Cerpen [Yang dinanti]
ilustrasi gambar menanti |
Pikirannya makin tidak enak kalau mengingat soal itu. Ia memang sudah berkeberatan ketika suaminya dipanggil orang dari Kampung Sawah untuk mengobati Pak Murad. Sebagai mantri kesehatan _ di sekitar itu memang tak ada dokter _ suaminya sering diminta pertolongannya. Namun ia tahu betul bahwa Pak Murad ialah ayah Murni. Ia tahu betul bahwa Murni, yang sekarang menjanda karena suaminya meninggal dunia dan suaminya saling mencintai ketika masih bujang dan gadis. Mereka tidak dapat melaksanakan niat hatinya sebab Murni dipaksa kawin.
Api lama mungkin saja masih marak. Belum pernah suaminya mengobati orang sampai berlama_lama begitu. Ataukah hati Murni yang minta diobati ?
"Tidak. Hal ini tak dapat dibiarkan," pikirnya, "lihatlah apa tindakanku, kalau kau pulang..."
Hatinya panas. Rasa cemburunya bangkit. Suatu kewajaran, sebagai perempuan dan sebagai isteri jika diamuk rasa seperti itu.
Cemburu dan marah yang hebat menyebabkan ia tidak menyadari bahwa laki_laki yang dinantinya sudah berdiri di muka pintu. Baru ketika didengarnya namanya dipanggil, ia melihat suaminya bersandar di situ. Tubuhnya tampak lesu. Pakaian lusuh dengan bekas_bekas darah. Muka serta tangannya penuh dengan luka.
"Kenapa, Pak ?" tanyanya dengan penuh kecemasan. Lenyaplah marah dan cemburunya melihat keadaan suami seperti itu.
"Aku terseret arus ketika menyeberang sungai dan datang banjir tiba_tiba," jawab suaminya dengan suara pelan sambil terus duduk.
Perempuan itu termangu. Ia sering mendengar banjir yang datang mendadak karena hujan di hulu. Sudah beberapa kali, kali yang cukup besar itu meminta korbannya, dalam keadaan begitu. Ia merasa syukur suaminya masih dapat pulang dengan selamat meskipun luka_luka.
"Aku hanyut, pingsan dan terseret jauh ke hilir. Berhari_hari aku berbaring di rumah penolongku, dengan pikiran cemas, mengingat."
sekian, conny abdull / 29/ 01/ 2021.
Post a Comment for "Cerpen [Yang dinanti]"