Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

APA ITU CERPEN ?

Meneladani Kehidupan dari Cerita Pendek

Ketika memasuki kelas 11 SMK semester 1, didalam pelajaran Bahasa Indonesia kamu akan bertemu dengan topik-topik pelajaran yang sangat menyenangkan. Mengapa? Karena kamu akan banyak belajar mengenal dan memahami lebih dalam apa itu cerpen, novel, juga cerita-cerita non fiksi lainnya.

Apalagi untuk kamu yang gemar membaca, menulis, berimajinasi, dan memikirkan banyak hal. Tulisan seringkali menjadi media yang sangat cocok untuk mengungkapkan dan mengekspresikan perasaan, juga pemikiran. Asal jangan berimajinasi yang enggak_enggak yah…

Nah, salah satu bentuk tulisan atau karya sastra yang akan kita bahas disini adalah cerpen. Pasti kamu udah familiar kan dengan cerpen? Tapi, apakah kamu tahu bedanya cerpen dengan novel? Meskipun agak mirip-mirip, cerpen dan novel memiliki perbedaan yang cukup signifikan.

Apa itu Cerpen?

Cerpen itu singkatan dari cerita pendek. Nah cerita pendek ini adalah salah satu jenis karya sastra yang bentuknya itu prosa fiksi. Bedanya sama novel, cerita didalam cerpen cenderung lebih padat dan biasanya tidak memiliki banyak tokoh. Yaa kalau orang-orang bilang sih, kita hanya butuh sekali duduk untuk menyelesaikan satu cerita pendek. Hmm mungkin bisa dicoba.

Siapa saja bisa membuat cerita pendek. Termasuk kamu yang masih duduk di bangku sekolah. Kehidupan di sekolah tentunya sangat menarik doong. Banyak sekali kejadian-kejadian menarik yang bisa kamu ekspresikan kedalam sebuah cerita pendek.

Entah itu cerita tentang tingkah lucu temanmu sebangku, cerita tentang guru tegas dan guru jenaka yang selalu membuatmu ingat pada dirinya (aja aja reang kih…hehee)  atau bahkan cerita-cerita manis yang mungkin, ketika kamu malu mengekspresikannya, kamu bisa mewakilinya dengan menciptakan tokoh pada sebuah cerita pendek. Itu menarik bangeet.

Lalu bagaimana cara membuat cerpen? Nggak sulit, membuat cerpen juga ada tekniknya. Kamu bisa berkonsultasi dengan guru bahasa Indonesiamu di sekolah (pa Jaya, Pa Koni, ibu Yus atau ibu kita Warkeni), terus kalau di rumah, bisa sambil buka  youtube pembelajaran, sekarang bayak kok contoh seseorang baca cerpen.

Sebenarnya, nggak banyak yang harus dipelajari dalam membuat sebuah cerpen. Kamu cukup memahami fungsinya, kemudian unsur instrinsik juga ekstrinsik. lalu kamu bisa membuat kerangka cerita, dan mulailah menulisnya. Setelah jadi, kamu bisa konsultasikan lagi ke gurumu di sekolah. Kalau menurut beliau oke, tinggal diterbitin deh di blog pribadi atau bisa juga dikirim ke media-media.

Nah, kalau kamu sudah paham tentang dasar-dasar cerpen, kamu juga perlu nih membaca banyak referensi cerita untuk menambah kosakatamu. Untuk membuat cerpen, kamu juga harus memahami isi dalam sebuah cerita yang dibuat oleh orang lain. Maka dari itu, disini kita juga bahas analisis cerpen yaa….

Analisis Cerpen

Oke, di sini kamu bisa membaca terlebih dahulu sebuah cerita pendek, untuk kemudian kita analisis. Baca baik-baik, dan nikmati alur ceritanya.

