Mengenang Tsunami Aceh (puisi kami anak nelayan)
Mengenang Tsunami Aceh
Kami anak nelayan
Debur ombak adalah zikir kami
Pasir putih adalah sajadah kami
Air laut adalah perut kami
Dahaga kami
Lapar kami
Kenapa ombak tiba-tiba menjulang
Mengukir gunung dalam sekejap
Lalu pecah terdorong dahsyat
Menerjang gubuk-gubuk reot kami
Menggulung ibu yang sedang menjemur kain di halaman
Menggamit tubuh kecil kami yang sedang membantu ayah
Memungut ikan-ikan yang terdampar itu
Terbayang ayah tak perlu melaut esok hari
Tak perlu membiarkan kami terjaga diwaktu subuh
Membaui aroma laut di tubuhnya
Ikan-ikan yang terdampar itu
akan kami tukarkan dengan jala baru
menggantikan jala usangnya yang berlubang
Hanya sekali itu saja ombak menjulang
Menggulung tubuh kami dalam larva kelam
Lihatlah leher ibu yang berdarah
Atap rumah yang terseret arus melukainya
Lalu lumpur hitam yang pekat menutup rapat tubuhnya
Masya Allah, bayi itu lepas dari pelukan ibunya
Terlempar ribuan meter
Tangisnya hilang bersama detak jantungnya
Ya Allah, terlalu cepat ia berlalu tanpa sempat menyentuh
tangannya
Yang menggapai-gapai itu, pandangan yang redup hilang dalam
sekejap
Wahai, Di manakah dermagamu
Ombak itu terus berlari bagai bala tentara yang maha ganas
Mengejar kami yang berlarian tak tentu arah
Membungkam jerit anak-anak yang ketakutan
Zikir yang tertahan, azan yang terpenggal
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun
Beribu-ribu kami yang tak berdaya terkapar
Karam bagai kapal kertas
Jiwa kami melayang
bagai kapas dihempas badai
Ya, hanya sekali itu
Dalam hitungan menit ombak itu kembali pulang
laut tenang
tinggallah nyeri yang berenang-renang di darat ini
Di hati jutaan kami
gambar tsunami aceh |
Kami anak nelayan, hari-hari menghitung ombak
Melukis purnama dalam pasang yang purba
Mengintip penyu menitipkan telurnya
Membangun rumah-rumah pasir sambil
Membayangkan ayah ibu menghabiskan senjanya di sana
Kini kami menyepi di tenda-tenda
Sunyi dari deburan ombak
Kami anak nelayan
Debur ombak adalah zikir kami
Pasir putih adalah sajadah kami
Sir laut adalah perut kami
Lapar kami
Dahaga kami
O... lihatlah perahu-perahu itu menuju
Jejak kampung kami yang senyap tanpa canda
Pesisir yang wangi oleh cemara
desah nafas kami terkurung di sini
Biarkan kami mendekat
memungut kayu-kayu yang berserakan
Untuk tiang gubuk kami yang baru
Post a Comment for "Mengenang Tsunami Aceh (puisi kami anak nelayan)"