Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MH AINUN NADJIB (CAK NUN DALAM CATATAN SEJARAH)

Cak Nun

Muhammad Ainun Nadjib dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun (la-hir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953; umur 67 tahun) seorang tokoh intel-ek-tual berkebangsaan Indonesia. Men-jelang kejatuhan pemerintahan Soeharto, Cak Nun salah-satu tokoh yang diun-dang ke Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya yang kemudian kal-imatnya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora patheken". Emha dikenal seba-gai seniman, budayawan, penyair, dan pemikir yang menularkan gaga-sannya melalui buku-buku yang ditulisnya.  

Emha anak keempat dari 15 bersaudara. Pendidik-an formalnya hanya berakhir di semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Darussalam Gontor setel-ah melakukan ‘demo’ melawan pimpinan pondok karena sistem pondok yang kurang baik, pada pertengahan tahun ketiga studinya. Kemudian ia pin-dah ke Yogyakarta dan tamat SMA Muhammadiyah I. 

Istrinya yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penya-nyi. Sabrang Mowo Damar Panuluh adalah salah satu putranya yang kini tergabung dalam grup band Letto. Lima tahun menggelandang di Malioboro, Yogyakarta antara 1970–1975, belajar sastra kepada guru yang dikag-uminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat mempe-ngaru-hi perjalanan Emha. 

Masa-masa itu, proses kreatifnya dijalani juga bersama Ebiet G Ade (penyanyi), Eko Tunas (cerpenis/penyair), dan EH. Kartanegara (penulis). pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Emha juga pernah ter-libat dalam produksi film Rayya, Cahaya di Atas Cahaya (2011), skenario film ditulis bersama Viva Westi. kese-harian-nya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi menumbuhkan potensi rakyat. 

Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang Bulan, ia juga ber-keli-ling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10 sampai15 kali per bulan bersama Gamelan Kiai Kanjeng, dan rata-rata 40 sampai 50 acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Kajian-kajian islami yang diselenggarakan oleh Cak Nun antara lain: Jamaah Maiyah Kenduri Cinta sejak tahun 1990-an yang dilaksan-akan di Taman Ismail Marzuki. 

Kenduri Cinta adalah salah satu forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas gender, yang diadakan di Jakarta setiap satu bulan sekali. Mocopat Syafaat Yogyakarta Padhang-mbulan Jombang Gambang Syafaat Semarang Bangbang Wetan Surabaya Paparandang Ate Mandar Maiyah Baradah Sidoarjo Obro Ilahi Malang, Hongkong dan Bali Juguran Syafaat Banyumas Raya Maneges Qudroh Magelang Dalam pertemuan-pertemuan sosial itu ia melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metode perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah mas-yarakat. 

Teater Me-macu kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halim HD, jaringan kesenian melalui Sanggar Bambu, aktif diTeater Dinasti dan menghasilkan repertoar serta pementasan drama. karyanya: Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto), Patung Kekasih (1989, tent-ang pengkultusan), Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern), Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern). 

Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun), Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar), Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993). Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, serta Duta Dari Masa Depan. 

Dan yang ter-baru adalah pemen-tasan teater Tikungan Iblis yang diadakan di Yogyakarta dan Jakarta ber-sama Teater Dinasti Teater Nabi Darurat Rasul AdHoc bersama Teater Perdikan dan Letto yang menggam-barkan betapa rus-aknya manusia Indonesia sehingga hanya manusia sekelas Nabi yang bisa membenahinya (2012) Bibliografi    Puisi “M” Frustasi (1976), Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978), Sajak-Sajak Cinta (1978), Nyanyian Gelandangan (1982), 99 Untuk Tuhanku (1983), Suluk Pesisiran (1989), Lautan Jilbab (1989). Karya_karya beliau yang feno-menal masih banyak lagi yang dapat kita nikmat-i hingga saat ini.

Sekian dan semoga bermanfaat !

Post a Comment for "MH AINUN NADJIB (CAK NUN DALAM CATATAN SEJARAH)"