Tikus dan Manusia

karya Jakob Sumardjo

Entah bagaimana caranya tikus itu memasuki rumah saya tetap sebuah misteri. Tikus berpikir secara tikus dan manusia berpikir secara manusia, hanya manusia-tikus yang mampu membongkar misteri ini. Semua lubang diseluruh rumah saya tutup rapat (sepanjang yang saya temukan), namun tikus itu tetap masuk rumah. Rumah saya dikelilingi kebun kosong yang luas milik tetangga. Saya menduga tikus itu adalah tikus kebun. Tubuhnya cukup besar dan bulunya hitam legam.

Pertama kali saya menyadari kehadiran penghuni rumah yang tak diundang, dan tak dingini itu, ketika saya tengah menonton film. Tiba-tiba kaki saya diterjang benda dingin yang meluncur ke arah televisi, dan saya lihat tikus hitam besar itu berlari kencang bersembunyi dibalik rak buku. Jantung saya nyaris copot, darah naik kekepala akibat terkejut, dan otomatis kedua kaki saya angkat ke atas.

Baru kemudian muncul kemarahan dan dendam saya. Saya mencari semacam tongkat di dapur, dan hanya saya temukan sapu ijuk. Sapu itu saya balik memegangnya dan menuju ke arah balik rak buku.Tangan saya amat kebelet memukul habis itu tikus. Namun, tak saya lihat wujud benda apa pun di sana. Mungkin satoan item telah masuk rak bagian bawah dimana terdapat lubang untuk memasukkan kabel-kabel pada televisi. Untuk memeriksanya, saya harus mematikan televisi dulu. Saya takut kalau tikus keparat itu menyerang saya tiba-tiba.

Imigran gelap rumah itu, saya biarkan selamat dahulu.

Saya tidak pernah menceritakan keberadaan tikus itu kepada istri saya yang pembenci tikus, sampai pada suatu hari istri saya yang justru memberitahukan kepada saya adanya tikus tersebut. Berita itu begitu pentingnya melebihi kehebohan pulangnya Habib Riziq Shihab tadi pagi.

“Pak, rumah kita kemasukan tikus lagi! Besar sekali! Item!”

“Dimana Mamah lihat?”

“Di dapur, lari dari rak piring menuju belakang kulkas!” Istri saya cemas luar biasa, menahan napas, sambil mengacung-acungkan pisau dapur ke arah kulkas di dapur.

“Sudah satu tahun enggak ada tikus. Rumah sudah bersih. Mengapa tikus masuk rumah kita? Tetangga jauh. Dari mana tikus itu?”

“Itu tikus kebun, Mah,” jawab saya santai sambil mengembalikan buku ke rak buku.

“Jangan santai-santai saja Pah, cepat lihat kolong kulkas!”

Wah, situasi semakin gawat. Saya memenuhi perintah istri saya dengan menyalakan senter kebagian kolong kulkas. Tidak ada apa pun. Tikus keparat! Kemana dia menghilang?

Sejak itu istri saya amat ketat menjaga kebersihan. Semua piring di rak dibungkus kain, juga tempat sendok. Tudung saji diberati dengan ulekan agar tikus tidak bisa menerobos masuk untuk menggasak makanan sisa. Gelas bekas kopi yang saya minum malam hari harus ditutup rapat. Tempat sampah ditutupi pengki penadah sampah sambil diberati batu. Strategi kami adalah semua tempat makanan ditutup rapat-rapat sehingga tikus tak akan bisa menerobos.

Istri saya memesan dibelikan lem tikus paling andal. Selembar kertas minyak tebal dilumuri lem tikus oleh istri saya dan di tengah-tengah lumuran lem itu ditaruh ampela ayam bagian makan malam saya. Jebakan lem tikus ditaruh di kaki kulkas. Pada malam itu, ketika istri saya tengah asyik menonton sinetron, istri saya tiba-tiba berteriak memanggil saya yang sedang mengulangi membaca di kamar kerja, bahwa si tikus terperangkap.

