, jikalau dapat oleh kakanda akan buah mempelam itu kakanda berikan pada tuan."
Maka isterinya itu pun diamlah. Maka suaminya itu pun pergilah ke pasar mencahari buah mempelam itu. Setelah sampai di orang berjualan buah mempelam, maka si miskin itu pun berhentilah di sana. Hendak pun dimintanya takut ia akan dipalu orang. Maka kata orang yang berjualan buah mempelam, "Hai miskin. Apa kehendakmu ?"
Maka sahut si miskin, "Jikalau ada belas dan kasihan serat rahim tuan akan hamba orang miskin hamba ini minta diberikan yang sudah terbuang itu. Hamba hendak memohonkan buah mempelam tuan yang sudah busuk itu barang sebiji sahaja tuan."
Maka terlalu belas hati sekalian orang pasar itu yang mendengar kata si miskin. Seperti hancurlah rasa hatinya. Maka ada yang memberi buah mempelam, ada yang memberikan nassi, ada yang memberikan kain baju, ada yang memberikan buah_buahan. Maka si miskin itupun heranlah akan dirinya oleh sebab diberi orang pasar itu berbagi_bagi jenis pemberian. Adapun akan dahulunya jangankan diberinya barang suatu hampir pun tiada boleh. Habislah dilemparnya dengan kayu dan batu. Setelah sudah ia berpikir dalam hatinya demikian itu, maka ia pun kembalilah ke dalam hutan mendapatkan isterinya.
Maka katanya, "Inilah Tuan, buah mempelam dan segala buah_buahan dan makan_makanan dan kain baju. Itupun diinjakannyalah istrinya seraya menceritakan hal ihwalnya tatkala ia di pasar itu. Maka isterinya pun menangis tiada mau makan jikalau bukan buah mempelam yang di dalam taman raja itu. "Biarlah aku mati sekali."
Maka terlalulah sebal hati suaminya itu melihatkan akan kelakuan isterinya itu seperti orang yang hendak mati. Rupanya tiadalah berdaya lagi. Maka suaminya itu pun pergilah menghadap Maharaja Indera Dewa itu. Maka baginda itupun sedang ramai dihadap oleh segala raja_raja. Maka si Miskin datanglah. Lalu masuk ke dalam sekali. Maka titah baginda, "Hai Miskin, apa kehendakmu ?" Maka sahut si Miskin, "Ampun Tuanku, beribu_ribu ampun tuanku. Jikalau ada karenanya Syah Alam akan patuhlah hamba orang yang hina ini hendaklah memohonkan daun mempelam Syah Alam yang sudah gugur ke bumi itu barangkali Tuanku.
Maka titah Baginda, "Hendak engkau buatkan apa daun mempelam itu ?" Maka sembah si Miskin, "Hendak dimakan, Tuanku." Maka titah Baginda, "Ambilkan barang setangkai berikan kepada si Miskin ini."
Maka diambilkan oranglah diberikan kepada si Miskin itu. Maka diambillah oleh si Miskin itu seraya menyembah kepada Baginda itu. Lalu keluar ia berjalan kembali. Setelah itu maka Baginda pun berangkatlah masuk ke dalam istananya. Maka segala raja_raja dan menteri hulubalang rakyat sekalian itupun masing_masing pulang ke rumahnya. Maka si Miskin pun sampailah kepada tempatnya. Setelah dilihat oleh isterinya akan suaminya datang itu membawa buah mempelam setangkai. Maka ia tertawa_tawa. Seraya disambutnya lalu dimakannya.
Maka adalah antaranya tiga bulan lamanya. Maka ia pun menangis pula hendak makan nangka yang di dalam taman raja itu juga. Maka si Miskin itu pun pergilah pula memohonkan kepada Baginda itu. Maka sujudlah pula ia kepada baginda. Maka titah baginda, "Apa pula kehendakmu hai miskin ?"
Maka sahut si Miskin, "Ya, Tuanku, ampun beribu_ribu ampun." Sahut ia sujud kepalanya lalu diletakkannya ke tanah. "Hai Miskin, hendak kau buatkan apa daun nangka ? Baiklah aku beri buahan barang sebiji." Maka diberikan kepada si Miskin itu. Maka ia pun sujud seraya bermohon kembali mendapatkan isterinya itu.
Maka ia pun sampailah. Setelah dilihat oleh isterinya itu suaminya datang itu, maka disambutnya buah nangka itu. Lalu dimakan oleh isterinya itu. Adapun selama isterinya si Miskin hamil maka banyaklah makan_makanan dan kain baju dan beras padi dan segala perkakas_perkakas itu diberi orang kepadanya.
Hatta maka dengan hal yang demikian itu maka genaplah bulannya. Maka pada ketika yang baik dan saat yang sempurna pada malam empat belas hari bulan. Maka bulan itu pun sedang terang. Maka pada ketika itu isteri si miskin itu pun beranaklah seorang laki terlalu amat baik parasnya dan elok rupanya. Maka dinamainya akan anaknya itu Markaromah artinya anak di dalam kesukaran. Maka diperlihatkannyalah anaknya itu. Maka terlalu amat kasih sayangnya anak itu. Tiada boleh bercerai barang seketika jua pun dengan anaknya Markaromah itu.
Hatta, maka dengan takdir Allah SWT menganugerahi kepada hambanya. Maka si Miskin pun menggalilah tanah hendak berbuat tempatnya tiga beranak itu. Maka digalinyalah tanah itu hendak mendirikan tiang teratak banyak. Maka tergalilah kepada sebuah telaju yang besar berisi emas terlalu banyak. Maka isterinya pun datanglah melihat akan emas itu. Seraya berkata pada suaminya, "Adapun akan emas ini sampai kepada anak cucu kita sekalipun tiada habis dibuat belanja."
Post a Comment for "Hikayat Si Miskin"