Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KAIRIL ANWAR

chairil Anwar

Namanya ketika masih hidup tentu ditulis dengan Chairil Anwar. Mengikuti ejaan masa kini tentu kita tuliskan menjadi Khairil Anwar. Namun, bagaimanapun cara kita menuliskannya, hanya ada satu Khairil Anwar dalam sejarah kesusastraan Indonesia.

Bagi mereka yang mempelajari sejarah kesusastraan tentu mengenal masa yang disebut "Angkatan 45". Salah seorang yang tidak dapat dilepaskan dari kelompok itu ialah penyair yang tengah kita bicarakan ini.

Dunia sastra Indonesia mencatat namanya karena usahanya memberi corak yang baru dalam puisi kita. Berbeda dengan sajak_sajak masa sebelumnya, penyair ini benar_benar memperhitungkan pemakaian kata dan ungkapan dalam ciptaannya. Kata_kata yang dipakai benar_benar merupakan wakil pemikiran dan pengendapan pengalaman. Singkat, padat, bermakna, dan tentunya tetap menampilkan keindahan bahasa.

"Aku sebagai seniman harus mempunyai ketajaman dan ketegasan dalam menimbang serta memutus," katanya dalam satu pidatonya.

Mengenai mutu, dikatakannya, "Sebuah sajak, sebuah hasil kesenian menjadi penting bukanlah karena panjangnya ataupun pendeknya, tetapi adalah karena tingkatnya, kadarnya........."

chairil Anwar

Pendiriannya ini kita jumpai dalam kenyataan hidupnya. Tidak banyak karya yang ditinggalkannya. Hanya dua kumpulan sajak, Deru Campur Debu, terbit pertama kali oleh Pembangunan tahun 1949, dan Kerikil Tajam dan yang Terhempas dan yang Putus, pertamakali diterbitkan oleh Pustaka Rakyattahun itu juga. Masih ada lagi beberapa sajaknya yang dikumpulkan dengan penyair lain dan terbit dengan nama Tiga Menguak Takdir, Balai Pustaka, 1950. Selain itu masih banyak lagi puisi dan prosa lain yang tersebar di surat kabar atau majalah yang belum sempat terkumpul.

Sebuah karangan Jhon Steinbeck berjudul The Raid diterjemahkan dengan nama Kena Gempur.

Dari penelitian, selama tahun 1942 sampai tahun 1949, Khairil Anwar "hanya" berhasil menciptakan 70 sajak asli, 4 sajak saduran, dan 10 sajak terjemahan ada 4 buah. Lihat Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45, H.B. Jasin).

Bagaimanapun juga, sajak_sajak yang ditulisnya itu memberikan udara baru bagi kesusastraan kita. Perhatikanlah bagaimana ia menggali kekuatan kata_kata seperti pada petikan sajak berikut ini.

cemara menderai sampai jauh
terasa hari jadi jauh akan malam
ada beberapa dahan di tangkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

Terasa bagaimana kerapuhan dirinya menghadapi kehidupan ini. Apalagi kalau kita membaca bait terakhir sajak itu yang berbunyi:

hidup hanya menunda kekalahan
tambah jauh dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

Ya, pada akhirnya manusia menyerah juga akan kekuasaan maut. Meskipun masih ada yang akan diucapkan, tetapi semua itu tidaklah sempat lagi. Penyair Khairil Anwar, pada akhirnya menyerah juga kepada penyakit yang bersarang ditubuhnya pada tanggal 28 April 1949 di rumah sakit umum Jakarta, dan dimakamkan di pekuburan Karet.

Post a Comment for "KAIRIL ANWAR"