Saya segera menutup buku dan lari ke dapur menyusul istri. Benar, seekor tikus hitam sedang meronta-ronta melepaskan diri dari kertas yang berlem itu.

“Mana pukul besi?!” saya panik mencari pukul besi yang entah disimpan dimana di dapur itu.

“Jangan dipukul Pah!”

“Lalu bagaimana?” Saya menjawab mendongkol.

“Selimuti dengan kertas koran. Bungkus rapat-rapat. Digulung supaya seluruh lem lengket ke badannya.”

“Lalu diapakan?” Saya semakin dongkol.

“Buang ditempat sampah!”

“Aah, mana pukul besi?”Kedongkolan memuncak.

“Nanti darahnya ke mana-mana! Bungkus saja rapat-rapat!”

Saya mengalah. Ketika tikus itu akan saya tutupi kertas koran, matanya kuyu penuh ketakutan memandang saya. Ah, persetan! Saya menekan rasa belas kasihan saya. Tikus saya bungkus rapat-rapat, lalu saya buang di tong sampah didepan rumah, sambil tak lupa memenuhi perintah istri saya agar penutupnya diberati batu.

Siang harinya sepulang dari mengajar, istri saya terbata-bata memberi tahu saya bahwa tikus itu lepas ketika Mang Maman tukang sampah mau menuangkan sampah ke gerobaknya. Cerita Mang Maman, ada tikus meloncat dari gerobak sampahnya dan lari ke kebun sebelah dengan terbungkus kertas coklat. Cerita lepasnya tikus ini beberapa hari kemudian diperkuat oleh Bi Nyai, pembantu kami, bahwa dia melihat tikus hitam yang belang-belang kulitnya. Geram juga saya, dan diam-diam saya membeli dua jebakan tikus. Ketika mau saya pasang malam harinya, istri saya keberatan.

“Darahnya ke mana-mana,” katanya.

“Ah, gampang, urusan saya. Kalau kena lantai, saya akan pel pakai karbol,” jawabku.

Istri saya mengalah, dan rupanya merasa punya andil bersalah juga. Coba kalau tikus itu dulu kupukul kepalanya, tentu beres.

Pada waktu subuh istri membangunkan saya.

“Tikusnya kena, Pah!”

Memang benar, seekor tikus hitam terjepit jebakan persis pada lehernya. Darah tak banyak keluar. Ketika saya amati dari dekat, ternyata bukan tikus yang kulitnya sudah belang-gundul.

“Ini bukan tikus yang lepas itu, Mah!”

“Masa?”Ia mendekat mengamati.

“Kalau begitu ada tikus lain.”

“Mungkin ini istrinya,” celetekku.

Ketika mau saya lepas dari jebakan, istri saya melarangnya.

“Buang saja ke tempat sampah dengan jebakannya.”

Rasa tidak aman masih menggantung dirumah kami.Tikus belang itu masih hidup. Dendam kami belum terbalas. Berhari-hari kemudian kami memasang lagi lem tikus dengan berganti-ganti umpan, seperti sate ayam, sate kambing, ikan jambal kegemaran saya, sosis, namun tak pernah berhasil menangkap si belang.

Bibi mengusulkan agar dikasih umpan ayam bakar. Saya membeli sepotong ayam bakar direstoran padang yang paling ramai dikunjungi orang. Sepotong kecil paha ayam itu dipasang istri saya ditengah lumuran lem Fox, sisanya saya pakai lauk makan malam.

Gagasan Bi Nyai ternyata ampuh. Seekor tikus menggeliat-geliat melepaskan diri dari karton tebal yang dilumuri lem.Tikus itu benar-benar musuh istri saya, dibeberapa bagian badannya sudah tidak berbulu. Kasihan juga melihat sorot matanya yang memelas seolah minta ampun.

“Mah, cepat ambil pukul besinya.”

