Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HIKAYAT INDRAMAYU


Sahabat.....,
Penulis kali ini akan mengisahkan tentang sesuatu yang berkhidmat "Hikayat Indramayu". Ialah perihal kota kecil di pesisir utara muasalnya. 
Hatta, proses penetapan hari jadi Indramayu atau berdirinya kota kecil ini diawali dengan dibentuknya Tim panitia. Wah, keren neh... namanya Team Peneliti Sejarah Indramayu yang bertujuan untuk menelusuri dan mengkaji sejarah "Darma Ayu" secara menyeluruh. Mengingat adanya beberapa sumber yang berbeda atau sengaja dihubung_hubungkan didalam menentukan sejarah yang sebenarnya.
Penulis menuliskannya dengan cara berujar kata hikayat.
Tim panitia menyimpulkan bahwa hari jadi Indramayu jatuh pada tanggal 7 Oktober 1527 M yang telah disahkan pada sidang pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Indramayu, pada tanggal 24 Juni 1977 tentang penetapan hari jadi Indramayu, dimana dalam peraturan daerah tersebut ditetapkan bahwa hari jadi Indramayu jatuh pada tanggal 7 (tujuh) Oktober 1527 M hari Jumat Kliwon tanggal 1 Muharam 934 H.

Dalam penelitiannya tim ini, tim berpegang pada sebuah peninggalan jaman dulu dan atas dasar beberapa fakta sejarah yang ada, misalnya prasasti, penulisan_penulisan masa lalu, benda_benda purbakala, dongeng rakyat / legenda, serta tradisi yang hidup di tengah_tengah masyarakat. Berkaitan dengan hal itu, peneliti menyimpulkan bahwa daerah ini bernama Pedukuhan Cimanuk. 

Menurut Babad Dermayu dan Hikayat yang turun temurun dari rakyat bahwa penghuni pertama di pedukuhan Cimanuk adalah Raden Aria Wiralodra yang berasal dari Bagelan, Jawa Tengah, putra Tumenggung yang bernama Gagak Singalodra. Sejak lah kecil ia beringin membangun suatu negari untuk diwariskan kelak kepada cucu_cucunya. Dan untuk mewujudkan cita_citanya tersebut ia gemar melatih diri dalam olah kanuragan, tirakat dan bertapa.

Berikut Hikayat Indramayu (oleh Conny Abdull)

Suatu masa, Raden Wiralodra menjalankan tapa brata dan semedi di perbukitan melaya di kaki gunung Sumbing. Setelah melampaui masa tiga tahun ia mendapatkan wangsit, "Hai, Wiralodra. Apabila engkau ingin berbahagia beserta keturunanmu kelak dikemudian hari, pergilah merantau ke arah matahari terbenam dan carilah sungai Cimanuk. Manakala engkau telah tiba di sana berhentilah dan tebanglah hutan belukar secukupnya untuk sebuah pedukuhan dan menetaplah di sana."

Demi melaksanakan wangsitnya Raden Wiralodra didampingi abdinya Ki Tinggil. Berangkatlah tersebut ke arah barat untuk mencari sungai Cimanuk. Konon perjalanan ini memakan waktu cukup lama yaitu 3 tahun untuk kemudian sampai ke sebuah sungai yang amat besar. Raden Wiralodra mengira bahwa sungai tersebut adalah sungai Cimanuk, maka bermalamlah ia di sana. Dan ketika pagi_pagi terbangun mereka melihat ada orang tua yang menanyakan maksud dan tujuan mereka. "Hai, Cucuku. Tuan telah tersesat, sungai ini adalah bukan sungai Cimanuk yang tuan cari. Adapun Cimanuk telah terlewatkan, yaitu sebelah timur. Jadi Tuan berbaliklah dan teruslah menyusuri Timur Laut itu. Setelah berkata demikian, orang tersebut lenyaplah. menurut riwayat orang tersebut adalah Ki Buyut Sidum. Ia lah seorang panakawan tumenggung Sri Baduga yang hidup antara tahun 1474 _ 1513 M.

kemudian Raden Wiralodra dan Ki Tinggil melanjutkan perjalanan menuju timur laut dan setelah berhari_hari berjalan mereka melihat sungai besar. Wiralodra berharap sungai tersebut adalah Cimanuk. Di sana pula is melihat kebun yang amat indahnya, namun pemilik kebun tersebut sangat congkak sampai Wiralodra tak kuasa mengendalikan emosinya. Ketika emosi itu dikerahkan tumpah , orang tersebut lenyap. Hanya suara yang terdengar bergema, "Hai, Cucuku Wiralodra ketahuilah bahwa hamba adalah Ki Sidum dan sungai ini adalah sungai Cipunegara, sekarang teruskanlah perjalananmu ke arah timur, manakala menjumpai seekor kijang bermata berlian ikutilah dimana kijang itu lenyap dipandang mata, maka itulah sungai Cimanuk yang Tuan cari." 

