Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sunaryo "Personal Identities are more eternal"

Sunaryo dalam 20th anniversary of selasar
Sunaryo art space-SSAS, Bandung /dokumentasi pribadi

Sunaryo adalah salah satu seniman Indonesia, dia lahir di Banyumas tanggal 15 Mei 1943, anak kedua dari tujuh bersaudara. Segala cerita kesuksesannya dalam dunia seni berawal dari sebuah sabak (alat tulis terbuat dari batu berbentuk papan tipis untuk ditulis), yang tertinggal di kelasnya ketika dia duduk di kelas 1 SD. Bergegas dia mengambil sabaknya, ketika itu dia menemukan di belakang pintu sebuah gambar pemandangan. Itulah lukisan pertama yang masih terekam olehnya dalam ingatan hingga kini.

 on his collection at Singapore Tyler Print Institute

Semasa kecilnya dia hidup berpindah-pindah ke berbagai kota bersama pamannya yang bekerja sebagai kepala kantor penyuluhan perburuhan. Kelas 2 SD dia pindah ke Tegal, kelas 3 SD dia pindah ke Solo, dan Purwokerto saat dia kelas 5 SD, disinilah dia mulai bersemangat menggambar. Semasa SMP dia aktif dalam dunia kesenian, dan ketika SMA dia sekolah di SMA bruderan, Purwokerto. Disini dia mulai diperkenalkan dengan instrumen biola oleh seorang bruder, dari sinilah kemudian dia menyukai musik klasik.

Pengalaman penting di SMA ini adalah saat Sanggar Bambu mengadakan pameran di Purwokerto. Dia terpesona akan sapuan kuas kasar dalam lukisan. Dari sinilah dia mulai terobsesi untuk masuk sekolah tinggi seni rupa. Pilihannya saat itu adalah ITB, maka pergilah dia ke Semarang untuk mengikuti ujian masuk.

Di Semarang dia menetap di tempat kerabatnya yang seorang polisi. Dengan membawa cat air dan kuas kecil pinjaman berangkatlah dia ke tempat ujian. Dengan segala pengorbanan yang sudah dia tempuh, akhirnya dia berhasil diterima di ITB pada tahun 1962. Masa pendidikan di ITB dia selesaikan pada tahun 1969. Pada tahun 1975 dia berangkat ke Cina, Italia, untuk mempelajari teknik marmer. Setelah pulang dari sanalah dia memulai meniti karier sebagai seorang seniman.(sumber Wikipedia)

foto by instagram.com/siscandati

Selasar Sunaryo Artspace menggelar karya-karya Sunaryo dan beberapa seniman tamu. Karya Sunaryo berfokus pada instalasi-instalasi multimedia sehingga mampu menampung gagasan yang sulit diungkapkan bila hanya melalui garis atau volume. Secara garis besar, karya-karya Sunaryo digolongkan dalam tiga wilayah pengungkapkan: sosial, religius, dan pengolahan bahan lokal.

Ketertarikan Sunaryo terhadap bidang sosial muncul terutama sekitar tahun 1990-an. Karya sosialnya ini tidak selalu merupakan kritik, tetapi juga empati terhadap persoalan-persoalan sosial yang terjadi di masyarakat sekeliling, misalnya menyangkut perubahan lingkungan hidup yang kadang mencemaskan. Banyak lukisannya yang mengungkapkan hal ini, misalnya lukisan yang berjudul Absurdity of the Land, Lost Comfort in My Village, dan There is no Green Land Anymore.

Pengungkapan ketiga adalah pengungkapan yang mengolah bahan-bahan lokal macam penggunaan karung, anyaman, serat bambu, warna-warna tanah dan kapur. Temanya sendiri bisa sosial maupun religius. Contoh yang terkenal adalah Ikan dan Bubu dan Hardware the Time Traveled. Pengungkapan kedua adalah yang berkaitan dengan pengalaman religius. Ada saat Sunaryo disergap oleh pengalaman transendental, dimana ia mengalami kekosongan dan keheningan yang mendalam. Pengalaman ini terungkap antara lain dalam patung berjudul Kayu, Batu, dan Air, lukisan Perjalanan menuju-Mu atau salah satu yang paling populer, lukisan Thawaf.


his collection at Singapore

Post a Comment for "Sunaryo "Personal Identities are more eternal""