Istri saya mengambil pukul besi didapur dan diberikan kepada saya. Ketika mau saya hantam kepalanya, istri saya melarang sambil berteriak.

“Tunggu dulu! Pukul besinya dibungkus koran dulu. Kepala tikus juga dibungkus koran. Darahnya bisa enggak kemana-mana!”

Begitu jengkelnya saya kepada istri yang tidak pernah belajar bahwa tikus yang meronta-ronta itu bisa lepas lagi.

“Cepat sana. cari koran!” bentakku jengkel.

“Kenapa sih marah-marah saja?” sahut istri saya dongkol juga. Saya diam saja, tetapi cukup tegang mengawasi tikus yang meronta-ronta semakin hebat itu. Kalau dulu berpengalaman lepas, tentu dia bisa lepas juga sekarang.

Akhirnya tikus hitam itu saya hantam tiga kali pada kepalanya. Bangkainya dibuang bibi ditempat sampah.

Beberapa hari setelah itu istri saya mulai kendur ketegangannya. Kalau saya lupa menutup kopi nescafe, biasanya dia marah-marah kalau bekas kopi susu itu dijilati tikus, tetapi sekarang tidak mendengar lagi sewotnya. Begitulah kedamaian rumah kami mulai nampak, sampai pada suatu pagi istri saya mendengar sayup-sayup cicit-cicit bunyi bayi tikus! Inilah gejala perang bratayudha akan dimulai lagi di rumah kami.

“Harus kita temukan sarangnya! Bayi-bayi tikus itu kelaparan ditinggal kedua orangtuanya. Kalau mati bagaimana? Kalau mereka hidup, rumah kita menjadi rumah tikus!” kata istri.

Lalu kami melakukan pencarian besar-besaran. Bagian-bagian tersembunyi di rumah kami obrak-abrik, namun bayi-bayi tikus tidak ketemu. Bayi-bayi itu juga tidak kedengaran tangisnya lagi. “Mungkin ada di para-para. Tapi bagaimana naiknya?” kata saya.

“Nunggu Mang Maman kalau ambil sampah siang,” kata istri. Ketika Mang Maman mau mengambil sampah didepan rumah, bibi minta kepadanya untuk naik kepara-para mencari bayi-bayi tikus.

“Di sebelah mana, Bu?” tanya Mang Maman.

“Tadi hanya terdengar didapur saja. Mungkin diatas dapur ini atau dekat-dekat sekitar situ,” sahut istri saya.

Sekitar setengah jam kemudian Mang Mamang berteriak dari para-para bahwa bayi-bayi tikus itu ditemukan. Mang Maman membawa bayi-bayi itu dikedua genggaman tangannya sambil menuruni tangga.

“Ini Bu ada lima. Satu bayi telah mati, yang lain sudah lemas. Lihat, napas mereka sudah tersengal-sengal.”

Istri saya bergidik menyaksikan bayi-bayi tikus merah itu.

“Bunuh dan buang ke tempat sampah, Mang” kata istri saya.

“Ah, jangan Bu, mau saya bawa pulang.”

“Mau memelihara tikus?” tanya istri saya heran.

“Ah ya tidak Bu. Bayi-bayi tikus ini dapat dijadikan obat kuat,” jawab Mang Maman sambil meringis.

“Obat kuat? Bagaimana memakannya?”

“Ya ditelan begitu saja. Bisa juga dicelupkan kekecap lebih dulu.”

Setelah memberi upah sepuluh ribu rupiah, istri saya masih terbengong-bengong menyaksikan Mang Maman memasukkan keempat bayi tikus itu kekedua kantong celananya, sedangkan yang seekor dijinjing dengan jari dan dilemparkan ke gerobak sampahnya.

Tikus-tikus tak terpisahkan dari hidup manusia. Tikus selalu mengikuti manusia dan memakan makanan manusia juga. Meskipun bagi sementara orang, terutama perempuan, tikus-tikus amat menjijikkan, mereka sulit dimusnahkan. Perang melawan tikus ini tidak akan pernah berakhir.