"Kelak Tuan membabad hutan Cimanuk dan bertapalah, jangan tidur siang ataupun malam, karena itu penting untuk kebahagiaan anak cucu tuan di kemudian hari."

Mereka melanjutkan perjalanan kembali. Bertemulah mereka dengan seorang perempuan bernama Dewi Larawana yang memaksa untuk dipersunting Wiralodra. Namun, Wiralodra menolak hingga membuat gadis itu murka. Berperanglah ia. Cakra pusaka ditancapkannyalah di dadanya, namun gadis itu lagi_lagi lenyap entah kemana. Bersamaan dengan hal itu, muncullah seekor kijang bermata lembut itu. Wiralodra mengejarnya. memburu dan mengikuti ia ke arah timur hingga lenyaplah ia berganti tampak olehnya sebuah sungai besar. Letih dan lunglai tubuh sang pangeran, maka ia rebahkan tubuhnya dan tertidur. Hatta, dalam tidurnya ia bermimpi bertemu dengan Ki Sidum. "Hai, Cucuku. Inilah hutan yang kau cari. Di sinilah Tuan kelak bermukim."

Setelah berketetapan itu, maka Wiralodra dan Ki Tinggil segera membuat persinggahan, gubuk dan berladang lah ia di sana. 

Akhirnya, tersiarlah kabar itu, semakin hari semakin marak. hingga seperti pedukuhan saja rupanya. Karena kesantunan dan wibawa perangainya. Ia disegani dan dihormat layaknya seseorang bijak. Suatu ketika di antaranya datang dan pergi, seorang wanita cantik jelita menghampiri beliau sambil membawa bibit padi, sayur dan palawija lainnya. Dialah Nyi Endang Dharma, seorang wanita paripurna yang akan membangun pedukuhan bersama_sama. Sakti ia, mahir ilmu kanuragan, hingga akhirnya siapapun yang menghalangi keinginannya akan berhadapan dengannya. Ada pulalah Pangeran Guru dari Palembang yang datang bersama 24 muridnya, akhirnya juga berakhir diujung kesaktian Nyi Endaang Dharma, yang kini makamnya dinamakan "makam selawe."

Melihat kejadian itu Ki Tinggil tidak tinggal diam, ia melaporkannya kepada Wiralodra yang saat itu sedang pulang ke Bagelan. Karena merasa ketentraman pedukuhan terusik, Wiralodra pun kembali ke Cimanuk untuk mendengarkan langsung kejadian yang sebenarnya. Betapa hebatnya kesaktian wanita ini. Ia pun wibawanya itu jatuh. Hatta, Wiralodra tertantang untuk perang tanding dengan Nyi Endang Dharma itu.

Akhirnya, Nyi Endang Dharma kewalahan menahan gempuran dan serangan dari Wiralodra, hingga terpental dan melocat terjun ke dalam sungai cimanuk. Bertekuk lututlah ia pada sang Pangeran. Akhir dari hal itu, Wilalodra mengajak serta Nyi Endang darma pulang ke pedukuhan dan membangun bersama_sama. Namun bertolak ia dan ia bersyarat sahaja, "Kelak jika Tuan memberi nama pedukuhan ini, berilah nama saya sebagai tanda karena hamba turut andil dalam membangun pedukuhan ini, kiranya tiada berlebihan, Tuan." 

hikayat Indramayu
Pada suatu kesempatan hendaklah Wiralodra berwasiat bahwasannya pedukuhan ini kelak dinamai "Darma Ayu." Peristiwa ini terjadi pada hari Jumat Kliwon, I Sura 1449 atau 1 Muharam 934 H yang bertepatan dengan tanggal 7 Oktober 1527 M. (hikayat Indramayu)

Post a Comment for "HIKAYAT INDRAMAYU"