Saya masih menunggu, pada suatu hari istri saya akan terdengar teriakannya lagi oleh penampakan tikus-tikus yang baru.

Analisis Struktur Cerpen

Bagaimana menurutmu cerita tadi? Apakah menarik? Oke setelah kamu membacanya, sekarang kita mulai analisis cerpen ini dari strukturnya.

    a.    Abstrak (sinopsis)

merupakan bagian cerita yang menggambarkan keseluruhan isi cerita.

b. Orientasi atau pengenalan cerita.

Pada orientasi ini, biasanya penulis ingin memulainya dengan menggambarkan penokohan ataupun bibit-bibit masalah yang dialaminya.

    c.    Komplikasi atau puncak konflik,

yakni bagian cerpen yang menceritakan puncak masalah yang dialami tokoh utama.

          Masalah itu tentu saja tidak dikehendaki oleh sang tokoh. Bagian ini pula yang paling             menegangkan dan memunculkan rasa penasaran pembaca tentang cara sang tokoh didalam menyelesaikan masalahnya bisa terjawab. Dalam bagian ini, sang tokoh menghadapi dan menyelesaikan masalah itu, kemudian timbul konsekuensi atau akibat-akibat tertentu yang meredakan masalah sebelumnya.

    d.    Evaluasi,

yakni bagian yang menyatakan komentar pengarang atas peristiwa puncak yang telah diceritakannya.

Komentar yang dimaksud dapat dinyatakan langsung oleh pengarang atau diwakili oleh tokoh tertentu. Pada bagian ini alur ataupun konflik cerita agak mengendur, tetapi pembaca tetap menunggu implikasi ataupun konflik selanjutnya, sebagai akhir dari ceritanya.

    e.    Resolusi

merupakan tahap penyelesaian akhir dari seluruh rangkaian cerita.

Bedanya,dengan komplikasi, pada bagian ini ketegangan sudah lebih mereda. Dapat dikatakan pada bagian ini hanya terdapat masalah-masalah kecil yang tersisa yang perlu mendapat penyelesaian..

    e.    Koda

 merupakan komentar akhir terhadap keseluruhan isi cerita.

Bagian ini dapat juga diisi dengan kesimpulan tentang hal-hal yang dialami tokoh utama kemudian.

Bagian-bagian cerita pendek itu merupakan bentuk struktur umum. Artinya sangat mungkin keberadaan cerpen-cerpen lainnya tidak memiliki struktur seperti itu. Hal ini terkait dengan kreativitas dan kebebasan yang dimiliki oleh setiap penulis dalam berkarya.

Nah, itu semua adalah sebuah gambaran dalam menganalisis sebuah cerpen. Ada banyak struktur dalam cerpen yang kalau kita urutkan, kita bisa memahami bagaimana penulis dapat membuat sebuah tulisan cerita yang menarik dan imajinatif.

Bagaimana? Sekarang kamu sudah paham kan apa itu cerpen dan bagaimana cara menganalisis struktur cerpen?

Sebenarnya masih banyak lho teknik-teknik yang bisa digunakan dalam menganalisis sebuah cerpen. Kalau kamu mau bisa membuat cerpen yang menarik dan disenangi banyak pembaca, mulailah memahaminya dan mulailah menulis.

So, untuk mendapatkan banyak pengetahuan tentang cerpen, selain dari guru di sekolahmu, kamu juga bisa membaca cerpen-cerpen menarik di perpustakaan sekolah (temui ibu Yus, atau petugasnya ibu Indah). Setelah itu, kamu bisa konsultasikan deh ke gurumu dan langsung buat cerpennya.

Bila berkenan kunjungi halaman lain di blog ini, yah... Banyak cerpen menarik lho !

Selamat Belajar !

Post a Comment for "APA ITU CERPEN ?"